Penipuan Sektarian: Kerajaan Agung Sejagat dan Sunda Empire

Oleh Warsa Suwarsa
Sektarianisme tidak sekadar semakin terlihat dalam perpolitikan, misalnya penggunaan identitas dan simbol tertentu untuk kepentingan kelompok. Munculnya dua kerajaan “abal-abal” dalam waktu yang hampir bersamaan menjadi salah satu indikasi, sektarianisme telah menjalar sampai kepada praktik penipuan.
Kenapa manusia cenderung mudah diperdaya oleh hal-hal berbau sektarianisme dan unsur primordial di era disrupsi ini? Alasan mendasarnya adalah kecenderungan manusia memang selalu ingin mencari keuntungan dengan mudah, dalam terma kasundaan ingin selalu cespleng.
Namun di samping sifat dasar manusia seperti di atas, munculnya sektarianisme disebabkan oleh faktor domain baik secara sosial, kultural, dan –terutama alasan politik-. Sektarianisme pada tiga permasalahan terutama politik dapat dikatakan lebih berbahaya dari pada sektarianisme atas alasan penipuan. Kerugiannya tidak sebesar penipuan.
Sektarianisme dalam bidang sosial, kultural, dan politik berdampak mengglobal, dapat melahirkan polarisasi atau pengkutuban di dalam kehidupan. Bahkan cenderung tidak menggubris persamaan agama, jika tidak memberikan dukungan atau loyal kepada kelompok tertentu sudah pasti mereka dicap ada di luar kelompoknya, jika tidak dikatakan sesat sebutan lainnya yaitu lawan.
Sektarianisme atau paham kesektean (chauvinisme) atas alasan penipuan merupakan salah satu bentuk sektarianisme di bidang sosial. Deklarasi Kerajaan Agung Sejagat sebetulnya tidak mengganggu keamanan negara tetapi jika dibiarkan apalagi jika pemerintah cenderung membiarkan praktik-praktik seremonial dan upacara kerajaan abal-abal tersebut akan memengaruhi kelompok lain untuk melakukan tindakan yang sama.
Buku lain :