Kilas 2018: Insiden Pembakaran Bendera HTI
Jakarta, NU Online
Kekhidamatan peringatan Hari Santri pada 22 Oktober 2018 tiba-tiba digegerkan dengan peristiwa pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang pada Mei 2017 telah dibubarkan oleh Pemerintah RI. Peristiwa tersebut terjadi di Limbangan, Garut, Jawa Barat oleh beberapa oknum Banser.
Sontak aksi yang dilakukan oleh tiga oknum Banser tersebut memunculkan polemik, protes, dan kecaman dari pihak-pihak tertentu. Mereka dengan tegas mengecam aksi oknum Banser karena membakar Bendera Tauhid. Di titik inilah silang pendapat muncul, karena yang dibakar oknum Banser ialah Bendera HTI, organisasi anti-Pancasila yang telah dibubarkan oleh Pemerintah.
Menghormati Kalimat Tauhid
Beberapa saat setelah mengetahui aksi oknum Banser tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor H Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, selain menilai bahwa bendera yang dibakar oknum Banser ialah bendera HTI, membakar kalimat tauhid yang tersemat dalam bendera tersebut justru bertujuan untuk menghormati kalimat tauhid.
Gus Yaqut mengatakan saat itu anggotanya melihat bendera tersebut sebagai simbol bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurutnya, anggota Banser tersebut melihat bendera itu sebagai bendera ormas yang sudah dibubarkan oleh pemerintah.
“Saya sudah cek teman-teman di Garut, tempat di mana pembakaran itu terjadi. Sudah saya tanyakan juga ke pengurus di sana, teman-teman yang membakar itu melihat bendera tersebut sebagai bendera HTI,” ujar Yaqut, Senin (22/10/2018).
Meski video itu menimbulkan polemik karena sebagian netizen menyebutnya sebagai bendera dengan kalimat tauhid, Yaqut mengatakan pembakaran itu justru untuk menghormati dan menjaga kalimat tauhid. Yaqut mengatakan cara yang sama juga dilakukan jika menemukan lembaran Alquran agar tak terinjak-injak dan terbuang.
“Saya mencoba memahami dari sudut pandang yang berbeda bahwa apa yang dilakukan teman-teman itu adalah upaya menjaga kalimat tauhid. Jika bukan bendera yang ada tulisan tauhidnya, bisa jadi, oleh mereka tidak dibakar, tetapi langsung buang saja ke comberan,” ujarnya.
Namun, Yaqut mengaku telah mengimbau agar para anggotannya tidak lagi melakukan pembakaran, melainkan melaporkan ke kepolisian jika menemukan hal serupa.
Saat itu, Kepolisian Resor Garut bergerak cepat dengan menangkap pelaku pembakaran bendera HTI tersebut. Tiga orang berhasil ditangkap oleh Polres Garut untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Menurut Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna, kejadian tersebut berawal dari munculnya seseorang yang membawa bendera itu. Menurut keterangan awal, pembawa bendera tersebut hanya satu orang. Kapolres menyatakan belum bisa menjelaskan motif orang tersebut membawa bendera HTI.
Selam proses hukum yang sedang dilakukan oleh polisi, eskalasi polemik semakin meluas pada perdebatan antara bendera HTI dan bendera tauhid. Hal ini mendorong sejumlah kelompok melakukan aksi bela tauhid di Jakarta. Padahal beberapa pakar dan pengamat menilai, bendera yang dibakar oknum banser tersebut merupakan simbol bendera yang selama ini digunakan oleh HTI.
Rapat Koordinasi Menkopolhukam
Sehari setelah insiden pembakaran bendera HTI tersebut, Menkopolhukam RI Wiranto melakukan rapat gabungan bersama sejumlah pihak terkait.
Di antara pernyataannya, Wiranto menegaskan bahwa PBNU telah meminta kepada GP Ansor untuk mengklarifikasi kejadian tersebut dan menyesalkan kejadian itu yang telah menimbulkan kesalahpahaman.
Namun, sebagai ormas Islam, PBNU tidak mungkin, sekali lagi tidak mungkin sengaja membakar kalimat tauhid yang sama artinya melakukan penghinaan terhadap dirinya sendiri sebagai ormas Islam.
