KONSEP KESETARAAN MENURUT HUSEIN MUHAMAD
Muhammad Azka Adib Mukhtari – Gender sebagai konsep yang menyoroti persoalan-persoalan kemanusiaan kaitannya dengan masalah keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, merupakan isu yang masih baru di Indonesia. Istilah ini baru banyak dibicarakan pada awal tahun 1980-an bersamaan dengan munculnya lembaga-lembaga advokasi atas perempuan.
Dalam pemikiran Islam di Indonesia, wacana feminisme, sebagai wacana alternative yang muncul bersamaan dengan wacana demokrasi tidak begitu mendapatkan tempat yang begitu proporsional. Nah, awalnya Husein Muhammad juga menolak terhadap gagasan femenisme tentang kesetaraan dan keadilan gender, karena pada waktu itu beliau menganggap gagasan feminisme itu bertentangan dengan ajaran Islam, waktu itu kalangan pesantren bersikap konservatif dan curiga terhadap perubahan, termasuk Husein sendiri.
Lalu siapa Husein Muhammad? Dan bagaimana konsep kesetaraan yang dibawakan oleh beliau? Mari simak penjelasan berikut ini!
Biografi dan pendidikan
Dr. (Hc) KH. Husein Muhammad atau yang akrab disapa Buya Husein adalah salah satu tokoh yang aktif mengampanyekan pesan-pesan kesetaraan gender dalam Islam. Husein Muhammad merupakan seorang ulama yang kerap dijuluki sebagai “Sang Kyai Feminis” oleh kaumnya karena upaya untuk mendorong feminisme dengan kacamata agama. Ia lahir di Cirebon pada tanggal 9 Mei 1953, putera dari pasangan Kyai Muhammad Asyarofuddin dan Ibu Nyai Ummu Salamah.
Ketika menjalani pendidikan di SMP, Husein kecil sudah melakukan banyak hal, bahkan beliau sudah hafal beberapa juz al-Qur’an. Yang menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok yang haus akan ilmu sejak masa remaja. Setelah menyelesaikan SMP, Husein Muhammad melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Lirboyo Jawa Timur yang terkenal mampu melahirkan banyak kyai-kyai besar. Setelah lulus dari Lirboyo pada tahun 1973, beliau melanjutkan pendidikannya ke PTIQ Jakarta, sebuah perguruan tinggi yang khusus untuk mempelajari ilmu tentang al-Qur’an yang mewajibkan seluruh mahasiswanya untuk menghafal al-Qur’an, disanalah beliau menyelesaikan hafalannya. Lalu atas saran dari guru beliau Prof. Ibrahim, beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar Kairo dengan mempelajari Ilmu Tafsir al-Qur’an.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo (1973), PTIQ Jakarta (1980), dan Al-Azhar Kairo, Mesir. Pada tahun 1983, Ia pulang ke Indonesia tanpa gelar dari Universitas Al-Azhar, namun membawa segudang ilmu yang akan digunakan untuk berjuang membela kaum yang didiskriminasikan, yaitu perempuan.
Sebagai bentuk pembelaan terhadap perempuan, pada bulan November 2000, ia mendirikan Fahmina Institute. Pada tanggal 3 Juli 2000 bersama beberapa rekannya, ia mendirikan Pesantren Pemberdayaan Kaum Perempuan ‘Puan Amal Hayati’, dan pada tahun yang sama pula beliau mendirikan RAHIMA Institute dan mendirikan Forum Lintas Iman. Lalu pada tahun 2005 ia tercatat sebagai anggota National Board of International Center for Islam and Pluralisme (ICIP).
Konsep Pemikiran Husein Muhammad
Husein Muhammad berangkat atas nama agama membela perempuan melalui kesetaraan dengan berbagai kerangka gagasan yang beliau sampaikan. Gagasan yang selau beliau bawakan adalah mengharap adanya keadilan antar manusia dan tanpa melihat jenis kelamin, serta menghilangkan sistem kehidupan yang mendiskriminatif, subordinatif, memarginalkan manusia, dan selalu mengedepankan kesetaraan.
