Politik Identitas dan Gelombang Aksi Bela Islam dalam Kajian Aqidah
Al-wala wal bara ini oleh sebagian orang dihadap-hadapkan pada negara, nasionalisme, simbol negara berupa lagu kebangsaan dan bendera negara. Negara, nasionalisme, simbol negara baik lagu kebangsaan maupun bendera negara dianggap sebagai berhala sesembahan selain Allah.
Sekelompok orang ini memahaminya demikian dengan mendasarkannya pada Surat Al-Jin ayat 18: وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا Artinya, “Sungguh masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
” Pemahaman eksklusif atas al-wala wal bara yang cenderung keras ini dikemukakan oleh Muhammad bin Sa‘id Al-Qahthani secara tersendiri dalam tesisnya yang diselesaikan pada 1401 H/1981 M di Universitas Ummul Qura, Makkah. Tesis yang diberi pengantar oleh salah seorang pengujinya, Syekh Abdurrazaq Afifi, kemudian dibukukan dengan judul Al-Wala wal Bara fil Islam.
Al-Qahthani secara ekstrem mempertentangkan segala bentuk pemikiran, aliran, dan gerakan kontemporer seperti kebangsaan atau nasionalisme, humanisme dengan aqidah al-wala wal bara. Menurutnya, paham kebangsaan atau nasionalisme membatasi al-wala atau loyalitas terhadap sesama Muslim berdasarkan sistem zonasi sehingga empati dan kepedulian didasarkan pada geografis yang mempersatukan Muslim Arab, Yahudi Arab, Nasrani Arab, Ba‘ats Arab.
Ikatan nasionalisme mempersatukan mereka. Ini, kata Al-Qahthani, bertentangan dengan Islam yang mengikat orang berdasarkan akidah terlepas dari bangsa dan negara mana pun. Sedangkan paham nasionalisme membatasi al-wala. Menurutnya, paham kebangsaan yang bersifat zonasi dan geografis ini membuat lemah umat Islam dan memudahkan invasi serta okupasi kolonial Eropa, yang mana mereka adalah Yahudi dan Nasrani atau penjajah ateis setelah itu, yakni komunis, (Al-Qahthani, 1997 M: 419).
Buku lain :