Membangun Kembali Peradaban Dunia: Kontribusi Nahdlatul Ulama
Oleh: Nadirsyah Hosen
Yang hendak dibangun oleh Muhammad Rasulullah SAW itu adalah:
1. Masyarakat yang cerdas alias well-educated
Perintah
Iqra sebagai ayat pertama. Apresiasi terhadap orang berilmu yang
ditinggikan beberapa derajat (QS 58:11). Dengan demikian, Al-Qur’an
memandang penelitian itu sesuatu yang wajib, berfikir itu suatu ibadah,
mencari kebenaran itu suatu cara taqarub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), mempergunakan
metode dan alat ilmu pengetahuan itu sebagai cara bersyukur terhadap
nikmat Allah, sementara mengabaikan hal itu semua sebagai jalan menuju
neraka Jahannam.
2. Masyarakat yang etis
Hadits
menegaskan misi Rasul untuk menyempurnakan akhlak mulia. Maka etika
Islam harus dijunjung tinggi dalam relasi sosial. Tidak berguna Ilmu dan
amal, tanpa akhlak. Inilah masyarakat yang meneladani Rasulullah secara
substantif, bukan semata asesoris.
3. Masyarakat yang menghormati keragaman
Sejumlah ayat menegaskan hal ini: La Ikraha fid din (QS 2:256); lakum dinukum waliyadin
(QS 109:6). Mengakui keberadaan umat beragama dalam sebuah masyarakat
adalah keniscayaan. Ini pernah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad
SAW lewat Perjanjian Madinah. Ini artinya, sejak awal Nabi Muhammad
hendak hidup berdampingan secara damai dalam keragaman masyarakat.
4. Masyarakat yang lepas dari penjajahan/perbudakan
Prinsip
tauhid bukan saja menghilangkan berhala di luar manusia, tapi juga yang
berwujud manusia. Islam bertujuan menghapus perbudakan secara gradual.
Bahkan penegasan al-Qur’an “yang paling mulia adalah orang yang bertakwa”
(QS 49:13). Bukan saja menghapus strata sosial berdasarkan keturunan,
warna kulit maupun etnik, tapi ayat ini juga didahului pernyataan bahwa
semua diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal; bukan
saling menjajah atau menaklukkan. Mengenal adalah syarat untuk
bekerjasama dan berkasih sayang.
5. Masyarakat Dakwah alias mengajak kepada kebaikan, bukan kerusakan
Yang mengajak pada jalan Allah dengan nasehat yang baik dan diskusi yang lebih argumentatif (QS 16:125) bukan menegakkan emporium kekuasaan yang memaksa semua orang menjadi Muslim (QS 10:99)
6. Masyarakat yang berkeadilan sosial
Al-Qur’an menegaskan agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya (QS 59:7); Itu sebabnya perintah shalat seringkali digandeng dengan perintah berzakat. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan bahwa tidak dianggap beriman mereka yang tidur nyenyak tetapi tetangganya kelaparan. Begitu juga Al-Qur’an menegaskan untuk berbuat baik kepada tetangga (QS 4: 36). Lawan dari adil adalah zhalim. Maka menegakkan keadilan, meski terhadap mereka yang tak kita sukai, adalah perintah Allah. Kezhaliman harus dihilangkan, apapun bentuk dan siapapun pelakunya.
7. Masyarakat yang mengedepankan musyawarah sebelum mengambil keputusan
Nabi Muhammad pun gemar bermusyawarah dengan para sahabatnya. Ayat Al-Qur’an juga menegaskan perintah untuk bermusyawarah (QS 3: 159). Artinya, pemimpin sekalipun – baik di rumah, tempat kerja, komunitas atau negara – harus mendengar masukan dan saran dari orang lain, serta berkonsultasi dengan para ahli sebelum mengambil keputusan. Di sisi lain, rakyat pun harus terlibat aktif dalam bermusyawarah untuk menghasilkan keputusan yang terbaik.
Inilah kontribusi umat Islam dalam sejarah peradaban dunia. Islam datang untuk melengkapi dan menyempurnakan, bukan menghancurkan peradaban yang sudah ada. Ketujuh ciri Masyarakat yang Islami ini bisa tumbuh dan berkembang dimana pun, dan dalam sistem serta tradisi yang beraneka-ragam.
Saat ini peradaban dunia tengah porak-poranda akibat kerusakan tangan manusia, keserakahan nafsu berkuasa, ketimpangan sosial dan satu sama lain saling menegasikan. Maka para ulama, dan da’i, serta cerdik cendekia harus kembali mendidik masyarakat untuk memahami dan melaksanakan ketujuh poin di atas, agar peradaban dunia kembali berada di jalur yang benar.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas terbesar Islam, bukan saja di Indonesia, tapi juga di dunia, harus terus berupaya mewujudkan ketujuh poin di atas sebagai bagian dari masyarakat dunia. Sejak awal, lambang NU berisikan bola dunia, dimana wawasan para kiai tidak hanya bersifat lokal, tapi juga global. NU bisa mendunia lewat tujuh poin di atas, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasulullah SAW.
Pada era milenial, merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk NU mengajarkan dan menyebarluaskan ketujuh poin di atas, di tengah gempuran berbagai paham dan ideologi yang tidak sesuai dengan manhaj Aswaja. NU harus bisa masuk ke dalam dakwah medsos berinteraksi dengan generasi milenial, untuk melengkapi dakwah yang selama ini dikembangkan lewat pesantren, madrasah diniyah, dan majelis ta’lim.
Penulis adalah Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia dan New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Sumber : NU Online