“Namun, apa yang dilakukan, menurut mereka, semata-mata ingin menyelamatkan kalimat tauhid yang dimanfaatkan oleh organisasi terlarang HTI yang keberadaannya memang telah dilarang oleh pengadilan,” terang Wiranto, Selasa (23/10/2018).
Walaupun demikian, imbuhnya, GP Ansor telah menyerahkan ketiga oknum Banser tersebut untuk diusut kepolisian melalui proses hukum yang adil.
Dalam jumpa persnya tersebut, Wiranto juga mendorong masyarakat agar tetap tenang dan menjunjung tinggi kebenaran dengan tidak terpengaruh terhadap informasi-informasi yang tidak jelas. Karena ada kelompok-kelompok tertentu yang justru memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan aksi-aksi negatif yang menggangu ketenangan masyarakat.
Jumat, 26 Oktober 2018 terjadi demonstrasi bertajuk ‘Bela Tauhid’ di Jakarta. Pernyataan Menkopolhukam yang menjelaskan bahwa ada potensi aksi negatif terhadap insiden bendera HTI tersebut terlihat ketika aksi bela tauhid tetapi justru teriakan-teriakan para pendemo mengarah ke persoalan politik menjelasng Pilpres 2019.
Pelaku Ditetapkan Tersangka
Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) menetapkan dua orang yang diduga membakar bendera HTI sebagai tersangka. Dua orang tersebut berinisial M dan F. Keduanya dijerat dengan Pasal 174 KUHP terkait perbuatan yang menimbulkan kegaduhan.
“Iya sudah jadi tersangka,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jabar Komisaris Besar Umar Surya Fana saat dikonfirmasi, Senin (29/10/2018).
Dia menerangkan penetapan M dan F sebagai tersangka diambil setelah polisi melakukan pemeriksaan saksi dan alat bukti. Langkah itu, juga diambil setelah penyidik memeriksa pria berinisial US, pembawa bendera diduga simbol HTI yang telah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu.
Dengan penetapan dua tersangka baru ini, Umar menambahkan, polisi telah menetapkan tiga sebagai tersangka terkait kasus pembakaran bendera diduga simbol HTI di apel peringatan Hari Santri 2018 yang digelar di Limbangan, Garut.
“Tiga orang tersangka, satu orang yang membawa bendera, dua orang yang membakar bendera,” kata Umar.Sebelum peringatan Hari Santri di Garut itu dimulai, panitia melarang peserta untuk membawa atribut apapun, kecuali bendera Indonesia.
Saat acara berlangsung, tiba-tiba muncul seorang laki-laki berinsial US mengeluarkan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid. Panitia segera menarik keluar laki-laki tersebut dan bendera yang dibawa segera dibakar karena dianggap sebagai bendera milik HTI.
Tiga Terdakwa Dipenjara
Tiga orang terdakwa pembawa dan pembakar bendera HTI divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut dengan hukuman 10 hari penjara.
“Terdakwa telah terbukti dan sah melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 174 KUHP karena mengganggu ketertiban umum,” kata hakim Hasanuddin saat sidang vonis terhadap tiga terdakwa di Pengadilan Negeri Garut, Senin (5/11/2018) seperti dikutip Antara.
Selain divonis penjara selama 10 hari, kata hakim, mereka juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp2.000.
Pada sidang pertama, hakim memutuskan dua terdakwa sebagai pembakar bendera yakni Faisal Mubaroq dan Mafhudin. Kemudian pada sidang kedua, hakim memutuskan satu terdakwa Uus Sukmana sebagai orang yang membawa bendera.
Majelis hakim menegaskan bahwa tiga terdakwa pembakar dan pembawa bendera tersebut terbukti melakukan tindakan dengan sengaja mengganggu ketertiban umum.
Hal yang memberatkan terdakwa, kata hakim, karena telah mengganggu ketertiban umum pada peringatan Hari Santri Nasional. Sementara hal yang meringankan terdakwa adalah mereka berterus terang dan belum pernah berurusan dengan hukum.
“Yang meringankan karena terdakwa terus terang dalam memberi keterangan, dan belum pernah dihukum,” katanya. (Fathoni)