WANITA DALAM EMANSIPASI DAN KENISCAYAAN
Perempuan itu ibarat rahim, yang darinya lahir berbagai peradaban di belahan dunia.
Perempuan mendapatkan perhatian serius terkait posisi yang diberikan oleh agama Islam,dimana Term perempuan disinggung sebanyak 57 kali dalam alQur’an,sebanding dengan penggunaan kata ar-rajuul (lelaki).
Dahulu, mayoritas perempuan hanya diyakini dan meyakini dirinya tak lebih dari sekadar objek semata, yang dilahirkan hanya untuk melahirkan, yang perannya cukup dibatasi di seputaran dapur,sumur dan kasur.
Domestifikasi perempuan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya paternalistik yang membosankan. Berbagai ranah publik hampir sepenuhnya ditempati laki laki. Padahal, perempuan juga mampu meluhurkan jatidirinya untuk mencerna pengetahuan akademik.
Masa yang paling pelik bagi kaum perempuan ialah masa Jahiliyah, masa dimana perempuan menjadi korban stereotype dari sekelompok entitas yang belum begitu mengenyam hakikat peradaban.
Sering kita dengar bahwa, dahulu sebelum Rasul SAW membawa risalah, kaum perempuan seringkali mendapat perlakuan yang abnorma. Dikucilkan, direndahkan, dikerdilkan, hanya dijadikan budak nafsu semata, dinikahi laki-laki tanpa batas angka, dengan sebab perempuan tak mampu menyumbang peran untuk kemajuan perekonomian, dan dianggap menjadi fitnah yang mendatangkan beban.
Kemudian Rasul SAW hadir mengangkat martabat wanita lewat misi risalah yang suci. Hingga beliau menuturkan bahwa pada satu keadaan, wanita bisa menjadi permata yang nilainya mengungguli seisi dunia lewat hadits ..
الدنيا متاع وخير متاعها المرأة الصالحة
” Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita shalihah”.
Bahkan, jika kita sering mendengar ada orang yang sengaja membunuh dirinya atas nama jihad supaya bisa meraih 70 bidadari surga, sungguh ia terlambat membuka mata bahwa wanita shalehah dari dunia yang kelak masuk surga lebih utama dibanding ribuan bidadari yang tidak pernah hidup di dunia.
Dan Sayyidatina A’isyah r.a menuturkan sebab-sebab nya dalam Mukhtashar Al Qurthubi :
وكانت عائشة رضي الله عنها تقول إذا قالت الحور العين هذه المقالة أجابهن المؤمنات من نساء أهل الدنيا نحن المصليات وما صليتن ونحن الصائمات وما صمتن ونحن المتوضئات وما توضأتن ونحن المتصدقات وما تصدقتن قالت عائشة فغلبهن والله. (مختصر تذكرة القرطبى)
Yang intinya , wanita-wanita dunia senantiasa mengerjakan shalat, puasa, sedekah, dan ibadah lainnya. Sedangkan bidadari surga tidak pernah menjalankan titah yang serupa.
Saat ini, buah dari emansipasi yang disabdakan Rasulullah membuncahkan jangkauan yang lebih luas. Hampir di setiap kursi wanita mendapatkan posisi. Dari mulai pengusaha, guru, petani hingga birokrasi. Hal ini tentu menjadi tantangan lain lagi, dimana setinggi-tingginya wanita menopang pangkat, dia tidak diperbolehkan melupakan tabi’at. Di kantor, wanita boleh saja jadi manajer yang bisa menunjuk-nunjuk karyawan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Namun di hadapan suami, dia tetap seorang istri yang wajib berbakti, merendah meski suami bukan apa-apa. Di hadapan anak, dia tetap seorang Ibu yang dituntut bersikap dewasa dan bijaksana demi membentuk pribadi yang mulia dan bersahaja.
Emansipasi tidak semestinya dimaknai dengan sebelah mata,yang justru menjerumuskan perempuan untuk memarjinalkan keniscayaan laki laki.
Bagaimanapun juga, perempuan terlahir dengan hakikat sifat basyariyah yang Lutfah ( lembut ) dan Burudah ( dingin ),berbeda dengan lelaki yang dibekali sifat Hararah ( panas ) dan Yabusyah ( kering ). Yang oleh karenanya, hakikat formasi antara perempuan dan laki-laki di lingkup sosial tetaplah bermuara pada Firman Allah الرجال قوامون على النساء
Sebab, emansipasi yang dibawa Rasul bukan untuk mengantarkan wanita “menggilai” berbagai kedudukan duniawi, melainkan menjadi kesempatan bagi para wanita agar mampu meyulam usia dengan tenang guna mengumpulkan bekal perjalanan ukhrawi.
Penulis:
Zahro Diniyah