Mendudukan Hadist Dhaif Secara Proporsional dalam Ibadah Ghair Mahdhah
Akhmad Basuni – Pengertian hadits menurut muhaditisin yaitu, sesuatu yang disandarkan atau diatsarkan kepada Rasulullah Saw, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat kebaikan, ataupun etika dalam kehidupan.(تعريف الحديث عند المحدثين)
sedangkan menurut ahli Ushul hanya membatasi hadis sampai pada perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah saw.
Masuk juga ketegori hadits yaitu Atsar.
Pengertian atsar ini lebih meluas dari pada hadits karena tidak hanya disandarkan kepada nabi melainkan juga pada riwayat sahabat (Imam Nawawi dalam جهود المحدثين في نقد متن الحديث النبوي الشريف. Hal.61
Ulama fiqh menyebut atsar dengan istilah mauquf.
Hadist nabi memiliki fungsi diantaranya sebagai bayan tafsir dan bayan taukid (menguatkan) terhadap al-Qur’an, juga bayan tasyr´i yaitu menentukan hukum yang belum termaktub secara terperinci dalam al-Qur’an.
Dari itu terdapat kesulitan jika memahami al-Quran tak melibatkan hadits. Sebagai contah perintah salat dalam al-Quran menggunakan lafad اقيموا الصلواة oleh hadist dijelaskan (bayan) صلوا كما رايتموني اصلي salatlah kalian sebagaimana melihat aku salat.
Rasulullah saw membimbing para sahabat langsung dengan contoh perbuatan atau gerakan salat. Sehingga para sahabat bisa menirukan gerakan salat.
Dari itu para sahabat meriwayatkan tata cara salat tersebut secara berantai ke tabiin, at-tabiin dan akhirnya sampai pada ulama mujtahid pendiri mazhab kemudian dibukukan menjadi bagian dari ilmu fiqh.
Ilmu hadist dikelompokkan berdasarkan riwayat: terdiri dari hadits mutawatir hadits ahad. Berdasarkan periwayatan ini dikenal istilah hadits shahih, hasan, dan dhaif.
Isnad Hadits.
Mengulas sedikit tentang isnad Hadits(para periwayat hadits). Perawi hadits berdasarkan amatan pakar hadits yang saya baca dalam kitab” جهود المحدثين النبوي الشريف” karya
Muhamad Thohir al – jubiy dan kitab منهج النقد عند المحدثين، نشأته وتا ريخه karya Muhammad Mustofa al – adhimy menyebutkan:
Pertama, Abu Hurairah ra, memeluk Islam tahun ke tujuh Hijriyah, meriwayatkan hadits sebanyak 5374, wafat di Madinah dalam usia 58 tahun. Murid yang pernah diajar olehnya dari golongan sahabat dan tabi ‘in 800 orang.
Kedua, Abdullah ibn Umar ibn Khathab meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw sebanyak 2630 hadits.
ketiga, Aisyiyah ra, meriwayatkan hadits sebanyak 2210,
Dan keempat, adalah Jabir ibn Abdullah Al – Ansori meriwayatkan hadits sebanyak 1540. Jabir merupakan sahabat terakhir yang meninggal di Madinah dalam usia 58 tahun.
Atas dasar keterangan Muhammad Musthofa al-adhimy di atas. Dari golongan sahabat adalah Abu Hurairah yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw.
Abu Hurairah ra ternyata bersama Rasulullah saw tidak begitu lama, kurang lebih 5 tahun.
Karena Abu Hurairah ra masuk Islam pada tahun ke tujuh Hijriyah, sementara Rasulullah saw wafat pada tahun 11 Hijriyah.
Dari amatan sekilas itu bisa ditarik sedikit pemahaman, bisa jadi masih banyak hadits yang tidak terekam oleh para sahabat dan ditulis. Katakanlah semisal hadits yang diriwayatkan secara ahad, seperti hadits dari Umar ra dan Abu bakar as – Siddiq.
Sebagai points tambahan seseorang yang selalu terpaku pada hadis semisal shahih Bukhori dan Shahih muslim, tanpa dibarengi ulumul hadist yang komprehensif tentu akan menganggap semua hadist itu shahih tidak bermasalah, padahal menurut mudaditsin tidak demikian.
Secara isnad hadits yang tersaji dalam shahih bukhori itu shahih. Tetapi secara matan belum tentu. Karena itu mudaditsin menyatakan.
صحة الإسناد لا تستلزم صحة المتن.
Shahih isnad (periwayatan tidak serta merta otomotis menunjukkan keshahihan matan (isi hadits).
