The news is by your side.

Puasa dan Spiritualitas

Srie Muldrianto – Sebagimana dikutip oleh Alhasan bin Abdillah bin Sahl bin Said, yang terkenal dengan panggilan Abu Hilal Al’askari (920 – 1005 M) dalam al-Furuq fi al-Lughah, kata shiyam memiliki arti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan (makan, minum, jimak) dengan dibarengi niat (1). Dalam al qur’an surat al Baqoroh ayat 183 dijelaskan bahwa tujuan berpuasa adalah menjadi taqwa. Oleh karena itu puasa di bulan romadlon hendaknya dimaknai bukan sekedar budaya, kebiasaan tiap tahun, atau tidak makan dan minum serta jimak di siang hari. Makna puasa hendaknya dimaknai juga sebagai menjalankan perintah Allah SWT dan bukti ketaatan pada Allaho SWT.

Dalam setiap niat puasa kita selalu menyertakan “fardlu lillahi ta’ala” inilah tujuan puasa. Puasa secara lahir dapat berdampak pada kesehatan fisik dan secara spiritual dapat lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Oleh karena itu dalam berpuasa, kita harus mengikuti kehendak Allah SWT bukan mengikuti tradisi dan sahwat atau ego kita.

Allah SWT. meminta kita untuk menahan diri dari makan, minum, dan jimak artinya kita diperintahkan untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman, secara logis berarti tingkat konsumsi di bulan romadlon harusnya turun atau tetap. Tapi pada kenyataannya hampir setiap memasuki bulan romadlon terjadi inflasi. Hampir semua kebutuhan pokok naik hingga menyulitkan atau membuat susah kaum papa atau orang yang secara ekonomi belum beruntung.

Romadlon sebagai bulan spiritualitas bukan hanya seremonial belaka tanpa memperhatikan kanan kiri dan lingkungan sekitar. Di bulan suci ini hendaknya kita dapat mensucikan diri, mengurangi atau bahkan mengalahkan ego kita. Kita munculkan sifat-sifat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari, menjadi Rahman dan Rohim bukan malah meminta orang lain menghargai kita dan mengikuti kita tapi kitalah yang harus menghargai orang lain seraya menyadarkan diri kita yang lemah, penuh dosa, dan jauh dari nilai-nilai kebenaran. Sebagai muslim yang taat harus dapat membuktikan diri bahwa berpuasa dilakukan atas perintah Allah SWT.

Spiritual dapat didefinisikan sebagai kesadaran bahwa kita berasal dari Allah SWT dan akan kembali pada Allah SWT. (Inna lillah wa inna ilaihi roojiuun). Kesadaran ini melajimkan kita bahwa kita dengan orang lain dan dengan alam semesta tidaklah terpisah. Bahkan dalam keyakinan yang lebih tinggi saya, anda, dan dia itu tidak ada yang ada hanyalah Alloh SWT. atau dapat juga didefinisikan bahwa kita adalah gradasi dari keberadaan yang Maha Ada, artinya kita ada karena ada yang mengadakan. Seperti adanya sinar karena adanya matahari jadi sumber kita adalah sama.

Bulan puasa hendaknya dibangun atas dua keyakinan di atas sehingga tidak layak bagi kita mempertontonkan kemewahan dan kekuasaan kita kepada orang lain. Budaya Flexing yang kini merebak merupakan budaya yang jauh dari nilai-nilai Ilahiah. Budaya hidup konsumtif bertentangan dengan tujuan puasa. Cinta dunia merupakan awal dari berbagai dosa. Cinta dunia merupakan malapetaka besar bagi manusia oleh karena itu di bulau puasa itu kita berharap dapat melatih diri untuk mengendalikan emosi, ego, cinta diri, dan cinta dunia menuju cinta Ilahi (spiritual).

Dalam berbagai ayat dan riwayat dijelaskan bahwa taqwa memiliki kedekatan dengan kemanusiaan. Taqwa sebagai tujuan puasa dapat dimaknai sebagai kemanusiaan (manusia yang manusiawi). Manusia yang mencintai dunia adalah manusia yang bersifat hewani yang rakus dan tamak yang tak mempedulikan orang lain dan lingkungan sekitar. Bahkan bukan hanya itu manusia dapat lebih sesat dari hewan artinya bukan hanya rakus dan tamak bahkan menganggap manusia lain tidak ada atau harus ditiadakan terbukti banyak manusia yang membunuh demi untuk mengambil yang bukan haknya, membunuh tidak hanya sendiri tapi membunuh dan mengahancurkan jutaan manusia lain melalui korupsi, merusak lingkungan ,peperangan, menebar hoak, dan lain sebagainya.

Puasa sebagai madrasah manusia untuk meningkatkan dan mengasah spiritualitas, agar kita naik kelas menjadi manusia yang memiliki kecerdasan spiritual yang lebih tinggi. Kecerdasan spiritual dapat meningkatkan kecerdasan emosional, dan kecerdasan emosional dapat memberdayakan kecerdasan intelektual. Dinukil dari buku karya Danah Zohar dan Ian Marshal (2007) bahwa tanda kecerdasan spiritual yang telah berkembang adalah kemampuan bersikap fleksibel (adaptif dan aktif), tingkat kesadaran tinggi, kemampuan untuk mengahadapi penderitaan menjadi positif, kualitas hidup yang memiliki visi dan nilai-nilai, berpandangan holistik, kecenderungan untuk dapat memaknai setiap peristiwa mengapa dan bagaimana menyelesaikannya, dan bersikap mandiri (2).

Dalam Islam puasa dapat mengembalikan kita pada fitrah yaitu fitrah Ketuhanan yang pada akhirnya kita bertakbir mengaggungkan Allah SWT dan menjadi manusia Ilahi pada tingkat tertentu. Semoga kita mendapat kemenangan di bulan puasa ini, Aamiin…

Penulis: Srie Muldrianto, Dosen dan aktivis pendidikan di Purwakarta


Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/menelusuri-makna-shaum-shiyam-dan-ramadhan-zt6VK

M. Ian dan Z. Danah (2000), Kecerdasan Spiritual (terjemah), Mizan: Bandung

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.