The news is by your side.

Makna Kembali Fitri dalam Pandangan Tasawuf

Makna Kembali Fitri dalam Pandangan Tasawuf | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratJakarta, NU Online

Idul Fitri diartikan kembalinya manusia dalam kondisi suci seperti bayi yang baru lahir. Artinya bersih tanpa dosa. Anugerah agung dari Allah SWT ini diperoleh manusia setelah selama satu bulan menjalani puasa Ramadhan dengan sebenar-benarnya sehingga memperoleh derajat takwa. Takwa ini kemudian ditingkatkan di hari-hari selanjutnya.

Terkait hal ini, Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim menerangan, pendidikan Allah di bulan puasa ialah agar seseorang keluar dari kemelut kegelapan alam asfala safilin kembali ke alam ahsanu taqwim.

“Banyak yang beriman ternyata hanya mimpi dan melamun beriman. Bukti iman itu aktivitas yang shaleh bersama Allah menuju Allah Sang Pencipta amal,” tegas Kiai Luqman dikutip NU Online, Kamis (14/6) lewat akun twitter pribadinya @KHMLuqman.

Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor ini menyatakan, puasa telah menepiskan kebinatangan, kesetanan, jubah-jubah yang membawa seseorang merasa menjadi wakil Tuhan, dan syahwat-syahwat yang jadi hambatan serta menghijab atau menghalangi fitrah dari hakikatnya.

“Makna sejati bagai bayi suci (thiflul ma’ani) segera lahir kembali dari kandungan Cahaya Muhammad, akal sejati, ruh, dan alqolam,” ucap Direktur Sufi Center Jakarta ini.

Menurut Kiai Luqman, mereka yang tak kembali ke fitri hanya meraih hebatnya kegelapan yang diyakini kebajikan. Mereka deklarasikan kemaslahatan yang sebenarnya justru khancuran. Mereka seperti mayat hidup tanpa ruh yang mengerikan. Mereka mengaku penegak agama tapi tak lebih seperti dajjal kecil penjual agama.

“Takbiri nafsumu, takbiri duniawimu, takbiri setanmu dan iblismu, takbir akhiratmu, takbiri segala hal selain Allah. Engkau sudah di hadapan-Nya,” tuturnya.

Penulis buku Jalan Ma’rifat ini mengatakan, kemana pun seseorang menghadap, di sanalah Wajah Allah. Sampai manusia tak memandang sebesar dzarrah pun kecuali ada Allah, dibalik, sebelum, sesudah, di atasnya, maupun di bawahnya.

“Maka siapa pun yang di dunia matahatinya buta, di akhirat lebih buta lagi,” jelasnya.

Pesta fitrah berarti kemenangan melawan diri sendiri, setelah setahun Akunya Iblis dan Akunya Fir’aun menguasai ego manusia, dalam pengembangan SDM khayal imajiner: Aku bisa, aku kuat, aku hebat, aku berdaya, aku kuasa, aku lebih baik, dan berujung akulah Tuhanmu.

Lebih jauh, Kiai Luqman menggambarkan seseorang yang kembali ke fitri ialah: bagai bayi di pangkuan ibunda tak bertanya, bagai bidadari suci dan perawan dari nafsani, bagai kertas putih biarkan Pena-Nya menulis, bagai kanvas biarkan Kuas-Nya melukis, bagai sunyi biarkan Kalam-Nya berbunyi, tak ada khayal dan imaji, tak ada hasrat dan cita.

“Hanya Allah semata,” tandasnya. (Fathoni)

Sumber : NU Online

Leave A Reply

Your email address will not be published.