Dari itu kaum santri mengikuti apa- apa yang dipandang baik oleh ulama.
Bukan sebaliknya mengingkari dan malah mengatakan ulama juga manusia bisa salah, sehingga menganggap kitab nya tidak laik dijadikan acuan walaupun hanya sekedar fadhoilul amal semisal Puasa Rajab, hanya karena dasar kitabnya hadits yang tidak termaktub dalam shahih Bukhori dan shahih Muslim.
Padahal Ulama memiliki, membolehkan menggunakan hadits dhaif
bersandar kepada Ibn Hajjar, dengan kriteria sebagai berikut:
١. متفق عليه وهو ان يكون الضعف غير شديد.
٢. ان يكون مندرجا تحت اصل عا م ، فيخرج ما يخترع بحيث لا يكون له اصل اصلا.
٣. الا يعتقد عند العمل به ثبوته.بل يعتقد الاحتياط
Kreteria kebolehan menurut ibn Hajjar di atas meliputi:
Pertama kelemahannya tidak cukup parah, kedua bukan merupakan perbuatan yang sudah umum diketahui hukum asalnya, ketiga tidak meyakini sebagai perbuatan yang tetap hukumnya, melainkan sebatas kehati-hatian.
Ini selaras dengan pandangan As-said Muhamad ibn Alwi ibn Abas al-Maliki al- Makki al- Hasany. Dalam muqodimah bukunya “Khasha’ishu ummaty mihammadiyah”
ان الحديث الضعيف لا يعمل به في العقا ئد والا حكام ‘ويجوز العمل به في الفضا ئل والترغيب و الترهيب، وذكر المنا قب،وهذا هو المعتمد عند الا ئمه. وقد نص على قبول الضعيف في الفضا ئل , الا مام النووي(التقريب)، وابن حجر العسقلاني في شرح
النخبة. وغيرهم
Hadits yang lemah tidak berlaku baginya dalam kasus ‘aqidah (tauhid) atau menetapkan hukum. Diperbolehkan menyangkut keutamaan ibadah, sebagai motifasi diri sekaligus peringatan.
Atas dasar ini, ulama khusunya di Nusantara begitu kaya dalam memahami kedudukan hadist, karena mengadopsi tidak saja hadits shahih melainkan juga mengambil dari hadits hasan juga dhaif.
Dari itu tak heran jika puasa rajab pun dilakukan jamaah NU baik cultural maupun struktural.
Hadits shahih itu harus dipakai bersifat mutlak alias tidak bisa ditawar menyangkut tauhid atau akidah, serta kewajiban ibadah. Sementara menyangkut ibadah fadhoilul amal mayoritas ulama sepakat membolehkan dengan dasar hadis dhaif.
Jadi tak heran atau aneh bin ajaib di Nusantara familier peringatan Asyura, lebaran yatim, puasa sunnah rajab
Bahkan di daerah tertentu masyarakat nya juga membuat bubur dari tujuh macam bahan untuk dibagikan sebagai shadaqah.
Tidak hanya Asyura, ada juga istighosah, perayaan maulid Nabi, bahkan ada maulid Fatimah. Dan haul Tuan syeikh Abdul Qodir al -Jailani.
Tidak disibukan dengan cap bid’ah dan sesat, karena sesungguhnya segala nilai kebaikan itu sesungguhnya ajaran Islam.
Disinilah sesungguhnya letak perbedaan memahami islam ada yang tektualis dan dinamis.
Pun dalam sosial kemasyarakatan bersifat toleran dan moderat, dari itu bisa bergaul dengan anggota masyarakat yang cinta damai sekalipun beda iman.
Agama dimaknai begitu dinamis tidak hitam putih, fiqh diorientasikan pada kontekstual, pun tafsir juga sunnah Nabi.
Wallahu a’lam
Oleh Akhmad Basuni
Baca juga resensi buku lainnya :
- Terbelit Dalam Kubus Tanpa Batas. Kontak pembelian : 0895-2851-2664. Link resensi, klik.
- Jejak Perjuangan K.H. Ahmad Hanafiah. Kontak pembelian : 0821 1682 5185 (Sandi). Link resensi, klik.
- Gerakan Syiah di Nusantara: Anasir Berimbang Sejarawan Muda. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Sejarah Pergerakan Nasional. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Historiografi Islam dan Momi Kyoosyutu. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Jalan Sunyi dan Rambut Gimbal : Sebuah Interpretasi atas Kehidupan Gus Qomari. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.