Demi Menjaga Keutuhan NKRI, Hj. Shinta Lakukan Sahur Keliling Indonesia
Dra. Hj. Shinta Nuriyah Wahid, M. Hum, istri Presiden RI ke-4 KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur), berkunjung ke Garut. Hj. Shinta memiliki program Sahur Keliling sejak Gus Dur masih ada, Ibu Negara RI ke empat itu mengadakan kunjungan ke Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah di Jl. Mayor Syamsu No. 2 Jayaraga Kec. Tarogong Kidul. (19/5)
Hj. Shinta yang sempat dinobatkan sebagai salah satu dari 100 wanita berpengaruh di dunia versi majalah TIME itu, disambut oleh Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah selaku istri Prof. Dr. Cecep Syarifuddin (alm) sekaligus Ketua Yayasan Al-Musaddadiýah. mereka berbincang begitu akrab, karena pada dasarnya Hj. Shinta dan (Alm) Gus Dur) begitu menghormati Almarhum KH. Anwar Musaddad, setelah berbincang cukup lama, Hj. Shinta berziarah ke makam pendiri Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah Garut, Prof. KH. Anwar Musaddad.
Menurut Hj. Shinta, kegiatan Sahur Keliling ia laksanakan selain untuk bersilaturahmi dengan masyarakat, juga untuk mendorong makin tumbuhnya rasa cinta Tanah Air dalam dalam bingkai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
“Program ini untuk merawat keberagaman yang selama 19 tahun tanpa henti ke berbagai pelosok Tanah Air saya laksanakan,” ungkapnya.
Hadir dalam kesempatan itu Dandim 0611 Garut, Kapolsek Wanaraja dan Camat Wanaraja. Ketiganya turut menyambut kedatangan istri Presiden RI ke empat tersebut.
“Saya ke sini untuk merajut ikatan tali persaudaraan antara anak bangsa, dan itu tidak boleh mengendor. Ingatlah, waktu itu seperti lari, berlombalah dalam kebajikan,” pungkasnya.
disela kedatangannya, Hj. Shinta menyampaikan ceramah kebangsaan “Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang memiliki berbagai macam agama dan budaya, untuk itu sikap toleransi adalah hal penting untuk kita jaga dan pelihara.” tegas beliau
Menurut Hj. Shinta, acara sahur bersama digelar dengan beragam masyarakat, namun umumnya dengan kaum duafa, seperti tukang becak, tunawisma dan sebagainya. Tak heran jika Hj. Shinta kerap sahur di kolong jembatan bersama tukang kuli bangunan.
“Di sana kita banyak mendapatkan masukan, bagaimana kehidupan mereka, bagaimana mereka berjuang untuk mencari sesuap nasi,” ujarnya.