Rekomendasi Untuk Pesantren Zaman Now
Tangerang Selatan, NU Online
Pesantren adalah solusi,” demikian dipungkasi Ahmad Romzi, penasihat AIS (Arus Informasi Santri) Nusantara dalam diskusi kepesantrenan bertajuk Pesantren Masa Depan: Bedah Formulasi Pesantren yang Adaptif dan Akomodatif bagi Santri Post-Milenial, Ahad (12/11). Acara berlangsung di ruang Aula Serbaguna Pesantren Darus-Sunnah ini merupakan rangkaian penutup dari kegiatan GEMA (Gebyar Mahad Darus-Sunnah) yang dilaksanakan sejak Kamis (9/11).
Sebagai pembuka, H. Zia Ul Haramein, Pengasuh Pesantren Darus-Sunnah, memberi pengantar tentang kesejarahan pesantren yang memiliki pondasi kuat dalam sejarah Islam.
“Pesantren sudah ada sejak masa Rasulullah, dengan salah satu contohnya adalah para sahabat ahlus shuffah yang tinggal di Masjid Nabawi,” terang putra al maghfurlah KH. Ali Mustafa Yaqub ini.
“Pada ahlus shuffah inilah Nabi menjalankan peran sebagai pendidik bagi mereka, dan fungsinya serupa di pesantren sekarang,” lanjut dia.
Gus Zia lebih lanjut menekankan santri di masa kini tetap perlu memerhatikan lifestyle, serta memilah mana yang merupakan budaya dan agama. Dengan tetap berpegang pada teladan Rasulullah, santri diharap dapat menjaga kepribadian saat berbaur di masyarakat.
Lebih detail, Ahmad Romzi, menyampaikan pentingnya memahami pesantren untuk masa depan. Menurutnya, pesantren wajib bertransformasi untuk menyesuaikan zaman yang sangat cepat berkembang. Sosok yang juga menjabat sebagai Direktur Pendidikan Pesantren Al Shighor Cirebon ini menyebutkan perbedaan nilai yang harus dipahami untuk memahami tujuan pesantren di masa kini berdasarkan riset terkini tentang perilaku generasi.
“Generasi milenial yang lahir pasca 80-an perlu membaca arah minat generasi pos milenial yang menjadi digital native dan sangat bergantung pada teknologi dan pendidikan yang interaktif,” ujar pengurus Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) NU ini.
Ciri generasi zaman posmilenial atau yang juga disebut “generasi Z” ini memiliki banyak tuntutan yang sangat berbeda dengan pendahulunya akibat pergeseran budaya akibat perkembangan teknologi. Selain itu dalam beragama, generasi posmilenial ini juga mengharapkan solusi-solusi agama yang instan.
Patut digarisbawahi juga adalah anak-anak zaman sekarang sulit untuk dididik dengan metode ceramah sebagaimana umumnya dilakukan para kiai di pesantren.
“Pendidikan untuk santri mesti harus memerhatikan kebutuhan mereka, serta memberikan pengalaman belajar langsung baik dengan praktek, metode diskusi, maupun menggunakan perangkat audiovisual,” ungkap Gus Romzi. “Santri-santri sekarang perlu diberikan tugas yang lebih bersifat penyelesaian masalah. Metode kelompok yang lebih kecil dengan mentoring akan lebih diminati,” lanjutnya.
Sebagai rekomendasi, Gus Romzi memberikan beberapa pandangan. Pertama adalah melakukan digitalisasi sumber-sumber klasik keislaman di pesantren, disesuaikan dengan minat santri, beserta pengarahan dalam literasi digital.
Selanjutnya, pesantren sekarang diharapkan memililiki visi yang spesifik agar watak ensiklopedik generasi posmilenial bisa diarahkan pada keahlian tertentu yang akan menjadi ciri tersendiri suatu pesantren. Ia mencontohkan Pesantren Darus-Sunnah sebagai contoh pesantren yang spesifik di keilmuan hadits. “Karena orang tua sekarang tidak tunduk patuh saat memondokkan anak pada kiai pesantren, melainkan secara kritis menanyakan visi pesantren,”.
Selanjutnya adalah adalah membentuk pola mendidik santri yang memerhatikan kemampuan personal, bukan menggunakan nilai-nilai angka yang kaku. Kemampuan untuk bertahan hidup, sebut Gus Romzi, lebih penting untuk menjadi bekal santri dalam berkolaborasi.
“Guru-guru di pesantren harus lebih terbuka menerima kritik dari santri-santri generasi sekarang yang penuh keingintahuan dan tidak mudah didogma. Meskipun kitab klasik menyebutkan dengan jelas adab seorang murid terhadp guru, tapi model santri sekarang sudah berani menginterupsi kiai, serta tidak bisa santri seperti ini dihukumi sebagai pribadi yang tidak beretika,” ujarnya.
Selain forum diskusi di atas, GEMA (Gebyar Festival Ma’had) Darus-Sunnah adalah even tahunan yang diadakan oleh Pesantren Darus-Sunnah. Kegiatan ini telah memasuki tahun kedua, meliputi berbagai perlombaan seperti futsal, Musabaqah Qiraatil Kitab, debat bahasa Arab, yang menjadi media silaturahim antar pesantren mahasiswa di Ciputat dan sekitarnya. (Muhammad Iqbal Syauqi/Kendi Setiawan)
Sumber : NU Online