Al Qur’an Menelanjangi Ego Manusia
LTN NU Jabar, Bambang Melga Suprayogi M.Sn – Al-Qur’an sebagai kitab yang menjadi pedoman bagi umat Islam, menuntun kita pada jalan kebenaran yang akan menyelamatkan diri kita, baik selagi hidup di dunia, maupun derajatnya.
Lalu bagaimana menjadikan kita luhur dalam mencapai derajat kemanusiaan kita ?
Kita sadar Al Qur’an itu petunjuk.
Namun petunjuk yang ada, dan sudah mencahayai berbagai generasi yang terselamatkan, abai kita ikuti.
Manusia mengedepankan hawa nafsunya.
Al Qur’an banyak ditinggalkan.
Fungsinya hanya sebagai kitab pajangan.
Di taruh di rak buku, dan lemari pajang…
Sedangkan untuk mau membaca serta membuka isinya, sehingga bisa dicermati, dihayati, merupakan kejadian yang sangat langka, apalagi untuk di amalkan.
Maka dengan adanya hal seperti ini, degradasi penurunan kwalitas moral, minimnya pemahaman pada keyakinanannya, terbentuk secara ekstrim, pantas saja manusia lalu oleh Allah di timpakan suatu cobaan, yang menjadi bencana buat manusia secara individunya, dan manusia secara golongannya.
Lalu munculnya hadist Nabi, bahwa manusia pada akhir jaman khususnya umat Islam, kita digambarkan seperti buih, banyak namun tak memiliki kekuatan, tercerai berai ketika tersapu ombak. Hadist yang memberikan pernyataan seperti itu, merupakan berita langit, vision (penglihatan pada masa depan ) yang Nabi lihat kala itu, menangkap isyarat Allah yang digambarkan padanya, sehingga ucapan Nabi dari adanya hadist itu, sebenarnya adalah “warning,” penginggat, peringatan yang tak bisa diabaikan oleh umat !
Tapi kenyataannya, umat ini memang tak mau menjadi kuat, dan tak mau menjadi awas, waskita, atau menjadikannya pintar, cerdas, dan bijak.
Maka tak usah heran, manusia yang meninggalkan Al-Qur’an menjadi manusia terhina, terlihat kebodohannya, walau ia pintar, tinggi ilmunya, namun gelap hatinya tidak tahu jalan lurus yang menyelamatkan nya…
Maka pantas, manusia banyak tertipu dengan dunia, tertipu dengan angan-angan, tertipu dengan manusia lainnya, yang ganas memanfaatkan kebodohan dari manusia itu sendiri.
Manusia memakan manusia, tidak dalam artian kanibalisme, tapi memanfaatkan manusia bodoh, lugu, dan yang tak berdaya, menjadi mangsa bagi manusia lainnya yang kuat dan berkuasa secara pengaruh, kedudukan, jabatan, dan pandangan di status sosialnya.
Untuk mencapai keluhuran derajat iman taqwa kita dimata Allah, seperti apa yang diinginkan, agar kita di selamatkan, dunia dan akhirat kita, maka ;
- Apa-apa yang diperintahkan kita jalani.
- Apa yang menjadi rambu kehidupan serta isi pembelajaran hidup, terkait banyak pengkisahan yang Allah gambarkan di Al Qur’an, seharusnya membuat kita menjadi awas.
- Ilmu dalam Al Qur’an yang akhirnya menjadikan kita menjadi tahu, menuntun kita belajar menjadi Arif, menjadikan diri kita sebagai orang yang paling bisa melakukan kebermanfaatan diri bagi kehidupan, dan kemanusiaan.
Dalam beberapa surat di ayat ayat-awal surat Al Baqarah, manusia sudah digiring pikirannya, nuraninya, perasaannya, dan Allah mempertanyakan apa yang diperbuatnya !
Allah sangat menguliti, menelanjangi kita dengan sangat vulgar dengan bahasanya yang menggunakan siloka, perumpamaan.
Apakah kita tidak tertampar.
Apakah kita tidak malu!
Atau memang karena saking bodohnya kita, bahasa siloka Tuhan tak kita fahami, sampai kita tak tanggapi.
Coba perhatikan dan buka surat Al-Baqarah dari mulai ayat 6 sampai 20 !
Tegas sekali Allah menguliti kita.
Menguliti, menelanjangi kebebalan kita.
Memperlihatkan betapa kita ini sangat munafik, durhaka, dan celaka.
Mengikuti ulama yang seperti ia (Ulama itu ) menyalakan api, menerangi umat !
Padahal Allah telah melenyapkan cahaya dalam dirinya, dan membuatnya gelap.
Ditambah Allah timpakan gambaran kekalutan yang sangat merusak, kilat menyambar, gelap yang pekat, dari suatu kehancuran,atas kebodohan yang mereka perbuat di berbagai Negeri-negeri yang sudah porak-poranda karena ulah ego, dan hawa nafsu mereka yang selalu merasa tidak puas, dan tak mau bersyukur, tapi mereka terus berjalan mengikuti ulamanya, pemimpin golongannya, yang jelas itu salah, tampa umat merasa takut, tampa merasa berdosa, itu karena Allah telah membutakan dan membuat tuli pendengaran mereka dari golongan tersebut.
Lantas maukah kita selalu berada dalam jalan yang salah terus ?
Jalan licin yang mengelincirkan, yang dikira lurus padahal bengkok.
Yang dipikir benar, tapi salah !
Yang dikira menyelamatkan, sebetulnya mencelakakan !
Di sini Qur’an memberikan rambu-rambu yang seharusnya kita fahami, bahwa kita harus memiliki kehati-hatian, karena jika kita abai pada yang jadi rambu-rambu itu, otomatis landasan pijakan kita pincang dan bisa terperosok, gampang diperdaya manusia lainnya, gampang dimanfaatkan manusia yang tega mengobarkan nafsu kita, untuk membenci, penghujat, merusak, yang akhirnya jika kita kebablasan mengikuti seruan, ajakan yang tak masuk akal dari orang-orang pintar yang memanfaatkan kita, diri kita sendirilah yang akan mengalami neraka kehidupan di dunia, karena kebodohan kita yang bebalnya sampai menutup mata hati yang terdalam.
Al Qur’an surat Muhammad, ayat 24;
” Maka Tidakkah mereka menghayati Al Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci ?”
Alhamdulillah
Semoga bermanfaat
Bambang Melga Suprayogi M.Sn