The news is by your side.

NU dan Politik Kontemporer

Periode 1984-1999, lima belas tahun tidak berpolitik praktis, dengan segala godaannya, NU mengembangkan potensi organisasinya, dan menyusun kekuatan melalui gerakan kultural dan struktural. Kader-kader NU bertebaran di mana-mana, baik di partai politik, pemerintah, LSM, Lembaga-lembaga Negara dan pendidikan. Proses pengkaderan ini relatif mudah, jika dibanding pada waktu NU terikat politik praktis. Ketika konsolidasi kekuatan dirasa matang, Gus Dur, sebagai Ketua PBNU, kemudian mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ). Terbukti bahwa kekuatan NU tidak berubah seperti pada masa Orla. Puncaknya adalah ketika Gus Dur, sebagai representasi NU sebagai kekuatan moderat, terpilih sebagai Presiden RI yang ke-4. Sebuah prestasi politik  puncak, yang belum terjadi dalam sejarah, dan mungkin di masa-masa selanjutnya.

Jadi, 15 tahun kepemimpinan Gus Dur adalah periode terbaik dalam politik-sosial NU. Karena di samping politik, secara sosial-ekonomi, NU juga mampu mengembangkan pemberdayaan umat, melalui unit-unit sosial  dan ekonomi.  Warga NU, dengan atau tanpa difasilitasi oleh pengurus NU, dari pusat sampai ranting, semangat mendirikan lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan ekonomi. Sentuhan modern juga dilakukan pada lembaga-lembaga pesantren yang menjadi ikon NU. Rabitah Ma’hadil Islamiyyah ( RMI ), suatu lembaga yang menjadi wadah pesantren milik NU, mempunyai peranan penting dalam medorong pengembangan pesantren agar lebih maju lagi. LP Ma’arif, dari pusat hingga cabang, bergerak aktif untuk memajukan pendidikan modern, namun tetap mempunyai identitas ke-NU-an. Perguruan-perguruan tinggi milik NU terus berkembang, sebagai media untuk menunjukan bahwa NU telah mempersiapkan kader-kadernya untuk menjawab tantangan jaman.

Kini, kader-kader NU telah dewasa dalam pengembangan dirinya masing-masing di bidang yang berbeda-beda, tanpa harus di-back up atau membawa nama NU. Mungkin mereka akan berkata, inilah dadaku, bukan inilah dada ayahku ( NU ). Semua merupakan warisan politik NU masa lalu, yang menjadi maturing proces bagi warga NU, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Artinya, politik tetap menjadi nilai yang penting bagi warga NU, untuk ditafsiri dengan keanekaragaman kepentingan yang membawa maslahat bagi masyarakat, sesuai dengan kedudukan, fungsi dan peranannya dalam ruang lingkup kehidupan yang lebih luas lagi.**

Penulis
Toufik Imtikhani, SIP

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.