Dua Alasan Harus Bangga Jadi Warga NU
Temanggung, NU Online
Warga Nahdlatul Ulama (NU) tidak boleh inferior, kecil hati, tidak bangga menjadi bagian dari warga NU. Namun warga NU harus bangga karena dua alasan besar.
“Kenapa kita harus bangga dengan NU? Karena kita punya kebenaran. Apa kebenaran itu? Pertama adalah kebenaran dalam beragama, cara beragama, berislam,” ujar KH Kholison Pengurus PWNU Jateng saat menjadi pembicara dalam halal bi halal Keluarga Besar STAINU Temanggung, Sabtu (30/6).
Sedangkan yang kedua, lanjut Kiai Kholison, kita punya kebenaran dalam bernegara. Sebab, selama ini banyak negara hancur karena tidak punya kebenaran dan spirit bernegara.
Menurutnya, NU merupakan organisasi Islam yang besar di Indonesia bahkan dunia yang mampu menyatukan spirit religiusitas dan nasionalisme tanpa membenturkannya. “Kecilnya NU karena mereka (warga NU) tidak punya ideologi yang kuat. Kebanggaan terhadap NU, jamiyah, kebanggaan terhadap kiai, dan ulama NU adalah bentuk menjadi umat yang cinta agama dan negara,” lanjut dia.
Kuatnya NU tak cukup hanya lewat amaliyah, tradisi, tahlilan. Namun harus menyeluruh dari aspek akidah (keyakinan), fikrah (pemikiran), amaliyah (tradisi), dan harakah (gerakan).
“NU akan kuat jika memegang teguh kebenaran dalam beragama dan bernegara yang di dalamnya terdiri atas berbagai aspek. Kita harus punya dua hal ini sesuai imam akbar, Imam Syafii dan tiga lainnya, yang diikuti kiai-kiai NU,” beber dia.
Dijelaskannya, kehebatan Imam Syafii mampu menggabungkan syariat dan akal. “Maka munculllah ushul fikih sebagai produk penggabungan syariat dan akal. Praktisnya, kamu tidak bisa shalat kalau pegangan Al-Qur’an dan Hadist saja. Apa syaratnya, rukunnya, cara rukuknya, itu tidak ada detail di Al-Qur’an maka di situlah pentingnya ushul fikih yang disusun dalam metodologi beribadah kala itu,” lanjut dia sebagaimana rilis yang diterima NU Online.
Dalam konsep bernegara, kita menganut Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari yang mampu menggabungkan syariat dan nasionalisme, spirit kebangsaan dengan jargon hubbul wathan minal iman. “Ini bukan hadits, tapi konsep ijtihad yang dicetuskan NU untuk menggabungkan syariat dan spirit bernegara,” tegas dia.
Kalau bernegara hanya menggunakan syariat saja, menurutnya akan hancur seperti di Timur Tengah. “Afganistan remuk, masjid dibom, itu perang Islam lawan Islam. Suriah, Irak, di Mesir belum ada seratus tahun, ada ratusan orang terbunuh saat shalat di masjid,” beber dia.
Di Indonesia, katanya, karena mampu menggabungkan spirit beragama dengan syariat dan bernegara dengan konsep hubbul wathan minal iman, maka tidak akan ada masjid dibom. “Paling-paling kejahatan di masjid ya nyolong sendal dan kotak amal,” beber dia.
Dilanjutkannya, itulah bukti nyata, NU tidak pernah khianat pada Islam dan NKRI karena mampu menjaga syariat dan spirit bernegara yang bisa sejalan tanpa harus dipisahkan. Apalagi, konsep itu muncul sebagai bagian dari perlawanan NU terhadap penjajah usai Indonesia merdeka. (Red: Muiz)
Sumber : NU Online