Politik Kaum Santri dalam Teks Babad Tanah Jawi
Perlukah kaum santri jadi presiden? Selama perjalanan bangsa ini, hanya Gus Dur yang pernah jadi RI 1 — itupun singkat sekali. Tahun 2019 ini kayaknya belum jadi milik kaum santri. Mengapa demikian? Apakah kaum santri tidak cakap jadi RI 1?
Dalam Babad Tanah Jawi, ada kisah Sunan Kalijaga minta dibuatkan sebuah keris. Setelah jadi, keris itu berwarna “abang” (merah). Seorang santri beliau minta keris tersebut. Tapi ditolak sang Sunan, dengan mengatakan, “Keris ini hanya dipakai oleh orang yangg akan jadi raja (Demak dan Pajang).”. Babad Diponegoro (versi Surakarta) yang nyinyir kaum santri pendukung Diponegoro, menyebut kaum santri tidak cakap berpolitik, tidak layak jadi raja.
Di era berikutnya era pergerakan nasional, Sukarno diramalkan sebagai ratu adil sebelum jadi RI 1, bahkan dikader oleh seorang kiai di masa pendudukan Jepang untuk dipersiapkan sebagai “raja berpeci”.
Mengapa Sunan Kalijaga tidak mengkader santrinya sendiri jadi raja? Mengapa para kiai tidak mengkader sendiri santri-santri untuk jadi RI 1, malah menyodorkan Sukarno?
Persoalannya memang: kaum santri itu dikader untuk menjadi selevel Sunan Kalijaga yg akan menjadi pengawal Republik ini hingga akhir masa, dan bukan menjadi Raden Patah atau Sultan Pajang atau Panembahan Senopati yg dengan mudah jatuh-bangun, hidup mati berkalang tanah.
Kisah Sunan Kalijaga dan keris abangnya itu memang tetap harus direfleksikan kembali. Tapi tetap harus ingat kenyataan ini: NU di masa Soekarno memang failun, besar dan mengglobal hingga naik ke forum PBB. Kini ? Failun opo maf’ulun bih?
Yang mau jadi RI 1 jangan tanggung, tetap doanya RI 1, jangan wakil. Nanti dikabulkan Allah SWT hanya jadi wakil di MPR atau wakil di tengah rakyat kita.
Sumber : Facebook KH Ahmad Baso