Agama Itu Perilaku, Kita Jaga Marwahnya
LTN NU Jabar, Bambang Melga Suprayogi M.Sn.,
Agama itu Ahlaq
Agama itu Perilaku
Maka turunnya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi, adalah untuk membenahi ahlaq, dan menuntun pada perilaku teladan, yang beliaunya contohkan untuk umatnya, agar umat meniru, menduplikasi, mencontoh Nabi dalam berbagai hal.
Beragama adalah menjadikan seseorang menjadi terang benderang hatinya, tak bisa dipungkiri, di umat ini, banyak diantaranya faham tentang agama, tapi hatinya masih buta, ia tak mau mendengar, bahkan merasa paling benar, dan maunya didengar, tak mau diluruskan apalagi disalahkan.
Maka wajar Allah mengecam manusia seperti ini, walau ia sholat, ia zakat, dan berpuasa, tapi ia termasuk manusia lalai, yang celaka sholatnya !
Mengapa ?
Karena sholatnya tak membekas pada pola perilakunya.
Sholatnya hanya lipstik !
Dan Sholatnya pun tak sampai menyentuh hatinya, bahkan perilaku ia setelah sholatpun, tak menunjukan tanda-tanda bagaimana Nabi berperilaku.
Jika Nabinya berbicara dengan lemah lembut, ia, si manusia tersebut, malah berbicara keras, tak mau mendengar, dan suka menyakiti hati manusia lainnya, lewat kata-katanya yang tajam, bak pisau bedah.
Jika Nabinya banyak memberi, membantu, hingga hidupnya, hartanya Nabi habis untuk perjuangan di jalan Allah, ia, si manusia tersebut, malah menguras harta umat, mengambil sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi, memperkaya diri sendiri, dan sangat terlihat hedonisnya, bermewah-mewah, mengumbar nafsu duniawinya, dibalik topeng keagamaan yang ia pakai, dan itu, jauh dari kehidupan Nabi yang suka menganjal perutnya karena menahan lapar, dan menjauhi duniawi.
Jika Nabinya beristri, dengan mengambil istri dari para janda tua, yang ia nikahi untuk menjamin kehidupan mereka agar mereka tak kepayahan dalam menopang hidupnya, ia, si manusia tersebut, malah memilih para gadis cantik, beristri dengan maksimal, dan itupun masih kurang, sehingga satu ia ceraikan, untuk menikahi wanita yang ia minati, dan itu, ia beranggapan, mempertahankan hitungan yang ia anggap sesuai ketentuan Agama, dan ia anggap mencontoh Nabinya.
Hal-hal seperti Ini seringkali membuat kita miris, Agama di jadikan kedok, hanya untuk memberi peluang pada nafsunya sehingga jadi pemenang.
Bahkan akhir-akhir ini, sampai ada pelatihannya…
Bagaimana sukses berpoligami !
Sukses memiliki 4 istri, bukan sukses membina rumah tangga yang sakinah, mawadah warohmah.
Kasus demi kasus mereka yang memanfaatkan Agama bermunculan.
Allah tampakan bagaimana Agamanya di salahgunakan oleh kalangan umat yang mampu memperdaya saudaranya.
Dimulai dari travel Umroh dan Haji, first Travel yang menghebohkan, dengan pemilik Andika dan istrinya beserta Kiki Hasibuan yang merupakan adik Anniesa Hasibuan yang menipu mentah-mentah sekitar 58.682 calon jemaah, lalu di ikuti dengan kasus travel umroh lainnya yang banyak memakan korban penipuan.
Lalu investasi syariah yang juga memakan banyak korban dari umat kita.
Belum lagi kasus shodakoh yang dipaksakan dengan menodong umat diatas panggung, untuk memberikan seluruh hartanya, mempreteli sampai ludes, baik yang sedang dipakai, dan isi dompet yang ia bawa, sampai perjanjian mendermakan uang, dengan tentunya, akan menguras isi tabungannya, dengan dalih, itu akan di ganti 10 sampai 100 kali dari apa yang ia berikan.
Lagi lagi umat terkelabui.
Belum lama ini kasus ACT telah membuka mata kita, bagaimana dana infak, zakat, shodakoh umat, betul-betul bisa di eksploitasi, dan digunakan tidak sesuai dengan harapan umat.
Penyalahgunaan sangat mencolok mata.
