Pemerintah Bohongi Publik Bubarkan HTI
Pemerintah dinilai tidak serius membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Karena, meski Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Wiranto telah menyatakan membubarkan organisasi tersebut, nyatanya prosedur pembubaran berdasarkan UU tidak dilakukan.
Hal itu dikemukakan praktisi hukum M. Sholeh pada Seminar Kebangsaan yang digelar Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Jakarta Timur, Senin (10/7) sore, di gedung PBNU, Jakarta.
Mekanisme pembubaran ormas, menurut dia, harus dengan prses pengiriman surat peringatan pertama yang bertenggang waktu 30 hari. Jika selama 30 hari tidak mengindahkan, pemerintah harus mengirimkan surat peringatan kedua dengan tenggang waktu 30 hari. Jika peringatan kedua tidak diindahkan, pemerintah harus mengirimkan peringatan ketiga dengan tenggang waktu sama 30 hari.
“Jika masih tidak menghiraukan surat itu, pemerintah memberikan waktu 6 bulan sebagai pemberhentian sementara,” katanya.
Menurut Sholeh, sebagaimana diklaim pihak HTI, sampai saat ini pemerintah tidak melakukan prosedur itu. Karena itulah pemerintah dinilai tidak serius untuk membubarkan organisasi yang mengusung khilafah itu.
“Ini PHP di atas PHP. Pemerintah telah melakukan kebohongan publik sebagaimana dikemukakan HTI,” tegasnya.
Padahal, kata dia, jika pemerintah benar-benar ingin membubarkan organisasi itu, harus diperhatikan dari sisi hukum, yaitu prosedur berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Narasumber sebelumnya, Zuhairi Misrawi mengatakan, HTI memiliki doktrin ideologis yang potensial membuat guncangan di masyarakat. Organisasi tersebut mempunyai klaim teologis bahwa barangsiapa tidak menerapkan khilafah, ia berdosa besar.
Ia menilai predikat dosa besar yang disematkan ini ini berbahaya karena bisa menimbulkan kekacauan di masyarakat. Seolah-olah mayoritas umat Islam di Indonesia telah melakukan kesalahan mendasar padahal khilafah tidak masuk dalam diktum rukun Islam maupun rukun iman. (Abdullah Alawi)
Sumber : NU Online