Soal Tuduhan Syirik terhadap Tradisi Sedekah Laut

Sejumlah pihak menyayangkan terhadap kasus perusakan beberapa properti dalam persiapan tradisi sedekah laut di Pantai Baru, Bantul oleh sekelompok orang. Sambil mengobrak-abrik lokasi, Jumat (12/10) malam, sekelompok orang itu mengatakan bahwa tradisi sedekah laut syirik dan bertentangan dengan agama.
Terkait tuduhan tersebut, Ketua Lesbumi PBNU 2010-2015 Zastrouw Al-Ngatawi menegaskan bahwa pernyataan kemusyrikan berbalut budaya merupakan cara pandang yang distortif dan simplistis.
“Ini bentuk pemelintiran ajaran dan nilai dalam kebudayaan. Karena banyak nilai-nilai religius dan ajaran tauhid yang ada di balik kebudayaan dan tradisi,” ujar Zastrouw kepada NU Online, Senin (15/10).
Pimpinan Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur tersebut coba mengorelasikan dengan unsur kehidupan lain. Karena menurutnya, justru sumber kemusyrikan itu ada pada budaya kapitalisme.
“Banyak orang yang jadi musyrik karena uang, banyak yang jadi murtad karena materi. Berapa banyak orang yang sekarang menuhankan harta dan jabatan,” jelasnya.
Tapi, menurut Zastrouw, mengapa mereka justru menutup mata pada hal-hal tersebut yang jelas menyebabkan kemusyrikan.
“Kalau memang mereka mau jaga akidah dan melawan kemusyrikan, mestinya mereka merusak uang dan jabatan yang sudah jelas-jelas bikin musyrik,” tegasnya.
Jadi slogan itu (kesyirikan berbalut budaya), kata Zastrouw, jelas bentuk kemunafikan dan pengalihan perhatian. Menurutnya, mereka malah sibuk dengan uang dan jabatan yang jelas-jelas mejadi sumber kemusyrikan.
“Dan menjadikan tradisi dan budaya sebagai kambing hitam untuk dipersekusi. Dengan cara ini, mereka bisa menyembunyikan wajah dan ambisi mereka yang culas,” ungkapnya.
Menurut keterangan warga sekitar Pantai Baru, kelompok yang melakukan perusakan tersebut sempat memasang sebuah spanduk di sekitar lokasi. Spanduk itu bertuliskan ‘Kami menolak semua kesyirikan berbalut budaya, sedekah laut atau selainnya’. (Fathoni)
sumber : NU Online
Artikel terkait lainnya :
Perusakan Sedekah Laut di Bantul Cederai Akhlak Orang Beragama
Jakarta, NU Online
Pegiat budaya Zastrouw Al-Ngatawi menyatakan bahwa perusakan perlengkapan upacara tradisi sedekah laut di Pantai Baru, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) oleh sekelompok orang merupakan tindakan tak beradab dan tak bermoral.
“Itu mencederai akhlak orang beragama dan pendangkalan terhadap ajaran dan nilai-nilai agama,” tegas Zastrouw kepada NU Online, Sabtu (14/10) di Jakarta.
Menurut Pimpinan Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur ini, klaim bahwa upacara tradisional itu syirik adalah menunjukkan pandangan agama yang picik.
“Sikap-seperti ini merupakan benih-benih radikalisme dan tindakan intoleran,” jelas Dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta ini.
Pria yang lekat dengan blangkonnya ini mengemukakan, terbukti secara historis dan faktual, budaya menjadi instrumen dan metode efektif untuk penyebaran, pendidikan, dan pengamalan agama.
“Jika tradisi dan kebudayaan dirusak, maka agama akan menjadi kering, keras, dan kehilangan dimensi estetik dan tidak manusiawi. Jika sudah demikian, agama akan semakin jauh dari realitas sosial. Dan agama yang seperti ini hanya bisa diamalkan oleh malaikat,” urai Zastrouw.
Ia mengungkapkan, agama apa pun tak akan bisa menarik simpati manusia bila diajarkan dengan kekerasan dan kebencian. Sikap seperti itu justru membuat orang bersikap menjauh dan antipati terhadap agama.
“Kebanyakan hidayah mudah turun dalam suasana hati yang ikhlas, tenang, dan lembut. Bukan pada hati yang keras, penuh dendam, dan kebencian,” tandasnya.
Acara sedekah laut di Pantai Baru, Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul batal digelar setelah sekelompok orang merusak properti di lokasi acara Jumat (12/10) malam. Perusakan itu dilakukan karena sedekah laut dianggap bermuatan unsur syirik.
Menurut keterangan warga setempat, pukul setengah 12 malam ada sekitar 50 orang datang dengan sejumlah motor, dua mobil, dan ada satu mobil ambulan. Selanjutnya melakukan perusakan dimaksud.
Meski mengalami perusakan, sejak pagi hari warga yang tinggal di pesisir Pantai Baru sibuk menata makanan yang terdiri dari ayam suwir, lalapan dan nasi gurih ke dalam sebuah pincuk berwarna putih yang disebut takir. Selanjutnya, makanan yang diwadahi takir itu langsung dibagi-bagikan kepada warga dan pengunjung pantai tersebut.
Hingga saat ini, tindak perusakan tersebut masih dalam penanganan Polres Bantul. Polisi telah memintai keterangan dari sembilan orang.
Polisi juga turut menyita beberapa barang bukti yang menguatkan adanya perusakan di Pantai Baru, bahkan ada satu spanduk yang disita. Mengenai spanduk, Kapolres Bantul AKBP Sahat Marisi Hasibuan membenarkan bahwa spanduk yang disita bertuliskan penolakan kesyirikan berbalut budaya. (Fathoni)
Sumber : NU Online