Beliau menyampaikan bahwa, dalam kaitannya dengan persoalan laki-laki dan perempuan, prinsip dasar al-Qur’an sesungguhnya memperlihatkan pandangannya yang egaliter. Sejumlah ayat al-Qur’an yang mengungkapkan prinsip ini dapat kita baca, karena beliau menganggap bahwa semua manusia itu sama di mata Allah swt. Selain itu, beliau Husein Muhammad dalam gagasan gendernya juga berlandaskan hadits Nabi bahwa laki-laki dan perempuan itu sama dimata Allah, hanya saja yang membedakan adalah hatinya, sehingga Allah tidak memandang jenis kelamin.
Konsep kesetaraan Husein dalam ayat dan hadits di atas mengisyaratkan dua pengertian, Pertama, al-Qur’an dalam pengertian tekstual secara umum mengakui martabat laki-laki dan perempuan dalam kesetaraan tanpa membedakan jenis kelamin. Kedua, laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang setara dalam berbagai bidang, karena Allah hanya melihat pada hatinya.
Dalam salahsatu karyanya yang terkenal, yaitu “Fiqh Perempuan”, didalamnya dengan jelas beliau mengemukakan perspektif laki-laki terhadap feminisme tersebut dan melihat reaksi mereka yang membuat perempuan merasa tertekan oleh bentuk sosial atau budaya yang ada di sekitarnya. Dikemukakan pula perspektif agama dalam kesetaraan gender pada perempuan dan cara melindungi perempuan dari ketidaksetaraan tersebut. Karya ini menegaskan bahwa pandangan agama dalam menciptakan kesadaran kesetaraan gender memiliki pengaruh yang besar di kalangan masyarakat.
Husein Muhammad menegaskan bahwa pembelaan terhadap perempuan dapat memberikan efek strategis yang signifikan terhadap pembangunan manusia, termasuk pendidikan. Keadilan gender harus ditegakkan karena kesetaraan gender merupakan konsekuensi paling bertanggung jawab dari pengakuan Keesaan Tuhan. Memberikan hak kepada yang sudah memilikinya tanpa memandang jenis kelamin atau simbol primordial adalah bentuk keadilan.
Hukum Perempuan Bekerja Menurut Husein Muhammad
Husein Muhammad membolehkan perempuan bekerja sebagaimana laki-laki. Hal tersebut dikarekan bahwa latar belakang pendidikan, sosial dan pemikirannya yang memiliki visi kesetaraan gender dalam Islam. Perempuan yang selama ini dianggap menjadi korban ketidakadilan gender, dengan berbasis teologi harus diselamatkan. Beliau mencoba membaca teks keagamaan ke arah yang lebih berkeadilan gender dan menjunjung tinggi al-Qur’an sebagai landasan hukum terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Husein Muhammad yang dikenal sebagai ‘Kyai Feminis’ atau ‘Kyai Gender’ ini mengungkapkan bahwa ada kesenjangan dan ketimpangan antara idealitas agama dan realitas sosial. Sehingga apa yang terletak di kitab klasik merupakan interpretasi dan responsi ulama terdahulu terhadap kebudayaan setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Mochamad Ziaul Haq, A. D. (2023). Upaya Kesetaraan Gender dalam Pemikiran K.H. Husein Muhammad. EQUALITA: JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, 47-48.
Mutimmah, B. S. (2022). PEMIKIRAN HUSEIN MUHAMMAD TENTANG HUKUM PEREMPUAN BEKERJA. Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum, 460.
Maheswari, A. (2021). KH Husein Muhammad, Sang Kyai Feminis. In Logos ID.
Muhammad, H. (2016). Perempuan, Islam dan Negara. Qalam Nusantara
Muhammad, Ijtihad Kyai Husein Upaya Membangun Keadilan Gender, 242.
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 59.
Zaitunah Subhan, al-Qur’an dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran, (Jakarta: Kencana, 2015), 39.
M. Nuruzzaman, Kiai Husein Membela Perempuan, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren , 2005), hlm.110.
Husein Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta : LKIS, 2012), hlm.262
Husein Muhammad, Perempuan, Islam dan Negara, ( Yogyakarta : LKIS, 2005), Hlm.6
Husein Muhammad, dkk. Keluarga Sakinah ; Kesetaraan Relasi Suami Istri, (Jakarta : Rahima, 2008), Hlm.98.