The news is by your side.

Soal Pembakaran Bendera, MUI: Bukan karena ‘Phobia,’ Tapi Cinta NKRI

Soal Pembakaran Bendera, MUI: Bukan karena 'Phobia,' Tapi Cinta NKRI | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratJakarta, NU Online
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis mengatakan, pembakar bendera hitam yang bertuliskan kalimat tauhid tersebut tidak mungkin karena alasan phobia atau membenci kalimat syahadatain. Mengapa? Karena sesuai tradisinya, Banser (Barisan Ansor Serba Guna) yang merupakan warga Nahdhiyin biasa melakukan ritual Tahlilan yang di dalamnya terdapat bacaan kalimat tauhid, La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah.

“Jelas sekali peristiwa tersebut bukan karena phobia terhadap kalimat tauhid, tapi semata-mata dilakukan karena kecintaan mereka kepada NKRI dan menjaga dari rongrongan ideologi yang hendak mengganti dasar negara Pancasila dengan sistem khilafah,” kata Kiai Cholil kepada NU Online, Jumat (25/10).

Kiai Cholil menambahkan, untuk menjaga persaudaraan antar sesama umat Islam (ukhuwah islamiyyah), sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyyah), dan sesama manusia (ukhuwah basyariah) maka kesalahpahaman dan kegaduhan soal pembakaran bendera sebaiknya disudahi demi keutuhan umat dan kesatuan bangsa.

“Karena kasus ini semua terkait dengan niat dan tujuan,” ujarnya.

Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah ini berharap agar semua pihak bisa saling memaafkan, tidak reaktif, dan membangun dialog dengan mengutamakan kepentingan bersama.

Menurut Kiai Cholil, kalau ada hal yang dianggap terdapat pelanggaran hukum, baik pihak yg membakar atau yang mengibarkan dan membawa bendera di luar kesepakatan bersama, maka sebaiknya diserahkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang.

“Demikian juga pihak Kepolisian RI agar tetap bekerja secara profesional dan dapat bertindak seadil-adilnya demi tegaknya hukum,” tegasnya.

Ia berharap, semua pihak bisa belajar dari peristiwa ini. Yakni jika muncul permasalahan yang menyangkut paham dan tafsir beragama sebaiknya ditempuh dengan cara-cara luhur seperti musyawarah dan dialog.

“Sejarah telah mencatat bahwa bangsa kita lekat dengan budaya silaturahim dan dialog untuk mencari titik temu yang dilandasi rasa cinta kasih dan tulus hati,” sambungnya.

Kontroversi pembakaran kain hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan beberapa orang berseragam Banser (Barisan Ansor Serba Guna) mendapat tanggapan beragam di masyarakat. Berdasarkan rilis yang disampaikan  PP GP Ansor bahwa pembakaran dilakukan secara spontanitas karena menemukan bendera selain merah putih sesuai dengan kesepakatan panitia.

Masih sesuai rilis PP GP Ansor, Banser melakukan hal itu atas dasar semangat cinta tanah air. Mereka membakar bendera yang dianggap sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang notabene secara resmi dilarang oleh negara melalui keputusan pengadilan. (Muchlishon)

Sumber : NU Online

Leave A Reply

Your email address will not be published.