Mengenal Surat Al-Kafirun
Surah ini turun di Mekkah sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah. Namanya yang paling populer adalah “Surah al-Kafirun”. Nama lainnya adalah “Surah al-‘Ibadah” dan “Surah ad-Din”.
Tema utama uraiannya adalah pembedaan secara jelas antara keislaman dan kekufuran sekaligus meletakkan dasar utama bagi terciptanya kerukunan antar pemeluk agama / kepercayaan yang intinya adalah mempersilahkan masing-masing melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya tanpa saling mengganggu.
Dalam Asbabun Nuzul; Sebab Turunnya Ayat Al-Quran. karya Jalaluddin As-Suyuthi disebutkan bahwa Surah ini turun sebagai tanggapan atas kehadiran beberapa tokoh kaum musyrik Mekkah kepada Rasul saw., yang menawarkan kompromi menyangkut pelaksanaan tuntunan agama/ kepercayaan.
Imam ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy mengiming-imingi Rasulullah dengan harta berlimpah sehingga menjadi orang terkaya di Mekah serta memberinya wanita mana saja yang beliau inginkan. Mereka berkata, “Semua ini untukmu wahai Muhammad, asalkan engkau berhenti menghina tuhan-tuhan kami dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap mereka. Tetapi jika engkau keberatan, bagaimana apabila engkau menyembah tuhan kami selama satu tahun saja.”
Mendengar tawaran orang-orang Quraisy itu, Rasulullah lalu menjawab, “Saya akan menunggu hingga Allah memberikan jawabannya. Allah lalu menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai orang-wang kafir!” dan juga menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad); ‘Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?'” (az-Zumar: 64)
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Wahab yang berkata, “Orang-berkata kepada Rasulullah, Bersediakah engkau mengikuti agama kami setahun dan kami juga akan mengikuti agamamu setahun ? Allah lalu menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan. Ibnul Mundzir meriwayatkan hal senada dari Ibnu Juraij.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Mina yang berkata, “Suatu hari, Walid ibnul-Mughirah, al-Ash bin Wa’il, al-Aswad ibnul-Muththalib, dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah. Mereka lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, mari menyembah Tuhan yang kami sembah dan sebagai balasannya kami juga akan menyembah Tuhan yang engkau sembah. Selanjutnya, kami juga akan mengikutsertakan engkau dalam seluruh urusan kami “Allah lalu menurunkan ayat ini.”
“Kalau agamamu benar, kami memperoleh keuntungan karena kami juga menyembah Tuhanmu dan jika agama kami benar, kamu juga akan memperoleh keuntungan.” Demikian kurang lebih usulan kompromi mereka.
Menanggapi usulan tokoh-tokoh kaum musyrik untuk berkompromi dalam akidah, surah ini menolaknya sambil mengajukan cara terbaik bagi aneka penganut agama dan kepercayaan untuk hidup berdampingan dalam suasana aman dan harmonis.
Tujuannya adalah menciptakan hubungan harmonis dalam kehidupan masyarakat plural tanpa penyatuan / pencampurbauran ajaran agama-agama.
Ayat pertama memerintahkan Nabi Muhammad saw. menyampaikan sikap tegas ajaran Islam bahwa: Katakanlah kepada tokoh-tokoh kaum musyrik yang datang kepadamu mengusulkan kompromi bahwa—Aku sekarang hingga masa datang tidak akan menyembah apa yang sedang kamu sembah [1-2], dan tidak juga kamu akan menjadi penyembah-penyembah apa yang sedang aku sembah [3].
Uniknya, kaum musyrik Mekkah sering kali mengubah-ubah sembahannya. Sekali batu ini dan di kali lain batu itu. Sekali tumpukan pasir, atau bahkan tumpukan kurma yang kemudian mereka makan kurma Itu bila mereka lapar untuk mencari lagi sesembahan yang lain.
Selanjutnya, ayat 4 melanjutkan bahwa Aku tidak pernah menjadi penyembah dengan cara penyembahan kamu [4] Kamu pun tidak akan menjadi penyembah-penyembah dengan cara penyembahanku [5]. Lalu, ayat 6 merumuskan titik temu yang dapat dilakukan yaitu: Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyentuhku sedikit pun, kamu bebas mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan harus mempertanggungjawabkan dan bagiku juga secara khusus agamaku, aku pun mestinya memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya. Aku bersedia mempertanggungjawabkannya serta menerima ganjaran dan balasan Tuhan.
Pemberitaan al-Qur’an sangat akurat. Sejarah membuktikan bahwa tak seorang pun diantara tokoh-tokoh kaum musyrik yang datang mengajukan kompromi itu yang pada akhirnya memeluk agama Islam.
Referensi :
Asbabun Nuzul karya Jalaluddin As-Suyuthi
Tafsir al-Lubab karya Quraish Shihab
Saya suka