NU dan Revolusi Digital
Oleh Eko Supriatno
Seiring pesatnya trend digitalisasi, organisasi massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) pun tak mau ketinggalan. Organisasi ini pun meluncurkan aplikasi sebagai bukti revolusi digital.
Aplikasi yang dimaksud dinamai NU Mobile, yang didedikasikan sebagai solusi dan pelayanan bagi warga NU. Aplikasi ini juga diharapkan bisa memberi solusi bagi masyarakat melalui satu solusi.
Bahkan NU Mobile telah menggandeng sejumlah mitra yang siap memperkuat layanannya, seperti KSP, Kementerian Kominfo, XOX Media Berhad, XL Axiata, Artha Graha Group, BRI, BTPN, NIN Media, Adira Syariah, Telkom Tmoney, Mercato, Duit Hape, WIR Wahyoo, Seroyamart, GAPMII.
Ya, memang benar adanya kita telah masuk kedalam sebuah konsep bangsa baru, yaitu revolusi digital atau digital nation dimana masa depan kita tidak akan terjadi begitu saja, ini perlu dibangun oleh passion. Jika kita semua terlibat, nilai, kolaborasi dan inovasi akan membentuk dan mendorong transformasi masyarakat kita menuju bangsa digital Indonesia.
Proliferasi platform digital dan kecanggihan teknologi semakin membuat masyarakat semakin banyak merasakan manfaatnya, dimudahkan, dan serba cepat hingga mau menghabiskan waktu untuk berinteraksi dan bertransaksi secara online. Tidak mustahil jika dunia konvensional lama-lama akan ditinggalkan karena saat ini memang sedang terjadi pergeseran pola pikir (mindset) di masyarakat, saat mereka mulai berpaling ke digital baik di kehidupan sehari-hari.
Revolusi digital adalah teknologi baru yang terus berkembang dan semua potensi yang diberikan, bukan tidak mungkin kita mampu memprediksi bagaimana masa depan bangsa di tahun-tahun mendatang. Teknologi digital jelas akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sebuah negara karena kecepatannya merambah hampir di semua sektor. Teknologi digital siap mengubah masa depan kita semua, kehidupan kita. Otomasi, Big Data, IoT (Internet of Thing), dan kecerdasan buatan (AI).
Revolusi digital adalah sebuah era berbasis teknologi informasi digital seperti big data, artificial intelegence, machine learning telah mendorong revolusi yang membarui dan mentransformasi kehidupan dunia secara cepat serta masif. Kuatnya revolusi tidak hanya dari sisi model kehidupan digital, namun juga profil pemain dan pemegang kuasa lintas dunia. Revolusi digital esensi dinamis perpindahan manusia menuju kualitas hidup yang lebih baik.
Dari sisi pengembangan SDM, ormas keagamaan, pendidikan tinggi hingga pesantren memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan dan inovasi revolusi digital. Namun, ormas keagamaan pendidikan tinggi, dan pesantren saat ini juga menghadapi tantangan tak bisa dipandang sebelah mata.
Untuk itu, terkhusus pendidikan tinggi dan pesantren yang penting dilakukan adalah memperbaiki kurikulum dengan lebih mendekatkan diri pada muatan teknologi informasi dan inovasi. Implikasinya, mahasiswa hingga santri perlu diajarkan cara kerja teknologi digital dan masalah yang mampu ditangani.
Hanya mengajari mahasiswa dan santri pemprograman (coding) akan membuat perguruan tinggi ataupun pesantren tak beda dengan lembaga kursus keterampilan. Namun, lebih dari itu, mahasiswa ataupun santri perlu diajarkan logika berpikir (computational thinking) yang komprehensif, termasuk cara melakukan pemodelan, menganalisis data, dan mengekstrak informasi.
