Menutup Keran Oligarki Politik di Indonesia

Oleh Fathoni Ahmad
Di tengah masyarakat, mungkin masih ada individu yang mempunyai idealisme seperti Sayidina Abu Bakar As-Shiddiq, yakni sahabat Nabi Muhammad SAW yang jujur, tegas, amanah, dan mengutamakan kepentingan orang lain daripada ambisi dan kepentingan pribadi dan kelompoknya, terutama dalam hal pengelolaan negara dan birkorasi yang ada di bawah naungannya. Sayangnya, yang terjadi seringkali hanya praktik oligarki.
Ironi pengelolaan negara dan birokrasi yang tujuan utamanya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak justru yang terjadi ialah upaya melanggengkan kepentingan-kepentingan kelompok kecil dalam wadah partai politik. Bahkan tidak jarang setelah tampuk kekuasaan diraihnya, mereka memikirkan langkah-langkah untuk meraih kekuasaan pada periode selanjutnya.
Tidak aneh jika negara hanya dikuasai segelintir kelompok yang mempunyai basis kuasa dalam bidang ekonomi dan media. Gerakan civil society yang mempunyai basis sosial-masyarakat dicampakkan begitu saja perannya dalam mengelola negara sehingga mereka acapkali hanya dijadikan lumbung suara dalam pemilihan umum. Inilah di antara pemahaman praktik oligarki di dalam perpolitikan Indonesia.
Pemandangan praktik oligarki terlihat jelas dalam mengelola ibu kota negara, Jakarta. Bagaimana mungkin kursi wakil gubernur dibiarkan kosong selama lebih dari satu tahun? Sedangkan perannya sangat dibutuhkan dalam melayani masyarakat. Tentu saja tawar-menawar politik antarpartai pengusung belum mencapai kesepakatan sehingga yang menjadi korban adalah masyarakat. Di sini terlihat mereka hanya mementingkan kuasa kelompoknya sendiri ketimbang kepentingan masyarakat secara luas.
Buku lain :