The news is by your side.

Menafsir Ulang Makna Buruh di Era Modern

Khoiruddin Muchtar – Pada masa lalu, istilah buruh erat kaitannya dengan pekerja pabrik, tukang, atau buruh kasar yang menghabiskan waktunya di lini produksi. Namun, seiring perkembangan teknologi dan perubahan struktur dunia kerja yang begitu cepat, definisi tentang siapa yang disebut buruh menjadi semakin kabur. Apakah buruh kini hanya mereka yang bekerja dengan tenaga fisik, atau juga mereka yang mengelola pikiran, data, dan algoritma? Transformasi ini menuntut kita untuk menafsir ulang makna buruh di era modern, sebab realitas dunia kerja saat ini jauh lebih kompleks, dinamis, dan menembus batas-batas konvensional yang dulu kita kenal.

Buruh di Era Industri 4.0 dan Tantangan dalam Konteks Ekonomi Gig

Di era sebelumnya, pekerja sering kali diasosiasikan dengan produksi massal di pabrik-pabrik besar, dengan pekerjaan yang bisa dilihat secara fisik dan langsung. Namun, memasuki era industri 4.0, pergeseran besar mulai terjadi. Digitalisasi, otomatisasi, dan kecerdasan buatan mulai menggantikan peran tradisional buruh (Kora & Beluli, 2022). Pekerja yang dulunya berfokus pada pekerjaan manual kini harus menghadapi dunia kerja yang lebih abstrak, terhubung, dan berbasis data.

Sekarang, pekerja di berbagai sektor seperti logistik, perbankan, hingga pendidikan pun bisa dianggap sebagai buruh, meskipun mereka bekerja dengan perangkat digital dan tidak selalu terlibat dalam produksi barang fisik. Mereka yang bekerja di balik layar perangkat lunak, merancang algoritma, atau memanipulasi data, pada dasarnya juga merupakan buruh modern, yang peran dan kontribusinya sama pentingnya dengan buruh yang bekerja secara langsung di lini produksi.

Buruh di era modern juga semakin kompleks karena munculnya ekonomi gig, di mana pekerja sering kali berstatus sebagai pekerja lepas (freelancer) atau pekerja sementara. Para pekerja ini tidak lagi memiliki status tetap atau jaminan sosial yang jelas. Alih-alih bekerja di kantor atau pabrik, mereka lebih banyak beroperasi dalam platform digital seperti transportasi online, pengantaran makanan, atau bahkan dalam dunia kreatif seperti desain grafis dan penulisan konten (Cauffman, 2022).

Fenomena ini menantang pemahaman tradisional kita mengenai buruh. Di satu sisi, para pekerja ini sering kali diuntungkan dengan fleksibilitas waktu dan penghasilan. Namun, di sisi lain, mereka juga kehilangan stabilitas dan jaminan yang dimiliki pekerja tetap. Di sinilah pentingnya pemahaman bahwa dalam ekonomi gig, buruh tidak hanya bekerja dalam “lini produksi” yang terlihat, tetapi juga dalam ruang yang lebih luas, yakni dunia maya.

Menafsir Ulang Peran Buruh untuk Keadilan Masa Depan

Kebutuhan untuk menafsir ulang makna buruh di era modern tak bisa dipungkiri lagi. Perkembangan teknologi, perubahan pasar kerja, dan kebijakan ketenagakerjaan yang ketinggalan zaman, membuat banyak pekerja terjebak dalam kondisi yang tidak pasti. Mereka berstatus buruh, tetapi tanpa perlindungan yang memadai, baik dalam bentuk upah yang layak, jaminan sosial, maupun hak atas cuti atau waktu istirahat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 60% dari tenaga kerja Indonesia berada di sektor informal, yang sering kali tidak mendapat perlindungan hukum atau sosial yang layak (Rusdjijati & Praja, 2023). Di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu pesat juga menciptakan ketimpangan antara pekerja yang mampu beradaptasi dengan teknologi dan mereka yang tertinggal. Tanpa pelatihan keterampilan yang memadai, banyak pekerja yang justru terpinggirkan.

Di sinilah pentingnya keberadaan serikat buruh yang mampu memperjuangkan hak-hak pekerja modern. Buruh yang bekerja di sektor digital, misalnya, harus mendapatkan jaminan yang setara dengan pekerja yang bekerja di sektor tradisional. Pemerintah dan perusahaan pun harus lebih responsif terhadap perubahan struktur tenaga kerja ini dengan memastikan adanya kebijakan yang dapat melindungi pekerja, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal.

Menafsir ulang makna buruh berarti juga menyadari bahwa pekerjaan bukan hanya sekadar tentang bekerja untuk bertahan hidup, tetapi juga tentang martabat dan keadilan. Kita harus memikirkan model ketenagakerjaan yang inklusif, yang tidak hanya memberikan upah yang layak, tetapi juga perlindungan bagi semua jenis pekerja, baik yang bekerja di pabrik maupun di dunia maya.

Transformasi digital yang ada saat ini seharusnya membawa keuntungan bagi buruh, bukan justru memperburuk nasib mereka. Kebutuhan untuk menciptakan pekerjaan yang lebih manusiawi, yang memberikan kesejahteraan, jaminan sosial, dan kesempatan untuk berkembang, harus menjadi prioritas. Di sinilah peran kebijakan publik dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem kerja yang adil dan berkelanjutan.

Penutup

Menafsir ulang makna buruh di era modern bukan hanya tentang mengubah definisi, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan dan melindungi mereka yang bekerja keras untuk membangun ekonomi negara. Di tengah perubahan zaman yang cepat, buruh harus menjadi pusat perhatian, tidak hanya sebagai objek kebijakan, tetapi juga sebagai subjek yang berhak atas perlindungan dan kesejahteraan. Dunia kerja telah berubah, dan begitu juga definisi tentang siapa yang disebut buruh. Kini, tugas kita adalah memastikan bahwa makna baru buruh ini membawa dampak positif bagi kesejahteraan mereka di masa depan.

* Penulis adalah Staf Pengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Tulisan ini pertama kali terbit di www.bandungpos.id dengan judul “Menafsir Ulang Makna Buruh di Era Modern” pada 1 Mei 2025, link klik di sini.

Baca juga resensi buku lainnya :

  • Terbelit Dalam Kubus Tanpa Batas. Kontak pembelian : 0895-2851-2664. Link resensi, klik.
  • Jejak Perjuangan K.H. Ahmad Hanafiah. Kontak pembelian : 0821 1682 5185 (Sandi). Link resensi, klik.
  • Gerakan Syiah di Nusantara: Anasir Berimbang Sejarawan Muda. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
  • Sejarah Pergerakan Nasional. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
  • Historiografi Islam dan Momi Kyoosyutu. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
  • Jalan Sunyi dan Rambut Gimbal : Sebuah Interpretasi atas Kehidupan Gus Qomari. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.