Dalam mimbar ini, setidaknya penulis menggarisbawahi ada 4 (empat) catatan penting dalam tulisan NU dan Revolusi Digital ini:
Pertama, NU dan Literasi Digital. Sudah barang tentu, partisipasi NU dalam mewujudkan media konvergensi adalah ijtihad dakwah rahmatan lil ‘alamin yang sekaligus mencerahkan. Di tengah perang media dan ‘sampah’ informasi yang kerap kali meresahkan publik, NU diharapkan mampu membawa angin segar.
NU juga diharapkan menjadi pioneer untuk menebar manfaat bagi warga NU dan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, menyiapkan kader melek media (terliterasi) menjadi sebuah keniscayaan. Kader itu dapat dicetak melalui kerja sama Majelis Pendidikan Kader dan Majelis Pustaka Informasi, didukung oleh seluruh jurusan Ilmu Komunikasi/Komunikasi Penyiaran Islam dan Teknik Informatika di bawah naungan Universitas NU se-Indonesia.
Saat NU mempunyai banyak kader literasi digital, maka ia akan siap menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Terutama dakwah kelas menengah agar mereka kembali kepada Islam yang inklusif dan Islam rahmatan lil ‘alamin. Revolusi digital NU itu kini perlu mengarah pada model dan penerapan literasi digital. Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan piranti digital dengan efektif dan efisien.
Kemampuan ini pun menuju pada proses kritis dalam menyerap dan menerima informasi yang muncul dari piranti digital. Seseorang yang terliterasi (melek media) akan mampu dengan sendirinya menyaring setiap informasi. Dakwah di era digital inilah yang perlu mendapat sentuhan dari NU.
Oleh karena itu ragam pendekatannya pun perlu masuk dalam relung dakwah kekinian dengan semangat Islam wasathiyah (moderat) yang menjadi ciri gerakan kultural NU yang Islam Rahmatan Lil Alamin. Begitupun dengan Islam nusantara menjadi ciri gerakan NU sejak awal.
Mbah Hasyim Asy’ari beserta muridnya terus menyuarakan Islam sebagai gerakan dan ilmu dalam mengurai permasalahan umat. Islam Rahmatan Lil Alamin pun menjadi semacam panduan berislam di tengah kejumudan dan ketaqlidan umat kala itu.
Kedua, NU dan situs-situs web. NU perlu menyiapkan seperangkat piranti guna mewarnai kehidupan keagamaan yang didapatkan masyarakat dari media. Situs-situs web NU perlu terus aktif menyuarakan Islam rahmatan lil ‘alamin agar mereka mendapatkan informasi yang berimbang tentang pemahaman keagamaan.
Situs-situs web NU dan saluran-saluran dakwah yang diselenggarakan oleh aktivis NU perlu aktif terus bersuara. Mereka perlu menyuarakan Islam rahmatan lil ‘alamin sebagaimana inti gerakan dakwah NU. Aktifnya suara dari NU ini akan mampu membendung arus radikalisme dan fanatisme.
Umat perlu diberi alternatif beragama yang inklusif agar mereka mampu menerapkan keagamaan dan keberagamaan di tengah masyarakat yang plural. Suara Islam rahmatan lil ‘alamin itu juga sangat penting sebagai arus tandingan media dakwah konservatif. Sebagai arus tandingan dan media alternatif yang akan menjadi arus utama, NU perlu menguatkan basis kekuatan yang mendukung gerakan dakwah ini.
NU dapat menggandeng akademisi dan praktisi yang berjejaring di bawah universitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka dapat menjadi content creator yang akan terus menyuarakan Islam rahmatan lil ‘alamin. Menguatkan basis dakwah di era digital ini akan menjadi ciri Revolusi digital di abad kedua. Abad di mana NU akan ditantang oleh hal-hal baru yang tak kalah pelik dibandingkan dengan abad pertama.
