Bertanamlah Kebaikan
Seringkali kita tak sadar diri, bahwa hidup kita ini sebuah perjalanan yang sudah pasti menuju kembali ke ketiadaan.
Dari tanah kembali ke tanah.
Dari tak ada kembali ke asal ketiadaan.
Perhatikan para tetangga kita, teman kita, sanak saudara kita, bahkan ayah atau ibu kita…lalu bagi kita sendiri yang sudah berkeluarga, bisa jadi, kita atau istri kita yang mendahului untuk dipanggil menghadapNya.
Bila saatnya tiba, dan takdir menjadi pemisah kehidupan…
Tentunya, kepahitan, dan kesedihan akan datang memaksa kita untuk ikhlas, seikhlas-ikhlasnya merenggut kebahagiaan kita.
Satu persatu semua yang kita kenali, akan meninggalkan mereka yang di cintainya di dunia.
Tak ada manusia yang abadi.
Tak ada manusia yang sakti yang bisa melebihi takdir kematian yang sudah tersurat.
Semuanya akan kembali kepadaNya, ke haribaanNya…!
Lalu saat semua yang kita kenali sudah di panggil Tuhan, apakah kita tak juga tersadar, bahwa kita pun, bagian dari orang-orang yang akan tiada.
Hanya sedikit waktu yang Allah Sisakan untuk memberi kesadaran pada kita, sebagai hambaNya.
Kita harusnya bersyukur, masih diberi Tuhan kesempatan untuk berbuat baik, dan harus meninggalkan jejak kebaikan, yang bisa menjadi bekal di alam akhirat, yang pasti akan kita jelang, dan kita sebenarnya sedang menunggu waktu itu.
Kehidupan bagi yang awas, manusia yang sadar diri, di beri hidup, dan kelebihan dunianya, bukan malah menjadi tempat ajang untuk gagah gagahan, memamerkan kelebihan diri dan anugrah yang dilebihkan Tuhan itu.
Selagi kita di beri kelebihan dalam hal apapun, sebenarnya itu bentuk ujian untuk digunakan pada hal bersifat kebaikan.
Kehidupan bagi yang faham hakekat, adalah tempat kita memperbanyak kebaikan dan amal Soleh yang bermanfaat bagi sesama.
Kebaikan dan semua kebaikan yang kita tebar, merupakan benih yang akan bertumbuh, yang panennya akan kita dapatkan di akhirat kelak.
Yaa, sudah seharusnya, manusia yang menyadari bahwa ada kehidupan lain, setelahnya kehidupan di alam dunia ini kita lalui, maka sifat kehati-hatian meniti kehidupan di dunia ini menjadi pegangan kita.
Mari buat bermakna hidup kita, jangan kita sia-siakan.
Beri yang terbaik saat kita masih diberi sehat, dan diberi kesempatan bisa mewarnai kehidupan, dengan memperbanyak amal kesolehan.
Yang salah satu jalannya, bisa dari membuat orang lain senang atas keberadaan kita.
Berbuatlah yang terbaik, saat kita bisa melakukan hal itu, dengan terus memberi makna-makna, dengan terus menghormati keberadaan para sahabat di sekeliling kita.
Senyuman merupakan amalan paling mudah, maka lakukanlah amalan yang paling bisa semua orang lakukan ini.
Jauhi sikap sombong, takabur, jumawa, dan sikap meremehkan orang lain, karena itu tak baik untuk diri kita, dan tak pantas ada pada diri seorang manusia yang Soleh.
Hidup itu indah ketika kita yang memulai membangun keindahan itu.
Hidup itu bagai Neraka, tak membuat bahagia, ketika kitanya yang berulah, yang mengawali Nerakanya diri, akibat kelakuan ulah kita itu sendiri.
Maka tak ada kata susah, sulit, dan sukar, selagi kita terus memperbaiki kwalitas diri.
Kwalitas diri akan membuka kebaikan bagi kita. Kwalitas diri akan menghantarkan kita pada kebahagiaan.
Maka kwalitas diri yang baik dari kita, yang di bawa di tengah lingkungan kita hidup bermasyarakat, itulah jejak kebaikan yang akan memberi kwalitas terbaik bagi lingkungan dimana kita berada.
Sebab di sana ada peran dari diri kita, dalam memberi makna-makna pada lingkungan kita, peran yang nantinya akan di contoh oleh masyarakat di mana kita hidup bersama mereka…
Dan jejak hidup kita itulah nanti yang akan di ingat, sehingga walau raga kita telah tak ada, wujud raga badag kita telah menyatu dengan tanah, namun kebaikan, semangat, warisan keluhuran kita untuk lingkungan, baik dilingkup kecil, dalam tataran kehidupan tingkat RT, RW, maupun lingkup yang lebih besar lagi tingkat kabupaten, dan Nasional…
Nama kita ada, masih bergaung, tetap abadi di ingat banyak manusia.
Dan itulah rekam jejak kebaikan kita di dunia, bibit yang kita tanam selama di dunia, akan bersemi, dan kita akan panen hasilnya nanti saat di akhirat.
Hal itulah yang akan memberi kebahagian abadi, kiprah kita berbuat kesolehan dan kebermanfaat hidup bagi banyak manusia selama di dunia, seperti apa yang Nabi maksud, bahwa manusia terbaik adalah manusia yang paling banyak bermanfaat bagi manusia lainnya… ternyata, kebermanfaatannya kembali sekali lagi pada diri kita kembali.
Kita dengan hal itu, di selamatkan dunianya, di selamatkan juga akheratnya, bahagia kita di dunianya, dan bahagia pula kita di akhiratnya, Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn
Ketua LTN NU kabupaten Bandung.