Pondok Inabah; Konsep dan Metode Penyembuhan Korban NAPZA ala Suryalaya
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, karena awal mula keberadaan pesantren berbarengan dengan proses Islamisasi itu sendiri oleh para pendakwah yang rata-rata mendirikan pesantren sebagai media dalam melakukan penyebaran ajaran Islam. Oleh karena itu, pesantren telah menyumbangkan kontribusi besar dalam membentuk wajah Islam di Indonesia itu sendiri.
Pondok pesantren tidak hanya bagi orang yang ingin belajar agama Islam lebih dalam, namun juga pondok pesantren adalah bagi orang yang ingin kembali kepada Allah SWT dari perilaku, pemikiran dan perkataan yang tidak dibenarkan oleh Agama dan Negara. Hal tersebut telah dilakukan oleh pondok pesantren Suryalaya Tasikmalaya yang telah banyak menyembuhkan korban ketergantungan obat-obatan terlarang atau NAPZA melalui pendekatan ilmu tasawuf khususnya ajaran tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah melalui satu lembaga khusus yang bernama pondok Inabah.
Pondok Pesantren Suryalaya sendiri didirikan pada tahun 1905 oleh Syekh Abdullah Mubarok (Abah Sepuh). Kemudian sejak tahun 1972, mulai mengembangkan program bagi anak-anak atau orang tua korban ketergantungan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zak Adiktif). Para korban NAPZA ditempatkan secara khusus dan diberi nama Pondok Inabah. Pondok inabah yang didirikan langsung oleh KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) yang bertujuan untuk ikut berpartisipasi membina ahlak dan mental para remaja korban penyalahgunaan NAPZA untuk kembali ke jalan Allah, melalui pendekatan ilahiyah dengan metode ilmu tasawuf, khususnya ajaran Tareqat Qadiriyah-Naqsabandiyah. (Lestari, Metode Terafi dan Rehabilitasi Korban Napza di PP Suryalaya Tasikmalaya, SOCi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 2013)
Pondok inabah ini menerapkan metode dzikrullah yang diambil dari wirid dan dzikir Tarekat Qadiriyyah-Naqsabandiyyah sebagai alternatif pengobatannya. Metode pembinaan korban penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu paket kurikulum yang dilaksanakan secara ketat dan intensif dalam suatu periode tertentu. Adapun metode yang diterapkan di pondok inabah tersbeut dalam penyembuhan korban NAPZA adalah dengan metode illahiyah yang terdiri dari mandi taubat, shalat fardu dan sunnah, dzikir jahar dan khofi serta berpuasa.
Metode pertama adalah mandi taubat, ini merupakan hal yang penting penting dalam proses penyadaran korban penyalahgunaan NAPZA. Mandi taubat ini mulai dilaksanakan pada pukul 02;00 dini hari sebelum melaksanakan shalat tahajud. Mandi pada waktu-waktu ini adalah terapi untuk menghilangkan racun dari tubuh penderita karena air yang dingin menyebabkan syaraf-syaraf meregang dan aliran darah lebih lancar menuju ke otak. Mandi taubat ini bertujuan agar korban NAPZA tersebut bisa suci kembali baik dhohir maupun batinnya, karena mandi dalam kajian ilmu fiqih disebut dengan istilah Thaharah, dan dalam kajian ilmu tasawuf khususnya dalam ajaran tarekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah mandi taubat ini dianjurkan bagi siapa saja yang ingin mulai kembali ke jalan Allah SWT. Maka Taubat ini dalam tasawuf adalah jalan pertama menuju Allah, karena dalam taubat adalah usaha untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengkosongkan hati dari selian Allah SWT, hal ini disebut dengan istilah takhalli. (Lestari, Metode Terafi dan Rehabilitasi Korban Napza di PP Suryalaya Tasikmalaya, SOCi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 2013).