Pemerintah hanya mengambil sikap setengah hati.
Padahal di lapangan banyak institusi semacam ini yang bergerak di lahan basah yang sama, yang juga harus di cross cek dana pemanfaatannya.
Belum juga itu selesai, Allah tampakan kembali kebejadan lainnya, korban santriwati maupun satriwan, berjatuhan di berbagai daerah di beberapa pesantren, dan rumah Tahfiz yang sangat kuat simbol keagamaannya di sana.
Bagaimana ini bisa terjadi ?
Iman kita, iman para ustad, ulama kita ternyata masih condong ke nafsu, baik duniawi, maupun sahwatnya.
Kita harusnya malu pada Allah yang maha melihat.
Namun kita tak punya malu karena merasa Allah tak melihat kita !
Lalu bagaimana kita melihat manusia salah kaprah yang berkedok agama itu, dan suka memperdaya umat ?
Kita harus tahu terlebih dahulu, bagaimana Pola perilaku Nabi kita yang ia teladankan, untuk menjadi contoh pada kita umatnya.
Dan untuk mengambil mudahnya, dalam melihat penyimpangan umat, atau Ulama yang berkedok agama, mudah sekali bagi kita Umat Nabi !
Sehebat apapun ia berkata, dan mendakwahkan agama, serta menjual produknya, kita yang selalu menjaga marwah agama kita, harus selalu waspada !
Untuk si manusia lalai yang Allah kecam, karena sholatnya belum sampai hatinya, dan perilakunya mencontoh iblis, sehingga ia selalu merasa paling benar, dan dialah penunjuk pintu surga, maka kita akan melihat hidupnya, pola perilakunya, kebalikan dari apa yang Nabi contohkan.
Itu terlihat dari ia jauh dari perilaku Nabi yang sebenarnya.
Karena pandainya ia memikat hati umat Nabi yang banyaknya polos, dan selalu berbaik sangka.
Maka berhati-hatilah dengan mulut manisnya !
Maka berhati-hatilah dengan bujuk rayunya.
Berhati hatilah pada apa yang ia jual !
Dan berhati-hatilah dengan kedekatan kita !
Sudah banyak cara para penipu menggunakan kedok kefasihannya dalam berpenampilan, berbahasa, dan akhirnya merugikan umat, setelah umat merasakan sendiri, ia tertipu bujuk rayu, sosok yang ia anggap berlevel dewa, sebagai Khyai andal, ataupun Ustad beken, ternyata tak menjadi jaminan, penipu tetap penipu, dan kitalah yang mengalami kerugian dan apesnya.
Jika kita dekat, dan malah menjadi jamaahnya, bahkan kita sampai fanatik buta padanya, karena ia, kita anggap sebagai juru selamat kita, hancurlah iman kita pada Allah, hancurlah otak waras kita, kita menjadi ATM berjalannya, dan… kita dijadikan buta, tak mampu melihat kebenaran yang nyata, dan realistis.
Maka kembali pada Agama adalah penuntun kita, untuk dapat berahlaq mulia, dan bisa menyelamatkan kita di dunia dan akhiratnya dari jebakan Iblis, maka, beragama lah kita sebagai umat Nabi, dengan beragama yang cerdas, kritis, dan terus belajar memahami, dan mendalami contoh mulia Nabi kita.
Jadikan kasus-kasus berkedok agama, yang banyak terjadi dalam dekade ini, sebagai ilmu, pegangan bagi kita, yang bisa mendewasakan pemahaman keagamaan kita, untuk menjadi umat yang tak gampang ditipu daya oleh mereka yang berkedok agama.
Yaa… ini sebagai salah satu cambuk, bahwa kita sebagai umat itu, harus pintar, dan tidak bisa dibodohi lagi oleh oknum yang akan menjatuhkan marwah agama kita yang agung ini.
Membuka lembaran baru di tahun baru Islam ini…
Mari kita menjadi umat yang kritis, cerdas, dan banyak bertanya untuk hal-hal yang tak pantas, yang mungkin dilakukan para pemimpin kita, khususnya calon oknum yang akan membuat agama kita mendapat stigma negatif dari seluruh umat manusia di dunia.
Sekali lagi umat harus kritis, jika umat kritis, para oknum berkedok agama pun akan ketakutan, dan mengurungkan niat buruknya, untuk menipu umat insyaallah.
Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn.