PBNU Pilar Negara
Ade C. Setyawan
PBNU yang dimaksud pada judul tulisan ini bukanlah singkatan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, namun merupakan singkatan dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar 1945. PBNU yang disebut juga dengan Empat Pilar Kebangsaan, namun karena sosialisasinya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, publik juga lebih mengenalnya dengan Empat Pilar MPR RI.
Kesamaan singkatan PBNU antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan Empat Pilar Kebangsaan ini, nyatanya juga mempermudah sosialisasi kebangsaan pada tubuh NU. NU sebagai ormas islam terbesar di Indonesia memiliki tanggung jawab sebagai pilar negara. Hal ini berdasarkan rilis data exit poll Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2013 bahwa dari 249 juta penduduk Indonesia yang mempunyai hak pilih, sekitar 36 persen atau 91,2 juta mengaku sebagai warga NU.
Tantangan terberat kehidupan berbangsa hari ini adalah munculnya gerakan transnasional yang mencoba ‘mendialogkan’ ulang Pancasila, akan tetapi ujung pangkalnya menganggap Pancasila tidak islami. ‘Dialog semu’ inilah yang tidak menguatkan nilai-nilai Pancasila, akan tetapi menggerus eksistensi Pancasila yang tujuan akhirnya mengganti dengan ideologi lain. Gerakan transnasional yang berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih lagi pada negara Indonesia yang damai.
Dalam perjalanan sejarahnya, NU telah meneguhkan dan menguatkan Pancasila pada saat Munas Alim Ulama NU di Situbondo pada tahun 1983. Pada saat itu, lahirlah Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam, yang berisi:
(1) Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. (2) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. (3) Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia. (4) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya. (5) Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Namun, tonggak sejarah yang penting adalah pada saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) 1984 karena Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam dikuatkan kembali. Sehingga pada saat itu, NU merupakan ormas Islam pertama di Indonesia yang menerima Pancasila sebagai asas organisasi. Beberapa puluh tahun terlewati pasca muktamar, kini NU telah menjadi ormas Islam yang lantang mendukung Pancasila.
Singkatan PBNU bukan kebetulan, akan tetapi merupakan panggilan sejarah agar NU menjaga Empat Pilar Kebangsaan. Agar NU berperan aktif dalam mensosialisasikan dalam kehidupan bernegara sehingga tercapai baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur. Negeri yang aman, damai, makmur yang menjadi impian semua masyarakat. Amin Ya Rabbal’alamin.
Ade C. Setyawan adalah Sekretaris Lesbumi Kota Depok