
Cirebon, NU Online
Fenomena
berita bohong tidak saja dialami Indonesia, melainkan terjadi juga di
berbagai negara lainnya. Isabel Dunstan, peneliti Chatham House, Royal Institute of International Affairs London, menyampaikan bahwa British Exit (Brexit) juga dampak dari adanya berita bohong itu.
“Sebagian orang beranggapan bahwa kebijakan brexit itu dampak dari fake news atau
hoaks,” kata Isabel saat mengisi seminar di Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat,
Senin (11/3).
Lebih dari itu, berita bohong, katanya, juga
menyebabkan terjadinya kekerasan, bahkan peperangan yang berujung pada
jatuhnya korban.


“Ini perlu diatasi oleh masyarakat dunia,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Siberkreasi,
Romzi Ahmad, menyatakan perlu adanya gerakan yang merangsang santri dan
warga NU untuk menjadi pembuat konten positif di dunia digital.
“Orang semakin mudah mengakses konten apapun di Google. Maka kita harus hadir di sana,” ujarnya.
Sebab, meskipun masyarakat NU merupakan mayoritas di dunia nyata, tetapi minoritas di dunia maya karena kurangnya content creator.
Sementara
itu, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), M
Abdullah Syukri, menegaskan bahwa tidak cukup hanya dengan gerakan
masyarakat, khususnya para santri dalam menahan laju berita bohong itu
melalui produksi konten positif, namun pemerintah juga perlu
meningkatkan kinerjanya, khususnya dalam penegakan hukum di dunia
digital.
“Penegakan hukum di bidang dunia digital ini harus semakin diperkuat karena semakin maraknya orang menggunakan ini,” ujarnya.
Jadi,
menurutnya, kontrol dari pemerintah harus tetap ada. Meskipun demikian,
kewaspadaan masyarakat santri dan Nahdliyin juga harus dikedepankan.
Pasalnya, masyarakat pesantren ini dianggap lembaga yang termasuk
bertanggung jawab dalam mendidik moral.
“Dari sisi masyarakatnya ada usaha, dari segi pemerintahnya juga ada usaha,” ujar alumnus Universitas Duisberg Essen, Jerman itu.
Ketua
STIT Buntet Pesantren H Fahad A Sadat yang juga hadir dalam acara
tersebut, menilai kegiatan itu penting bagi mahasiswa guna mendapat
pengalaman baru.
“Acara ini penting bagi mahasiswa STIT Buntet Pesantren karena pengalaman baru kedatangan tamu internasional karena mahasiswa dibukakan ilmu baru tentang literasi digital,” pungkasnya. (Syakir NF/Aryudi AR)
Sumber : NU Online