REDAKSI TAHLIL NUSANTARA
Oleh : Ust Oh Noer Ahmed – Tahlil Nusantara susunan redaksi bacaannya memiliki kedekatan dengan Tarikat Qodiriyah dan Rifa’iyah, lahir di abad ke 6 Hijriah.Karena miripnya susunan redaksi tahlil kita dengan kedua Tarikat tersebut, maka indikasinya sangat kuat sekali bahwa penyusun bacaan Tahlil Nusantara adalah penganut Tarikat tersebut.
Indikasi ini di dukung akan kultur keruhaniaan dan kebatinan masa lalu. Dimana Tarikat Qodiriyah (dan) Naqsyabandiyah lebih awal masuk ke tanah Nusantara, qila : era Walisongo. Selain alasan ini adalah karena banyaknya kyai-kyai masa lalu yang berinteraksi dengan para guru Tarikat saat mengampu ilmu di Makkah dan Madinah.
Bukan hanya kedua alasan ini, melainkan ada lagi, yaitu hadloroh atau wasilah dalam tahlil hampir tidak melepaskan (redaksi) nama “Sulthonul Auliya’ Syaih Abdul Qodir Al Jailani, Lahul Fatihah”. Tentu, bacaan hadloroh tersebut memiliki maksud tersendiri. Dan mungkin, tidaklah lain, adalah untuk menunjukkan bahwa penyusun memiliki hubungan kebatinan dengan Tarikat Qodiriyah (dan) Naqsyabandiah.
Ini hasil kajian saya yang berangkat dari ungkapan rasa penasaran saya tentang redaksi tahlil yang ada. Dan saya tidak yakin, bahwa redaksi tahlil adalah hasil susunan habib Abdullah bin Alawi Al Haddad, seperti yang di tulis oleh NU online. Kenapa saya tidak yakin ?
Karena kitab yang di jadikan rujukan, yaitu Syarah Ratibul Haddad, tidak ada redaksi kemiripan sama sekali dengan redaksi yang kita baca. Adapun kebiasaan membaca Tahlil “Laa ilaaha illahu” sebanyak 500 kali secara berjamaah, maka, menurut saya, itu alasan yang tidak kuat untuk menghubungkan tahlil Nusantara kepada Beliau. Dengan alasan, bahwa sebelum Beliau, yaitu di masa imam Rofi’i abad 7 hijriah, ada seorang laki-laki yang membaca tahlil fida’ sebanyak ribuan kali, lalu di hadiahkan kepada ibunya yang sudah meninggal (lihat status saya sebelumnya). Dan itu menunjukkan bahwa beliau adalah bukan orang pertama kali yang melakukanya.
NB. Tradisi kirim doa adalah lelaku ulama’-ulama’ sufi di masa lalu, seperti Ali Ibnu Muwaffaq yang hidup dimasa Imam Junaid Al Baghdadi dan Abul Abbas Muhammad bin Ishaq assarraj, salah satu perowi hadis.
—
Tanda dalam kurung () ditambahkan oleh editor
Source
Facebook Moch Zain