Spirit Harlah PMII ke-61: Menjaga Karakter Islam di Indonesia sebagai Warisan Ulama Terdahulu
Indonesia memiliki keanekaragaman yang luar biasa, memiliki sekitar 718 bahasa daerah menurut data Badan Bahasa dan Pembukuan Kemendikbud, memiliki 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS pada tahun 2010. Memiliki 187 kepercayaan selain dari 6 agama besar dan telah di akui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Protesta, Hindu, Budha dan Konghucu.
Dari semua keanekaragaman bahasa, suku bangsa dan agama tersebut menjadikan Indonesia tempat berteduh semua kalangan, tempat berkehidupan yang saling menopang dan saling menghormati satu sama lain. Dan Islam di Indonesia sebagai suatu agama mayoritas dan bahkan menjadi agama paling banyak di anut di dunia, menampakan wajah Islam yang ramah, warna yang berbeda dengan karakter Islam di kawasan lain. Islam di Indonesia menjadi Islam yang toleran dan moderat.
Hal ini lahir dari suatu proses sejarah yang panjang, yaitu sejak proses Islamisasi yang berlangsung secara damai tanpa adanya pertumpahan darah atau agresi militer atau yang disebut dengan istilah futuhat sejak abad ke-13 dan berkembang sangat pesat pada abad ke-17. Islam hadir khususnya ke Indonesia umumnya ke kawasan Asia Tenggara datang dengan damai melalui saluran perdagangan, perkawinan, pendidikan dan tentunya melalui dakwah para wali yang juga merupakan guru tarekat, bahkan ketika Islam sudah berkembang di Indonesia dan menjadi sebuah institusi politik kerajaan atau kesunanan, proses Islamisasi masih tetap dengan pendekatan cinta kasih perdamaian tanpa pemaksaan dan kekerasan.
Jika kita melihat teorinya Sayyed Hosein Nasr mengenai lahirnya keragaman budaya Islam dibeberapa kawasan, termasuk lahirnya kebudayaan Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia ini terjadi akibat empat faktor, yang pertama karena adanya faham keagamaan dalam bentuk madzhab fiqih dan tasawuf-tarekat. Asia Tenggara khususnya Indonesia menganut ajaran fiqih dari empat imam madzhab, namun mayoritas yang dianut adalah fiqihnya imam syafi’i. Adapun dalam hal ketahauhidan, Indonesia mayoritas menganut ajaran dari imam al-Asy’ari dan imam al-Maturidy, sedangkan dalam bidang tasawuf-tarekat Indonesia menganut banyak tarekat yang mu’tabarah termasuk tarekat Qodiriyyah dan Tijaniyyah. Institusi tarekat tersebut berperan sangat penting dalam sejarah Islamisasi di Indonesia, para pendakwah dalam proses Islamisasi pada periode awal adalah kaum tarekat, perjuangan rakyat bawah untuk melawan penjajahan pada masa berikutnya juga adalah kaum tarekat, sehingga kaum tarekat tersebut tidak bisa dipungkiri dalam sejarah Islam di Indonesia yang juga turut mewarnai corak peradaban dan kebudayaan Islam di Indoensia. Maka tidak aneh jika Islam di Indoensia mempunyai kebudayaan-kebudayaan tarekat, seperti tradisi manakib banyak diselenggarakan oleh penganut tarekat-tarekat di Indonesia.
Faktor kedua lahirnya ragam kebudayaan Islam menurut Sayyed Hosein Nasr adalah dari faktor etnis dan ras pemeluk Islam. Islam sebagai dogma atau teks telah berinteraksi dengan konteks Indonesia ketika proses Islamisasi, karena ketika awal proses Islamisasi keadaan Indonesia bukan kawasan yang masih perawan melainkan Indonesia adalah kawasan yang telah mapan dalam hal berkebudayaan, pada masa tersebut kebudayaan Hindu-Budha telah berkembang dengan sangat pesat, peninggalan-peninggalannya masih bisa kita lihat sekarang. Al-hasil Islam sebagai doktrin dari sumber ajaran utama yaitu Al-qur’an dan Al-hadits telah berakulturasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan budaya-budaya lokal, dengan budaya hindu-budha, dengan budaya sunda, jawa dan lain sebagainya. Kebudayaan Hindu-Budha tersebut oleh para Da’i Sufi atau para wali telah di Islamisasikan, sebagai contoh adalah pondok pesantren, yang menurut sebagain para ahli bahwa konsep pondok pesantren adalah konsep pendidikan dari ajaran Hindu, Proses Islamisasi di Indonesia juga telah berhasil melahirkan sebuah kebudayaan lokal yang telah diakultirasi menjadi sebuah budaya lokal bernafaskan Islam. Sehingga hal ini semua menjadi ciri khas Islam di Indonesia.
