Para Tokoh Agama R20 Makan Malam di Keraton Yogyakarta, Jantung Kebudayaan Jawa
Yogyakarta, NU Online – Alunan gamelan terdengar menyambut kedatangan delegasi Forum Agama G20 (Forum R20) di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada Jumat (4/11/2022) malam. Kehadiran mereka di kerajaan yang masih eksis dan aktif sampai sekarang itu guna memenuhi undangan makan malam dari Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf yang memimpin rombongan langsung disambut oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, putri pertama dari Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Rombongan berangkat dari penginapan di Hotel Hyatt Regency di Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta sekitar pukul 18.30 WIB. Mereka berangkat usai menuntaskan sesi pleno pertama. Rombongan tiba di Keraton Yogyakarta sekitar pukul 19.00 WIB.
Para pemimpin agama dari berbagai negara itu langsung diarahkan untuk mengambil posisi di Bangsal Sri Manganti. Tampak di tengah, GKR Mangkubumi diapit oleh Gus Yahya di sebelah kiri dan Syekh Abdurrahman al-Khayyat, Kepala Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) untuk Asia Tenggara dan Australia, di sebelah kanan.
Di samping kiri Gus Yahya, duduk GKR Hayu (putri keempat Sri Sultan Hamengkubuwono), Katib Aam PBNU KH A Said Asrori, dan Waketum PBNU Habib Hilal al-Aidid.
Di samping kanan Syekh al-Khayyat, duduk Katib PBNU H Aunullah A’la Habib dan Plt Bendahara Umum PBNU H Gudfan Arif. Sementara para delegasi duduk melingkar di meja bundar yang disediakan di dalam Bangsal Sri Manganti.
Dari gamelan hinggaTari Bedaya
Mereka tampak asyik menikmati hidangan tradisional Yogyakarta sembari berbincang. Tidak hanya makanan dan minuman, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga menyuguhkan alunan musik gamelan untuk mengiringi makan malam para tamu dari berbagai belahan dunia itu.
Gamelan merupakan instrumen musik yang sudah ditetapkan sebagai Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh UNESCO pada 15 Desember 2021 di Paris, Prancis. Disebut dalam situs web Kemendikbud, bahwa alat musik ini diduga sudah ada di Jawa sejak tahun 404 Masehi. Hal tersebut tampak dari adanya relief Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang menggambarkannya.
Musik gamelan ini juga mengiringi Tari Bedaya Genjong Goling. Saat para penari mulai memasuki Bangsal Sri Manganti, sejumlah delegasi langsung mengambil ponsel dari saku atau tas mereka dan mengabadikannya. Beberapa juga tampak membawa kamera untuk merekam setiap gerak-gerik para penari dan memotretnya.
Tarian Bedaya Genjong Goling, sebagaimana ditulis Sayekti Nyantosani, merupakan salah satu bentuk tari putri istana yang berasal dari Kesultanan Yogyakarta. Tarian ini diciptakan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.
Disebut bedaya genjong goling sebab gending pengiringnya adalah gending genjong goling.Sumber cerita bedaya ini berasal dari babad yang menceritakan percintaan Raden Bondan Kejawan dengan Dyah Retno Rara Kasihan.
Usai pentas tari rampung, para pemimpin agama itu langsung mengambil tempat di pintu gerbang Regol Danapratapa untuk sesi foto bersama. Tampak duduk di tengah GKR Mangkubumi. Di samping kanannya, ada Gus Yahya, GKR Hayu, dan Gudfan. Sedangkan di samping kirinya, duduk Syekh al-Khayyat, Kiai Said Asrori dan Habib Hilal. Sementara para pemimpin agama dunia berjajar di belakangnya.
Sebagaimana disebut akun Twitter Keraton Yogyakarta, Regol Danapratapa terletak di antara Pelataran Sri Manganti dan Kedhaton. Nama Regol Danapratapa berasal dari kata dana bermakna pemberian, dan pratapa berarti keluhuran. Danapratapa bermakna bahwa gemar memberi atau bersedekah merupakan laku tapa atau jalan yang luhur. Danapratapa ini dipugar pada tahun 1928.
Belajar budaya dari jantung peradaban
Dalam sambutannya, Gus Yahya menyampaikan, pihaknya membawa para pembicara Forum R20 dari tokoh-tokoh agama dunia ini ke Yogyakarta dalam rangka memberikan pemahaman, pengalaman, sekaligus perasaan secara langsung di jantung budaya dan peradaban Indonesia.
“Mereka di sini untuk merasakan dan mengerti inisiatif masyarakat negara mayoritas Muslim dan negara dengan budaya luar biasa di sini. Anda sekalian berada di jantung budaya dan peradaban di negara ini,” ujarnya.
Keraton Ngayogyakarta, lanjut Gus Yahya, menempati posisi unik di Indonesia, baik dilihat dari sisi sejarah, maupun dinamika masyarakat Indonesia. “(Keraton Yogyakarta) Mewarnai mentalitas karakter dan keseluruhan jalan hidup bangsa Indonesia untuk 300 tahun,” tuturnya.
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Kerajaan ini masih efektif sebagai institusi politik. Kerajaan ini bergabung dengan negara-bangsa yang baru dideklarasikan, yaitu Indonesia.
Menurut Gus Yahya, hal itu merupakan pengorbanan dan kepercayaan luar biasa. “Republik Indonesia tidak pernah lupa Keraton Yogyakarta untuk kontribusi yang luar biasa untuk bangsa ini,” ujar Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Sementara itu, GKR Mangkubumi mewakili Sri Sultan Hamengkubuwono X mengucapkan selamat datang di pusat peradaban. “Selamat Datang di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sejak Eyang Hamengkubuwono I jadi pusat budaya sebagaimana disebut Gus Yahya,” ujarnya.
Beberapa tahun ini, pihaknya belajar untuk membangun Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Warisan Dunia. “Kita tidak kalah dengan Edinburgh. Kita tidak kalah dengan Kyoto, dan kota lain,” ujarnya bangga.
GKR Mangkubumi menjelaskan, DI Yogyakarta ini adalah pusat budaya yang mencakup juga pusat pembelajaran agama. Ia berharap kehadiran Pemuka Agama pada kesempatan tersebut dapat menumbuhkan toleransi dan perdamaian.
“Mudah-mudahan ke depan agama semakin baik, toleransi semakin tinggi, dan selalu ada kedamaian di hati,” harapnya.
Sebelumnya, ia juga mengaturkan permohonan maaf dari Sri Sultan Hamengkubuwono X yang tidak dapat menghadiri acara jamuan makan malam tersebut.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori