Ketika Kaligrafer Bicara Soal Bendera Tauhid
Tersulutnya emosi sebagian umat setelah peristiwa pembakaran bendera Tauhid oleh Banser yang di anggap sebagai representasi dari “bendera Rasulullah” bisa kita maklumi sebagai ketidakmengertian terhadap sejarah.
Bagi para kaligrafer yang memahami sejarah kaligrafi justru tidak berpikir demikian. Saipurrahman merupakan salah satu santri alumni Pesantren Kaligrafi Al-Quran Lemka Sukabumi yang menganggap bahwa bendera yang katanya “bendera Rasulullah” dengan tulisan kalimat tauhid dan ditulis dengan khat Tsuluts merupakan suatu kebohongan.
Menurutnya kaligrafi yang beredar pada zaman nabi menggunakan khat Musnad yang sedikit mirip dengan khat Khufi kuno. Khatnya masih sangat sederhana, tanpa syakal, harakat, titik, dan lain-lain.
Peredaran tulisan al-Quran pada masa nabi adalah dalam bentuk Khufi kuno atau Musnad yang bentuknya mirip hierogliph Mesir. Kodifikasi Al-Quran yang baru dilakukan setelah nabi wafat pun tulisannya masih menggunakan khat Khufi. Penggunaan kaligrafi dalam khat Tsulus baru dikembangkan setelah itu.
Perombakan tulisan dengan menambahkan syakal, harakat, titik, dan lain-lain baru dimulai pada masa Kekhalifahan Muawiyyah bin Abi Sufyan oleh Abu Aswad ad-Duali atas permintaan seorang Gubernur Basrah (45-50 H) yang bernama Ziyad bin Abihi. Perombakan tulisan Arab ini dilakukan untuk memudahkan umat muslim dalam memahami al-Quran yang pada masa itu telah menyebar luas ke berbagai penjuru.
Dalam hal bendera jika mau di bandingkan, menurut Ilham Khairi alumni Lemka Jakarta bendera ISIS dengan khat Khufi justru lebih mendekati ketimbang bendera dengan khat Tsulus yang sekarang beredar yang katanya sebagai “bendera Rasulullah”. Itupun masih belum akurat karena khat Khufi yang dipakai ISIS diambil dari dinasti-dinasti Islam abad pertengahan yang umumnya dicetak dalam bentuk koin.
Sementara menurut Kyai Pondok Pesantren Kaligrafi Al-Quran Lemka Sukabumi K.H. Didin Sirojuddin bahkan menuturkan bahwa bendera perang pada masa Rasulullah SAW tidak bertuliskan apapun, hanya bendera berwarna yang polos. Tulisan pada waktu itu hanya diperuntukkan untuk Al-Quran dan beberapa surat nabi untuk raja-raja. Diluar itu Rasulullah SAW bahkan pernah memerintahkan sahabat untuk menghapusnya.
Jadi sangat tidak mungkin jika bendera Tauhid ala HTI yang menggunakan khat Tsuluts tersebut diklaim sebagai “bendera Rasulullah” karena nyatanya samasekali tidak merepresentasikan bendera yang ada pada Rasulullah SAW atau bendera yang pernah digunakan pada masa Rasulullah SAW. Sebab mana mungkin tulisan Tauhid menggunakan khat Tsuluts yang lengkap dianggap sebagai “bendera Rasulullah” sementara di zaman nabi khat itu sendiri justru belum ada samasekali.
Bukankah jika kita mau membawa sebuah identitas harus merujuk pada masa dimana identitas itu bermula. Jika kita mau membawa identitas Islam melalui simbol dengan bendera maka harus merujuk pada bendera yang beredar pada masa itu. Jika tidak, maka bukan “bendera Rasulullah” lah yang dibawa tetapi bendera yang mengidentitaskan organisasi tertentu, apalagi kalau bukan HTI.