Ketiga, NU dan dakwah virtual. Seperti kita ketahui, media dakwah NU saat ini masih terkesan kaku dan berat, padahal disatu sisi media sangat penting sebagai bagian dari instrumen dakwah. Untuk itu, perhatian khusus pada mobilitas dakwah virtual mendesak untuk dilakukan oleh NU dalam memperluas ranah dakwahnya, agar lebih diterima masyarakat, NU perlu memperluas ranah dakwahnya.
Sebagai contoh, kenapa alasan ustadz-ustadz artis bisa lebih diterima di masyarakat, karena mereka menggunakan media-media populer yang mudah dijangkau. Saran saya, NU perlu membuat tim dakwah multimedia yang kemudian diunggah di media sosial. Selanjutnya, harus bisa mengoptimalkan website resmi Nahdlatul Ulama (NU Online), baik updating maupun upgrading untuk kegiatan dakwah dan keorganisasian. Namun, saya tetap memberi penekanan bahwa kerja media yang dilakukan NU harus tetap difungsikan sebagai media verifikator atas isu-isu provokasi yang dihadapi oleh NU.
Keempat, NU dan perpustakaan digital. Terkhusus di bidang pendidikan, saya melihat NU dalam hal berbagai dokumen, data, dan informasi banyak tersebar dimana-mana, tak terdokumentasi dengan baik. Misal, dokumentasi tentang sejarah detil organisasi NU di perpustakaan NU sendiri sangat sulit dicari.
Seperti kita ketahui, perpustakaan digital dan elektronik saat ini semakin penting membantu mahasiswa menyelesaikan tugas akhir, apalagi Kemdiknas segera memberlakukan syarat kelulusan bagi mahasiswa adalah karyanya terpublikasikan dalam jurnal ilmiah elektronik. Inilah salah satu tantangan NU yang dialami dalam misi jihad digital NU.
Sebab, yang dihadapi saat ini adalah generasi yang berbeda dengan dulu. Generasi milennial cenderung suka yang praktis-praktis. Selain itu, minat membaca secara konvensional menurun dan lebih suka membaca secara instan. Mereka menjadikan media sosial sebagai alat komunikasi dan pusat informasi.
Kritik tajam juga tak luput disampaikan kepada generasi muda NU yang kian aliterasi. Kurangnya membaca buku dan mandiri menelusuri kebenaran suatu wacana adalah sumber dari termakannya generasi muda akan hoaks. Kelengahan-kelengahan inilah yang dimanfaatkan para penebar hoax untuk membuat informasi abal-abal.
NU wajib melawan perkara serius itu. NU punya peluang untuk berdakwah melalui celah-celah itu. Sebagai contoh ketika akan dibuat film Sang Kiai sutradaranya Rako Prijanto kesulitan mencari data sejarahnya. Oleh karena itu, NU segera melakukan pendokumentasian terhadap arsip-arsip yang dimiliki termasuk pemikiran tokoh-tokoh dan karya intelektual NU.
NU harus memperbaharui seluruh perpustakaannya minimal di perguruan tinggi NU menjadi perpustakaan digital, seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi. Saya berharap perpustakaan-perpustakaan NU bisa menjadi perpustakaan yang maju, tempat berbagai pihak mengakses ilmu pengetahuan dan data dengan lengkap, mudah dan cepat, termasuk informasi tentang NU sendiri.
Penulis berharap revolusi digital yang telah dilakukan oleh NU dapat mewarnai pertarungan era digital untuk masyarakat. Menurut penulis, NU adalah ormas keagamaan yang sangat luar biasa, ada 90 juta Nahdliyin.
Kalau semua menggunakan aplikasi NU mobile ini, dampak positifnya akan sangat terasa. Selain itu, saya yakin dan optimistis PBNU dengan NU Mobile-nya dapat membantu pemerintah dalam meng-counter seluruh konten negatif terutama pornografi yang ada di media sosial saat ini.
Penulis adalah penganggit buku “Politik Zaman Now”, Tenaga Ahli DPRD Provinsi Banten.
Sumber : NU Online