Ulama Zaman Now dalam Putaran PILGUB Jabar
R Kurnia P. Kusumah
Para Ulama Zaman Now senang mengutip hadits nabi “Ada dua golongan di antara umat manusia yang apabila keduanya baik maka akan baiklah seluruh manusia, dan apabila kedua golongan itu rusak maka rusaklah seluruh manusia, yaitu ulama dan umara”, hadits ini seakan-akan menjadi mantra ampuh demi meraih simpati politisi yang tengah ikut kontes Pilgub Jawa Barat, 2018.
Bak-gayung bersambut, mereka yang tampil jadi calon umaro; Ridwan Kamil, Dedy Mulyadi, Dedy Mizwar, Mayjen Sudrajat, dll, menangkap itu seakan-akan sebagai panggilan moral, namun dibalik itu lebih dilihat sebagai prospek pendulangan suara kalangan Islam. Entitas Islam merupakan lumbung suara yang paling menjanjikan.
Efek demo 212 di Jakarta, gaungnya keseluruh pelosok negeri, termasuk ke Jawa Barat. Islam di tatar sunda-pun terpecah atas dua kelompok, bahkan lebih tegas; yang pro dan kontra. Mungkin karena jarak yang dekat, dan pengaruh medsos, sampai hari ini baunya masih terasa.
Mereka yang pro terdiri dari 3 kelompok; 1, Ingin mendirikan negara Khilafah, menolak Pancasila dan NKRI, 2, Tidak senang kepada Jokowi, dan ingin menjatuhkannya karena punya target kekuasaan, 3, Tidak senang dengan orang cina dan kristen.
Sementara lawannya, yang kontra adalah mereka; 1, Menolak ide negara khilafah, 2, Mendukung pemerintahan Jokowi, 3 Mengusung panji-panji kebhinekaan, Pancasila dan cinta tanah air. Kedua kelompok Islam ini masih terus saling “bertegur-sapa” mengisi ruang-ruang publik.
Ridwan Kamil memilih kelompok yang kontra. Dia menyatakan, umat Islam tidak perlu hadir dalam acara reuni 212. Artinya, sikap Ridwan Kamil tegas; menolak khilafah, mendukung Jokowi, pro-Pancasila dan cinta tanah air, dan sudah barang tentu berani ambil resiko tidak dipilih simpatisan 212.
Menarik manuver Dedy Mulyadi, mengambil langkah rantang-runtung dengan ikon 212, KH Ma’ruf Amin, padahal dia adalah seteru ikon 212 yang lain, Habib Rizieq; ingat kasus “campuracun”? Pelecehan itu untuk Dedy Mulyadi atau orang Sunda?
Sementara calon lain tidak menunjukan sikap yang tegas, mungkin mereka akan mengikuti irama partai pengusungnya.
Meminjam kategorisasi jenaka tapi mengena sahabat Syahrul Arubusman, aktivis PMII Jakarta, para Ulama Zaman Now terbagi atas 3 kelompok; 1, Ulama Merpati, 2, Ulama Pedati, 3, Ulama Sejati.
Pertama, ulama merpati, mereka yang “terbang” kesana-kemari mencari calon yang bisa diambil sesuatu untuk dibawa pulang.
Kedua, ulama pedati, mereka yang kerjanya sorong-sorong calon, jika menang kelak berharap jadi mitranya di pemerintahan.
Ketiga, ulama sejati, mereka yang diam tidak peduli dengan hiruk pikuk sekeliling, termasuk pilgub/pilpres atau apapun yang berbau politik semata-mata fokus mengurus santri di pondok.
Tidak berlebihan, jika dikatakan kegaduhan di ruang publik adalah mereka yang terkategori pertama dan kedua. Ulama jenis “merpati” ini biasanya ulama selebritis; mereka rantang-runtung bareng si calon, selfy bareng, wawancara tv, berusaha meyakinkan publik.
Sedangkan ulama jenis “pedati” lebih bersifat menunggu para calon yang datang, untuk kemudian disorong dalam pernyataan dukungan. Siapapun yang datang tidak ada yang ditolak. Hari ini dukung calon itu, besok yang ini.
Sebenarnya kedua kelompok itu sering bekerja sama dalam pengerahan massa; ulama pedati berfungsi sebagai “distributor”, penyuplai massa, sementara ulama merpati mengolah isu-isu gerakan untuk konsumsi media demi kemenangan calon yang didukung. Hasilnya menyuguhkan prospek perolehan suara; biasanya dalam bentuk tabligh akbar, atau pengajian.
Sementara, ulama sejati adalah mereka yang tidak berharap sesuatu apapun dari para calon. Mereka ulama sejati yang sesungguhnya. Tidak ambil pusing dengan politik; hanya bergantung kepada Allah Swt dalam hal penghidupan dunia. Jumlah mereka sedikit, tersebar di beberapa daerah yang tersembunyi. Mereka seperti mutiara yang bernilai tinggi.
Apakah konfigurasi politik pilgub DKI 2017, kemarin akan konkruen dengan pilgub Jabar 2018? Maksudnya, jika pro-212 kemarin menang di DKI, akan menang pula di Jabar? Tidak pasti, hasil polling masih menempatkan Ridwan Kamil diposisi teratas. Melihat geo-politik yang berbeda, saya kira akan beda pula hasilnya. Lagipula Ridwan Kamil tidak seceroboh Ahok kan?
Wallihualam Bisshowwab