Metode kedua setelah mandi taubat dan bertaubat adalah dengan sholat fardu dan memperbanyak shalat sunnah, yaitu setelah dilaksanakannya mandi taubat korban NAPZA melakukan dan memperbanyak shalat-shalat sunnah seperti sholat taubat dan sholat tahajud sampai memasuki waktu shalat subuh. Shalat adalah termasuk ibadah mahdhoh atau ibadah yang langsung dengan Allah SWT sebagai alat komunikasi antara hamba dengan sang Khaliq. Maka memperbanyak sholat-sholat sunah dalam ajaran tasawuf sangat dianjurkan. Karena setelah taubat atau memebersihkan diri dari sifat-sifat tercela baik dohir ataupun batin harus dilanjutkan dengan menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan memperbanyak amalan ibadah termasuk memperbanyak sholat sunnah. Hal ini dalam istilah tasawuf disebut dengan Tahali. (Lestari, Metode Terafi dan Rehabilitasi Korban Napza di PP Suryalaya Tasikmalaya, SOCi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 2013).
Metode yang ketiga adalah dengan berdzikir, dzikir yang diamalkan oleh para korban NAPZA adalah dzikir tarekat Qadiriyyah-Naqsabandiyyah yaitu dzikir jahr dan khofi yang telah ditalqin langsung oleh Abah Anom sendiri.Talqin dzikir merupakan suatu proses awal seseorang akan mempelajari tasawuf khususnya tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah (TQN). Dengan talqin dzikir Abah Anom terhadap korban penyalahgunaan NAPZA diharapkan dapat membangun tingkat kesadarannya, sehingga timbul penyesalan dan mengetahui akan segala kesalahan atau dosa yang telah dilakukannya yang selama ini tidak disadari.
Metode dzikir Tarekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah adalah dengan dzikir jahr (keras) dan dzikir khofi (samar). Dzikir Jahar yaitu mengucapkan kalimat tauhid yang terdiri dari pernyataan nafi (negasi) dan itsbat (menetapkan). Pernyataan nafi adalah lapadz Laa ilaha dan pernyataan itsbat adalah illallah. Jadi dzikir jahr dalam ajaran tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah adalah pengucapan kalimat Laailaha illah dengan keras dan bersama-sama. Dzikir jahr berfungsi untuk menghilangkan syirik dan menghidupkan kembali hati korban NAPZA. Adapun dzikir khofi adalah dzikir yang dibaca pelan bahkan dalam hati, kalimat yang dibaca dalam dzikir khofi tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah adalah kalimah Allahu. Dzikir khofi ini berfungsi untuk menimbulkan sikap ikhlas, melepaskan segala sesuatu yang menghalangi hubungannya dengan Allah, membersihkan jiwa dari segala sipat yang tercela, menghilangkan sifat-sifat kehewanan yang ada dalam diri manusia, mendatangkan pengetahuan dari Allah, dan mendatangkan pengetahuan tentang rahasia yang menampakan keagungan Allah. Melalui dua metode dzikir tarekat Qadiriyah Naqsabandiyyah ini korban NAPZA akan dialihkan dari kelezatan yang bersipat halusinasi kepada kelezatan yang bersipat hakiki. (Lestari, Metode Terafi dan Rehabilitasi Korban Napza di PP Suryalaya Tasikmalaya, SOCi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 2013).
Dan metode yang terakhir dari penyembuhan korban NAPZA di Pondok Inabah pesantren Suryalaya adalah berpuasa. Puasa merupakan terapi penunjang dari metode pengobatan di pondok inabah tersebut, karena tidak semua korban NAPZA diharuskan melalui kegiatan berpuasa ini. Bagi mereka yang sudah membaik dan sadar dianjurkan untuk melaksanakan puasa senin dan kamis atau puasa tiga hari setiap bulan, kecuali puasa fardu bulan Ramadhan seluruh anak bina diharuskan melakukannya. (Lestari, Metode Terafi dan Rehabilitasi Korban Napza di PP Suryalaya Tasikmalaya, SOCi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 2013).
Itulah metode dan konsep pondok Inabah Pesantren Suryalaya dalam rangka terafi pengobatan kepada korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau NAPZA. Hal ini adalah suatu metode dan konsep yang luar biasa, mengobati korban NAPZA dengan pendekatan ilmu tasawuf khususnya ajaran Tarekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah (TQN).
Wallahu ‘alam bi showab.