The news is by your side.

NU Melawan Upaya Mem-PKI-kan Indonesia dan Sekaligus Menumbangkan PKI

NU Melawan Upaya Mem-PKI-kan Indonesia dan Sekaligus Menumbangkan PKI | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat
NU Melawan Upaya Mem-PKI-kan Indonesia dan Sekaligus Menumbangkan PKI | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat

Indonesia adalah negara berdasarkan Pancasila. Dasar itu ditegaskan lagi saat Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945. Memang ada usaha kuat untuk mengkomuniskan Indonesia oleh kelompok PKI dan komunisme internasional. Tetapi kemauan itu dihadang oleh kekuatan besar yang ada baik di partai seperti NU, PNI dan Masyumi (sebelum dibubarkan) maupun lainnya.

Dengan sekuat tenaga NU menahan usaha PKI untuk mengkomuniskan Indonesia ini, saat negeri ini dikuasai tiga partai besar yaitu PNI, NU dan PKI yang kemudian digabung secara paksa oleh Bung Karno dalam wadah Nasakom.

Barisan Nasionalis dipimpin PNI, kelompok Agama dipimpin NU dan kalangan komunis diwakili PKI. Dalam Nasakom itu sebenarnya tidak solid. Bagaimana mungkin tiga unsur yang memiliki pertentangan disatukan ? NU misalnya, tidak mungkin dicampur dengan PKI.

Tetapi secara taktis NU termasuk TNI dan kelompok Islam lain juga ikut Nasakom sebagai taktik, karena itu tidak henti-hentinya NU menghadapi usaha PKI untuk communizing (mengkomuniskan) Indonesia. PKI dengan agitasi serta propagandanya yang gencar mengesankan seolah telah menguasai Indonesia dengan menggandeng Soekarno, apalagi beberapa agendanya diapresiasi oleh pemerintah, semakin kuat klaim PKI terhadap pengendalian Indonesia.

Melihat kenyataan itu NU berusaha keras membendung dan menepis propaganda itu, sebaliknya Masyumi tanpa disadari malah menguatkan klaim PKI itu, ketika menyatakan Indonesia telah dikuasai PKI dan menjadi negara komunis. Padahal partai ini sangat anti PKI, bahkan sejak tahun 1950-an Masyumi telah membentuk Front Anti komunisnya.

Maksud propaganda Masyumi itu adalah untuk memperingatkan bahwa negara Indonesia telah berproses menjadi negara komunis. Selain itu disertai harapan segera mendapat bantuan Amerika dan Inggris untuk menyerbu Indonesia untuk menghancurkan PKI. Propaganda Masyumi itu ditepis oleh Kiai Wahab Chazbullah.

Oleh karena itu, saat pemberontakan PRRI Permesta dimulai, sebagai pemimpin partai Islam, Kiai Wahab langsung mengecam keras pemberontakan tersebut dengan alasan, kalau PKI yang duluan mengutuk, maka akan menjadi bukti bagi AS dan Inggris dan sekutunya bahwa Indonesia telah menjadi PKI seperti yang dipropagandakan oleh Masyumi.

Propaganda itu digagalkan Kiai Wahab dengan membuat statemen kenegaraan, bahwa gerakan PRRI-Permesta itu sebuah pemberontakan yang harus dilawan. Ini menunjukkan Indonesia bukan negara komunis sebagaimana diklaim PKI dan sebagaimana dituduhkan Masyumi. Indonesia masih negara yang dikuasai kaum Islam dan nasionalis. Akibatnya tidak alasan bagi Amerika dan Sekutunya untuk intervensi langsung, tetapi hanya membantu senjata dan logistik.

Dengan pemberontakannya itu, akhirnya partai pro Barat itu dilarang dan berdiri di luar gelanggang sambil bersembunyi, sehingga tidak bisa membendung gerakan PKI, sebaliknya menjadi bulan-bulanan PKI. Dalam kondisi inilah NU bertahan dan berjuang bersama partai Islam lain yang lebih kecil. Sementara yang dilakukan Masyumi di luar gelanggang bahkan di luar negeri justru sangat kontradiktif. Mereka menyebarkan kabar bahwa Indonesia telah menjadi negara komunis, padahal di dalam masih ada kekuatan NU, TNI dan juga sebagian PNI serta kekuatan non muslim.

Penolakan terhadap Soekarno dilakukan dengan menganggap bahwa semua produk politik baik di parlemen dan presiden serta Kebijakan kabinet telah dianggap produk PKI. Mulai dari Konsepsi Presiden serta Manifesto Politik dianggap buatan PKI, Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945, UU Pokok Agraria dianggap produk PKI, demikian juga undang-undang pembatasan pedagang asing masuk daerah juga dianggap produk PKI. Tentu saja propaganda semacam itu dengan sendirinya sangat menguntungkan PKI, karena PKI telah dianggap menguasasi semua sektor, terutama dalam mengendalikan presiden.

Apa yang sebenarnya yang dilakukan PNI, NU dan Bung Karno adalah berusaha mengembalikan Negeri ini ke rel Proklamasi. Setelah negeri ini, dicabik-cabik Belanda melalui perjanjian penipuan baik Linggarjati, Renville maupun KMB juga Mutual Security Art (MSA) DI-TII serta PRRI-Permesta. Kedaulatan Indonesia dikerdilkan hinggal tinggal beberapa wilayah Sumatera dan Jawa Tengah, kemudian secara ekonomi dibebani hutang, dan membolehkan perusahaan asing beroperasi kembali memeras sumberdaya alam negara.

Karena itulah ada upaya keras untuk mengembalikan “kemerdekaan” Indonesia, melalui Pidato Bung Karno “Menemukan Kembali, Jalan Revolusi Kita”, berupa kembali ke UUD 1945, yang telah dibelokkan menjadi UUD liberal 1950 yang sangat menguntungkan Belanda. Maka dengan kembali ke UUD 1945 petualangan politik Belanda dengan kaki tangannya di sini menjadi terhenti.

Resolusi Pasca G30S/PKI 1965

Pasca peristiwa G30S/PKI 1965, di saat pemerintah dinilai lamban bersikap, Fraksi NU mengeluarkan Resolusi Nuddin Lubis (1966), yang intinya meminta agar MPR segera menggelar Sidang Umum agar penentuan sikap politik bisa segera dilakukan. Resolusi itu diterima secara bulat. Awalnya tanggal 5 Oktober 1965, lima hari setelah tragedi Nasional G30SPKI. di saat pemakaman para Jendral Revolusi korban pengkhianatan PKI di makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan, tokoh-tokoh NU dimotori KH.M. Munasir dan KH Yusuf Hasyim mengumpulkan tanda tangan pernyataan PKI dibubarkan karena terlibat G30SPKI.

Isi Resolusi Mengutuk Gestapu atau G30SPKI :

  1. Memutuskan kepada Presiden agar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya membubarkan PKI beserta semua organisasi massanya.
  2. Memohon kepada Presiden agar mencabut ijin terbit semua surat kabar/pemuda publikasi lainnya yang secara langsung atau tidak langsung membantu kudeta Gerakan 30 September.
  3. Menyerukan kepada seluruh umat Islam dan segenap kekuatan revoulusioner lainnya agar membantu ABRI melaksanakan perintah Presiden dalam menyelesaikan segala akibat yang ditimbulkan oleh Gerakan 30 September.

Sumber :
Abdul Mun’im DZ, Fragmen Sejarah NU, Pustaka Compass, 2017
Einar Martahan Sitompul, NU dan Pancasila

Leave A Reply

Your email address will not be published.