Relasi Sosial Hizbut Tahrir dan Militer di Indonesia (2) : Tinjauan Teori
Seri tulisan ini :
Relasi Sosial Hizbut Tahrir dan Militer di Indonesia (1) : Pendahuluan, Baca
Hubungan yang dimaksud dalam penelitian ini berdimensi sosiologis yaitu hubungan yang dipandang sebagai fakta sosial menurut perspektif Emile Durkheim (Irawan 2016), yakni hubungan secara terbuka, guna menepis anggapan hubungan konspiratif yang bersifat rahasia dan berkonotasi negatif (jahat dan makar). Hubungan dalam pengertian konspirasi tidak dapat digunakan karena sulit dibuktikan secara empirik, yang memberi peluang bagi berkembangnya opini liar yang berbasis pada isu dan rumor, sehingga tidak bernilai ilmiah.
Secara umum, aktivis HTI dan prajurit TNI dipandang sebagai individu anggota masyarakat. Interaksi yang terjadi antar keduanya yaitu antar individu, antar individu dengan lembaga dan antar lembaga yang pada dasarnya bertujuan untuk membentuk tertib sosial. Prajurit TNI berasal dari rakyat dan setelah pensiun menjadi purnawirawan kembali menjadi rakyat sipil biasa yang telah mengalami demiliterisasi, dalam bentuk pemberhentian dari dinas militer, keluar dari struktur organisasi militer dan penarikan senjata api. Meskipun demikian, purnawirawan TNI masih mempunyai jiwa, ilmu pengetahuan, pengalaman, informasi dan jejaring kemiliteran kultural.
Dalam pandangan HT, masyarakat merupakan jalan, jembatan dan media menuju kekuasaan. HT mendefiniskan masyarakat sebagai kumpulan individu yang melakukan interaksi terus menerus dalam satu pemikiran, perasaan dan sistem yang sama. Pemikiran, perasaan dan sistem yang sama merujuk kepada satu ideologi tertentu; Islamisme, kapitalisme dan sosialisme. Jika kumpulan individu melakukan interaksi terus menerus berdasarkan pemikiran, perasaan dan sistem islamisme, maka masyarakat tersebut dinamakan masyarakat islam. Demikian pula halnya dengan masyarakat kapitalisme dan sosialisme (an-Nabhani Taqiyuddin 2016:7-8, Abdurrahman Yahya 2017). HT meyakini mereka adalah kelompok yang mengemban ideologi Islam (an-Nabhani Taqiyuddin 2001b:81).
Eksistensi pemerintah dan negara akibat dari adanya hubungan, keterikatan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Oleh karena itu, hubungan, keterikatan dan kepercayaan harus diputus dengan cara diserang terus menerus. Semua anggota masyarakat, apapun profesi dan jabatannya, sipil dan militer, dipandang sama. Hubungan, keterikatan dan kepercayaan mereka dengan pemerintah hendak diputus melalui agitasi dan propaganda berbentuk aksi, kegiatan dan narasi-narasi yang disebarkan melalui media-media yang mereka miliki dan media lain yang bisa mereka masuki (an-Nabhani Taqiyuddin 2016; Hawari Muhammad 2010).
Gambar 1. Metode Peralihan Kekuasaan HT
Sumber: Diolah penulis dari berbagai dokumen, kitab dan selebaran HT.
Dengan demikian, HT menjadikan proses sosial sebagai metode guna meraih tujuan politik, yakni meraih kekuasaan pemerintahan di suatu negara. Karena itu, pendekatan ilmu Sosiologi Politik dalam konteks multidisipliner pada kajian terorisme, sangat relevan. Sosiologi Politik merupakan cabang dari ilmu Sosiologi yang membahas interaksi individu, kelompok, dan lembaga politik sebagai realitas dinamis dalam lingkaran kekuasaan, pemerintahan dan negara. (Maurice 2014; Soesillo S Arief 2019).
Tulisan ini pertama kali tayang di Jurnal Pemikiran Sosiologi UGM, Naskah asli dalam bentuk file PDF dapat dibaca / download langsung di website sumbernya, Di sini.