Faktor selanjutnya dari lahirnya ragam kebudayaan Islam menurut Sayyed Hosein Nasr adalah dari faktor pengalaman sejarah, bisa kesamaan pengalaman sejarah Islamisasi atau kesamaan pengalaman sejarah pra-Islam. Jika kita melihat kesamaan pengalaman sejarah Islamisasi di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia yang proses Islamisasinya berjalan dengan damai dan melahirkan Islam di Indonesia yang hidup secara damai dalam perbedaan, hal ini berbeda dengan kawasan lain, misalnya Asia Barat yang pengalaman sejarah Islamisasinya dengan penaklukan wilayah melalui ekspansi militer, hal ini melahirkan Islam yang berbeda dengan Islam Indonesia.
Faktor terakhir dari lahirnya ragam budaya Islam menurut Sayyed Hosein Nasr adalah dari faktor demografis dan geografis. Indonesia mempunyai demografis atau jumlah penduduk yang cukup banyak, dan pulau Jawa adalah pulau yang paling banyak di huni oleh masyarakat Indonesia. Penduduk Indonesia tersebut terbagi-bagi dalam komunitas etnis yang berbeda-beda. Ditambah dengan kondisi geografis Indonesia yang berada diantara dua benua yaitu benua Asia dan Benua Australia, serta diantara dua samudra yaitu samudra Hindia dan Samudra pasifik dan dilewati oleh jalur khatulistiwa serta memiliki dua iklim yaitu musim hujan dan musim panas. Kondisi Indonesia berupa kepulauan dan sejuk hal ini menjadikan lahirnya kebudayaan Islam ala Indonesia.
Para pendahulu kita telah mengajarkan ilmu yang luar biasa dalam berkehidupan di Indoensia, Indonesia mampu hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan suku, bahasa, ras dan agama. Jika kita komparasikan dengan Islam di kawasan Arabia, yang mempunyai satu bahasa dan etnis Arab saja namun banyak sekali gejolak-gejolak pertikaian sehingga terpecah-pecah menjadi beberapa negara. Hal ini berbanding terbalik di sebelah timur yaitu Indonesia mampu hidup tenang, tentram dan damai diantara banyak perbedaan. Para Wali Sanga pada masa awal di Indoensia telah mengajarkan kerukunan dalam berkehidupan keanekaragaman di Indonesia, hal ini yang telah ditanam oleh para ulama terdahulu dan mesti kitalah yang merawat, menjaga dan meneruskan ide dan perjuangannya.
Islam Indonesia adalah wajah Islam yang moderat tidak condong ke kanan yang kaku dan tekstualis dan tidak juga condong ke kiri yang ektrimis-radikalis yang mengajarkan kekerasan terhadap sesama manusia. Islam yang ramah, yang dakwah dengan merangkul bukan memukul, yang menasehati dari hati ke hati agar masuk kedalam lubut hati, Islam yang amar ma’ruf bil ma’ruf dan nahyil mungkar bil ma’ruf. Islam yang toleran terhadap perbedaan, saling menghormati dan saling menjaga keutuhan negeri. Spirit inilah warisan ulama penerus para nabi yang menerbarkan Islam bagi semua alam.
Selamat Hari Lahir PMII ke-61, semoga bisa menjadi organisasi mahasiswa Islam Indonesia yang mampu menjaga karakter Islam Indonesia ini sebagai warisan para Ulama.