Shiratal Mustaqim di Dunia
Selesai hingar bingar perhelatan pergantian tahun.
Kegembiraan semuanya usai, dan kita kembali pada keadaan normal.
Apa yang menjadi langkah selanjutnya ?
Apa persiapan kita menghadapi hidup yang dipaksakan oleh waktu menginjak awal tahun yang baru ?
Hidup kita semua ada dalam hentakan paksaan waktu, paksaan takdir, dalam bayangan menuju akhir waktu kita sendiri, yang kian semakin dekat kita datangi, dan tak kita sadari, waktu kita berjalan ke arah sana.
Dengan pergantian waktu ini, kita sedang meniti akhir hidup kita, kita sedang meniti jembatan panjang Shiratal Mustaqim kita di dunia, untuk mengetahui kepantasan kita, kepatutan kita.
Yaa, apakah kita ini bakal pantas, menjadi calon penghuni Surga, atau calon penghuni Neraka.
Karena dua pilihan itu, sebetulnya tengah kita buat sendiri di sini, di alam dunia, saat kesempatan hidup kita ada.
Dan kitapun tahu, sadar diri, tempat kita nanti di alam “kelanggengan” alam yang panjang dalam menunggu masa Hisab, untuk mendapatkan hak nya, apakah masuk surga atau neraka nya, sebetulnya telah kita tentukan, pada saat kita hidup di dunia ini.
Beberapa ahli tasawuf yang memiliki kepekaan batin, mereka yang hidup di alam dunia, sebenarnya tengah meniti takdirnya untuk kehidupan di alam lain, alam setelah kehidupan, yakni alam barzah, di alam akheratnya.
Surga, dan Neraka, ternyata saat di dunia itu kita yang tentukan.
Jangan dulu berpikir mudah, bahwa akan ada kasih sayang Allah, atau karunia Allah yang akan membantu kita…
Jika kita berpikir seperti ini, kita layaknya anak kecil, yang ketika salah, maka orang tuanya otomatis membela…hingga si anak terus saja melakukan kesalahan-kesalahannya, tanpa ia mengerti, bahwa perbuatan-perbuatannya telah menyakitkan banyak manusia lainnya, dan telah merusak tatanan kehidupan.
Maka di alam dunia inilah sebenarnya kita tengah meniti jembatan yang di sebut Shiratal Mustaqim itu.
Sebuah jembatan dari Titian rambut dibelah tujuh, yang tajamnya bisa menyayat kaki, dan hanya orang yang beriman yang dapat secepat kilat melampaui itu, karena ia tahu, saat di dunia ia telah benar-benar menjaga dirinya, menjaga amal ibadahnya, memberi kebermanfaat hidupnya, dan beramal Soleh sebanyaknya, sebagai bekal yang ia tahu, harus ia kumpulkan, dan bekal itu ia kerjakan selama ia hidup di dunia… subhanallah!
Maka pantas banyak orang mati, ia ingin kembali mendapatkan kesempatan hidup walau sebentar, hanya untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan yang tidak ia lakukan saat masih hidupnya.
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Orang-orang yang sudah mati terkurung dalam kuburnya menyesali apa yang telah mereka perbuat secara berlebihan. Sedangkan orang-orang yang masih hidup saling bertarung memperebutkan apa yang disesali oleh penghuni kubur. Sungguh mereka (orang yang sudah mati) tidak akan kembali mengulang (seperti) mereka (orang yang masih hidup). Dan (sayangnya) mereka (orang yang masih hidup) tidak mengambil pelajaran dari mereka (orang yang sudah mati).”
“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al Mukminun: 99-100).
Maka janganlah kita memiliki penyesalan perbuatan, amalan semasa hidup, yang dirasa tak mencukupi sebagai bekal kita, setelah kematian kita terjadi.
Hidup telah kita lewati, pesona dunia, baik tahta, harta dan wanita, telah menyilaukan sebagian kita, hingga lupa saat berjaya untuk menginggat kematian, melakukan amal Soleh, dan banyak berbuat kebajikan, dan bahkan banyaknya lupa pada hal tersebut, yang ada ia semakin gila dunia, gila harta, bahkan gila wanita.
Maka penyesalanlah yang akan terjadi !
Hidupnya sesaat ketika di Dunia, bagai tak menyisakan harta berharga untuk ia bawa sebagai bekalnya di akhirat.
Maka orang seperti inilah yang telah di gelincirkan oleh jembatan
Shiratal Mustaqim saat ia di Dunia…bukan di akhirat kelak.
Ciri orang lupa pada kehidupan di akhirat pada saat di dunia bisa terlihat dari keadaannya yang suka menipu dirinya, berkedok kepalsuan, sok suci, dan jauh dari kata hatinya, penampilannya tak sama dengan perbuatannya. Dan orang yang lupa ini, ia sibuk urusan duniawinya, bangga dengan status sosialnya, dan terkalahkan akheratnya bahkan, oleh urusan gila hormat, dan pangkat, bahkan gila jabatan… Masyaallah.
Lalu apakah kita mampu meniti Shiratal Mustaqim dunia ini ?
Insyaallah mampu, asal pegang ucapan dan harapannya Nabi kita Muhammad SAW, bahwa manusia yang paling baik itu, adalah manusia yang dapat memberi kebermanfaatan dirinya untuk banyak orang.
Alhamdulillah, semoga bermanfaat.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn
Ketua LTN NU Kabupaten Bandung