NEGERI SERIBU HAUL
Ayik Heriansyah – Ritual keagamaan di salah satu masjid di Gegerkalong Bandung pada hari Jumat, 28 Juli lalu menjadi perhatian publik. Ritual tersebut bagian dari acara peringatan Hari Asyura (10 Muharram) mengingati hari wafatnya Sayyidina Husein di Padang Karbala.
Temen-temen Syiah seluruh dunia tiap tahun memperingatinya. Sebut saja itu acara Haul Syiah. Akan tetapi kenapa bukan hari wafatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang dihauli? Tentu mereka punya argumen tersendiri.
Indonesia boleh dikatakan sebagai Negeri Seribu Haul. Hampir setiap minggu ada acara haul yang diselenggarakan oleh berbagai kalangan. Lazimnya acara haul berhubungan dengan wafatnya seseorang ulama dan auliya.
Kecuali HTI, HTI mengadakan haul untuk memperingati wafatnya negara Khilafah. Haul Khilafah, yaitu hari resmi matinya Khilafah Turki Utsmani pada tanggal 3 Maret 1924/27 Rajab 1342 Hijriyah. Acara Haul Khilafah diisi dengan serangkaian kampanye khilafah dalam bentuk diskusi publik, seminar, tabligh, dll, yang berlangsung dari mulai akhir Rajab sampai Sya’ban. Negara tidak melarang. Silahkan, asal aman dan tertib, tidak mengganggu aktivitas masyarakat yang lain.
Menurut polisi, ritual keagamaan Hari Asyura di Gegerkalong (28/07/2023) adalah kegiatan kebudayaan. Dalam acara haul ajaran agama dan kebudayaan melebur menjadi satu. Karena sebagian dari nilai dan norma agama memerlukan wadah budaya dalam pengamalannya, dan kebudayaan sendiri sebenarnya manifestasi sebagian dari ajaran agama.
Dalam acara haul terkandung ajaran-ajaran agama tentang mengingat mati (dzikrul maut); Mengambil pelajaran, mau’izhah hasanah, teladan dan hikmah dari perjalanan hidup orang yang sudah meninggal; Mengirim sedekah pahala dan fadhilah al-Fatihah, wirid, shalawat, dan do’a sebagai bentuk mahabbah kepada orang yang sudah meninggal.
Melebur dengan unsur-unsur budaya yang tersusun dalam rangkaian acara haul. Panitia bekerjasama, gotong royong, saling tolong menolong, bahu membahu merencanakan tata acara, menyambut tamu, melayani jamaah dan mengawalnya sampai lokasi haul bersih, rapi, teratur dan tertib seperti semula dengan menggunakan perlengkapan dan peralatan berteknologi mekanik, elektrik dan digital.
Acara haul yang sambung menyambung di negara kita membuktikan bahwa masyarakat yakin ada kematian dan kehidupan setelah mati. Mereka percaya masih ada hubungan antara orang yang masih hidup dengan yang sudah wafat. Hubungan yang terhubung melalui hadrah al-Fatihah, wirid, shalawat, dan do’a.
Semestinya bagi orang yang masih hidup menjalin hubungan dengan orang yang sudah wafat berdasarkan mahabbah dengan mengharapkan Mahabbah dari Allah swt. Hubungan yang bersifat ruhani melampaui hal-hal yang bersifat materi.
Walaupun demikian, menjalin hubungan dengan orang yang sudah wafat dengan motif materi duniawi mungkin saja terjadi. Ikut acara haul, ziarah ke makam, hadrah al-Fatihah, wirid, shalawat, dan do’a sebagai investasi yang diharapkan menghasilkan laba keuntungan setelah mengikuti acara haul.
Mengikuti acara haul dengan motif ruhani atau materi, itu rahasia pribadi masing-masing. Tidak ada yang tahu kecuali Allah swt. Dengan rentetan acara haul yang ada di negara kita, semoga Indonesia Negeri Seribu Haul menjadi negeri yang aman dan makmur dengan barakah dan karamah yang diberikan Allah swt kepada ulama dan auliya yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Lahumul Fatihah…