Siapa yang Berhak Menentukan Mafsadah Corona itu Nyata atau Tidak ?
Apalagi tuntunan agama membenarkan untuk kita mengganti Jumatan dengan zuhur di rumah. Atau shalat berjamaah di masjid diganti dengan jamaahan di rumah saja. Agama membenarkan. Lain halnya kalau kita membuat-buat aturan seperti gak boleh shalat di rumah sama sekali. Nah, ini baru gak benar.
Lantas siapa yang berhak menentukan ini mafsadah yang nyata atau tidak? WHO lembaga dunia sudah bilang ini wabah pandemi. Pemerintah sudah menetapkan status darurat bencana non-alam. Para dokter sudah mengatakan ini berbahaya. Lantas siapa lagi yang mesti kita percaya untuk menentukan kemafsadahan ini? Pada titik ini, kita memasuki wilayah fiqh siyasah. Kita harus taat pada ulil amri, yaitu pemerintah pusat. Ini bukan lagi wilayah ulama untuk menentukannya. Kaidahnya: hukmul hakim ilzamun wayarfa’ul khilaf. Para ulama hafal semua kaidah ini.
Semoga menjadi jelas bahwa virus corona ini merupakan mafsadah yang nyata, bahkan di daerah yang katanya belum terpapar sekalipun. Dan yang berhak menetapkan status mafsadah itu adalah pemerintah pusat karena kita satu kesatuan wilayah hukum (wilayatul hukmi). Ulama harus mendengar apa kata pemerintah. Pemerintah mendengar apa kata dokter atau ahli kesehatan. Maka insya Allah kita semua bisa berkordinasi mencegah meluasnya penyebaran virus corona. Kami hanya ingin para kiai, jamaah dan bangsa ini sehat dan selamat semuanya dari wabah pandemi corona ini.
Ya Lathif, ulthuf bina….
Tabik,
GNH
Buku lain :