The news is by your side.

DI BALIK ISTILAH “KHILAFAH AJARAN ISLAM”

DI BALIK ISTILAH "KHILAFAH AJARAN ISLAM" | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat

Ayik Heriansyah – Suatu ajaran disebut ajaran Islam apabila ajaran tersebut sudah qath’i. Qath’i sumbernya yaitu al-Quran dan hadis shahih mutawatir/ahad dan qath’i maknanya (dilalah). Bukti nyata bahwa bentuk dan sistem khilafah bukan bagian dari al-Quran dan hadis yaitu, dari dulu sampai sekarang tidak ditemukan lampiran berisi bagan struktur organisasi negara khilafah pada mushaf-mushaf al-Quran dan kitab-kitab hadis.

Jika ada bagan struktur organisasi negara khilafah tidak lebih dari hasil rekaan manusia. Hasil ijtihad ulama yang masih zhan, syakk dan wahn biasanya disebut islami. Tidak bisa disebut islam.

Khilafah disebut ajaran islam hanya dan sebatas pada persoalan memilih dan mengangkat pemimpin (nashbul imam). Ajaran tentang nashbul imam bersifat qath’i karena makna ada dalam al-Qur’an, perintahnya ada dalam hadis, dan contoh praktiknya ada dalam ijma sahabat. Dalam konteks Indonesia sekarang penerapan konsep khilafah ajaran Islam dalam bentuk pilpres, pilgub, pilbub, pilwako dan pilkades.

Bentuk-bentuk negara dan sistem-sistem pemerintahan adalah ijtihad yang bersifat zhann, syakk atau wahn sehingga tidak bisa disebut sebagai ajaran islam, melainkan islami/islamiyah. Itu pun bila melalui proses ijtihad yang benar.

Oleh karenanya semua bentuk negara dan sistem pemerintahan yang diduga sesuai dengan al-Quran dan hadis maka bersifat islami/islamiyah. Dengan demikian, setelah masa Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin, tidak ada negara Islam. Yang ada negara islami/islamiyah.

Ulama Aswaja sepakat (ijma ulama) khilafah sebagai ajaran Islam dalam hal memilih dan mengangkat pemimpin secara umum tanpa memandang bentuk dan sistem negara. Ulama Aswaja tidak pernah menyepakati “khilafah ajaran islam” dalam pengertian bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu.

Adapun kesalahan-kesalahan penalaran HTI antara lain sbb:
1. Mereka mencampuradukkan persoalan nashbul imam dengan masalah bentuk dan sistem pemerintahan.
2. Mereka mencampuradukkan persoalan yang sudah qath’i dengan perkara-perkara yang masih zhann, syakk dan wahn.
3. Mereka menggunakan istilah islam untuk perkara-perkara yang masih zhann, syakk dan wahn (tidak qathi’i).

Dugaan saya, HTI menggunakan istilah “khilafah ajaran islam” tanpa dijelaskan secara ilmiah, sebagai propaganda politik untuk menarik dan meyakinkan masyarakat akan kebenaran, kejujuran, ketulusan dan keikhlasan perjuangan mereka, sekaligus sebagai ancaman dan “teror” psikologis bagi pihak-pihak yang menolak, menghalangi dan melarang perjuangan mereka.

Jadi, sebenarnya istilah “khilafah ajaran islam” itu lebih banyak unsur muatan propaganda politiknya, ketimbang seruan dakwah untuk mengamalkan ajaran islam guna mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Leave A Reply

Your email address will not be published.