KETIKA ” JUBIR MEDSOS HTI” NYATAKAN PERANG DENGAN MUHAMMADIYAH
Oleh : Ayik Heriansyah
Kalau kita ingin mengetahui pendapat HTI yang valid, orisinal dan apa adanya, tanpa edit, crop dan tempel sana sini, baca saja tulisan-tulisan aktivis HTI yang beredar di media sosial seperti Nasrudin Joha (Nasjo), Agung Wisnuwardana, Ahmad Sastra, Ahmad Khozinudin, Arif B Iskandar, Chandra Purna Irawan, Iwan Januar, dll.
Jangan ambil dari narasi Ismail Yusanto, karena perannya sebagai jurubicara resmi HTI. Tugas utamanya adalah membangun image positif tentang HTI agar HTI tetap diberi ruang bergerak di tengah masyarakat meski secara illegal.
Oleh sebab itu, narasi Ismail Yusanto tentang HTI “tidak apa adanya”. Sudah banyak edit-an, crop-an dan tempelan. Kita tidak akan menemukan HTI yang sebenarnya dari narasi Ismail Yusanto.
Di media sosial, Nasjo adalah “Jubir” HTI. Nasjo cerminan dari HTI. Karakter Nasjo di dunia maya sama persis dengan sifat HTI di dunia nyata. Sama-sama pakai nama anonim, underground, pengecut, kasar, sok tau, sok cerdas, sok syar’i, tukang adu domba umat dan culas. Intensitas publikasi narasi Nasjo di media sosial lumayan tinggi. Setiap peristiwa penting, apalagi yang merugikan HTI, langsung direspon.
Namun sayangnya, tidak diikuti dengan kualitas narasi. Wawasan Nasjo sempit. Tampak dia jarang baca kitab-kitab ulama selain kitab Taqiyuddin an-Nabhani dan buku-buku syarahnya.
Tsaqafah Islamiyah itu samudera ilmu yang sangat luas dan dalam, mustahil bisa dimuat dalam 11-13 kitab halaqah Hizbut Tahrir. Sehingga teman-teman Nasjo di HTI selalu gagal paham tentang syariah dan penerapannya.
Narasi-narasi Nasjo jadi sampah di media sosial karena memang tidak berguna. Tidak ada ilmu pengetahuan yang bisa diambil. Selain kalimat-kalimat provokasi dan kata-kata kasar yang tidak mencerminkan akhlak seorang muslim.
Menyerang ulil amri, ulama dan kaum muslim yang tidak sependapat dengan HTI. Bahkan Ketua Umum PP. Muhammadiyah Prof. DR. Haedar Nashir tidak lepas dari serangannya.
Serangan Nasjo dan penulis-penulis HTI yang lain terhadap Pak Haedar Nashir, artinya, secara tidak resmi HTI telah menyatakan perang di media sosial terhadap Muhammadiyah.
Pak Haedar Nashir adalah pimpinan tertinggi organisasi Muhammadiyah. Di belakangnya ada puluhan juta warga Muhammadiyah, ratusan uninversitas, ribuan sekolah, panti asuhan rumah sakit dan masjid.
Serangan Nasjo terhadap orasi ilmiah Pak Haedar Nashir di Universitas Muhammadiyah Yogyajakarta, serangan brutal terhadap simbol Muhammadiyah dan dunia akademik.
Boleh saja, Nasjo dan teman-teman HTI-nya tidak sependapat dengan pendapat Pak Haedar Nashir tentang HTI. Di dunia akademik, berbeda pendapat hal biasa yang sangat dianjurkan, sehingga dari perbedaan pendapat tersebut ketemu pendapat yang paling kuat, meski tetap saja masih relatif.
Mungkin si Nasjo ini preman pasar yang tidak pernah kuliah di perguruan tinggi, sehingga membantah pendapat Pak Haedar Nashir dengan narasi amarah murka khas HTI. Seharusnya Nasjo dan teman-teman HTI-nya membuat karya ilmiah akademik lagi untuk menyanggah.
Di tulisan Nasjo berjudul “Haedar Nashir Menyewa Buzzer Untuk Merapihkan Toga Guru Besarnya Yang Terpercik Noda Darah Saudara Muslim” (15/12/2019), 3 hal yang dikritik dari pendapat Pak Haedar Nashir, pertama: Islam moderat sebagai solusi; Kedua, memasukkan HTI ke dalam klasifikasi kelompok radikal; Ketiga, HTI menggunakan metode kekerasan dalam perjuangannya.
Adab, cara dan etika Nasjo dan teman-teman HTI-nya dalam mengkritik Pak Haedar Nashir, justru membenarkan pendapat Pak Haedar Nashir tentang HTI yaitu HTI memang radikal, mau mengubah NKRI menjadi Khilafah versi HTI.
HTI memang suka kekerasan mulai dari cara bernarasi sampai kudeta militer (al-inqilab al-askar) dan akhirnya cara ber-Islam radikal seperti HTI memang akan menambah runyam kehidupan umat bukan menjadi solusi.
Saya ikut pendapat Pak Haedar Nashir, Islam moderasi adalah solusi.
Bandung, 16 Desember 2019
Follow IG HWMI :
https://www.instagram.com/hubbul_wathon_
Cc Ustadz Ayik Heriansyah