The news is by your side.

Gerakan Dakwah Bukanlah Gerakan Propaganda (Bagian I)

Gerakan Dakwah Bukanlah Gerakan Propaganda (Bagian I) | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratPenulis: Asep Kadarusman

Menelisik fenomena akhir- akhir ini, terutama dalam bidang dakwah penulis merasa ada hal yang cukup menggelitik. Dimana dunia dakwah saat ini sepertinya sudah mengalami pergeseran nilai. Ketika penulis melakukan reseach, mulai dari pelosok desa hingga kota, mimbar hingga media massa, tidak jarang ditemukan adanya aktifitas dakwah yang menjurus pada propaganda, mengkritik pemerintah yang berlebihan,saling menyalahkan sesama Ulama, membahas hal- hal “furu'” yang sebenarnya sudah selesai dikalangan para Ulama terdahulu, hingga menjurus pada aktifitas provokasi massa. Betul kah dakwah itu seperti itu.?

Hal ini menjadikan dampak yang cukup negatif bagi umat (masyarakat) hingga akhirnya umat mengalami skeptisisasi. Umat jadi kebingungan, Ulama mana yang harus jadi panutan.?

Baiklah..saya mencoba menuliskan tentang Apa itu dakwah, sejauh yang saya ketahui, tentunya berpegang pada sisi obyektifas.

Dakwah secara etimologi bahasa, akar katanya dari “Da’a yad’u da’watan. Dalam bentuk Masdar. Menurut Abdul Azis dalam kitabnya yang berjudul Islah al- Wakhudu al-Diniy (hal.26/1997) bahwa dakwah itu seruan, ajakan, panggilan untuk menarik manusia pada sesuatu, atau memohon do’a.

Adapun secara terminologi, penulis mencoba mengutif dari Abdul Kadir Sayid Abdur Rouf dalam Dirosah fi Da’wah al-Islamiyah (vol. 10), yang paralel dengan pernyataan Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayah al- Mursyidin:

“حث النّاس علی الخير والهدی ولامر بالمعروف والنهی المنكر ليفوز وابسعادت العاجل والاجل”.

Artinya ” sebagai upaya membangkitkan kesadaran manusia diatas kebaikan dan bimbingan. Menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar. Supaya mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat”.
Ditinjau dari definisi diatas bisa kita fahami bahwa dakwah itu merupakan satu aktifitas berupa ajakan menuju kebaikan.

Selanjutnya, bagaimana bentuk, corak dan karakteristik dari ajakan maupun seruan itu.?
Mari kita simak beberapa ayat berikut ini:

1). Alloh menyeru kepada manusia menuju jalan yang lurus.

واﷲُ يَدْعُوْا إِلَی دَارِالسَّلَمِ وَيَهْدِ مَنْ يَشَاۧءُ إِلَی صِرٰطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ﴿٢٥﴾

Artinya “Dan Allah menyeru (manusia) kepada Daru As-Salam (Surga) dan menunjuki orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus/Islam. (Q.S Yunus : 25)

2). Dakwah juga diartikan sebagai proses berdoa.

أُجِيْبُ دَعْوَۃَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ﴿١٦٨﴾

Artinya “Aku akan memenuhi do’a orang yang berdo’a KepadaKu (Q.S Al-Baqarah : 168)

3). Seruan Dakwah harus dilakukan dengan cara yang arif- bijaksana dengan banyak mengajarkan kebaikan.

أُدْعُوْ إِلَی سَبِيْلِ رَبّكََ باِالْحِكْمَۃِ وَالْمَوْعِضَۃِالْحَسَنَۃِ وَجَدِلْهُمْ باِلَّتِی هِيَ أَحْسَنُ… ﴿١٢٥﴾

Artinya “Serulah manusia kepada jalan TuhanMu, dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahkan mereka dengan cara yang baik.” (Q.S An- Nahl :125).

Menyimak dari ketiga ayat tersebut, wabil khusus surat An-Nahl :125, penulis mencoba mendeskrifsikan, bahwa Dakwah memiliki 4 unsur;

1). kata “Ud’u” artinya ajaklah. Secara subyektif, ia disebut Da’i. orang yang mengajak.
2). Kalimat “sabili Robbika” merupakan materi dakwah, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ Ulama dan Qiyas.
3). Huruf “Bi” harfu jar, sebagai kata penghubung yang dalam konteks ini bisa memiliki arti ‘dengan cara’.
4). Kalimat “hikmah wal mauidhotil hasanah wajadilhum bil lagi hi ya ahsan” merupakan metode atau kaifiat dari dakwah itu sendiri.

Jadi poin-nya menurut penulis bahwa dakwah itu merupakan suatu proses ajakan atau seruan kepada sesama manusia untuk menuju kebaikan di dunia dan akhirat, yang dilakukan dengan cara- cara yang sesuai dengan tuntunan Allah & Rosulnya. apabila tidak sesuai, saya kira itu bukan suatu proses Dakwah, bisa masuk kedalam proses komunikasi biasa yang tidak terkait dengan hukum, Nash ataupun aturan- aturan yang sudah ditentukan dalam ajaran Islam.

Penulis mencoba mengutif satu Hadits Nabi yang artinya ” setiap manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci..”. Jadi kalau ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki fitrah kebaikan. Lalu kalau manusia itu pada dasarnya baik, untuk apa adanya proses Dakwah..? Hal ini cukup menarik. Mari cermati pernyataan Syekh Ali Mahfudz diatas. Beliau menggunakan kata “A’la” sebagai penghubung antara “Khoerun dan Huda”. A’la bisa diartikan mengangkat, membangkitkan. Jadi pada dasarnya, eksistensi kebaikan dalam diri manusia itu sudah ada, tinggal dibangkitkan, atau disadarkan akan potensi fitrah kebaikan yang ada pada dirinya.

Adalah Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Dhillatil Qur’an (jilid ke V vol. 110) yang di syarahi oleh Kyai Masdar F Mas’udi dalam bukunya Dakwah Islami mencari paradigma baru (vol. 1) yang mengartikan Dakwah Islamiyah itu ialah sebagai proses penyadaran untuk mendorong manusia supaya tumbuh & berkembang sesuai dengan fitrahnya. ditinjau dari definisi tersebut, bahwa pada dasarnya manusia itu baik, mahluk yang memiliki impuls kodrati untuk mematuhi perintah & menjauhi larangan Tuhannya. Ini artinya, jika pada kenyataannya banyak manusia tidak mencerminkan fitrah religiusitasnya, maka persoalan itu bukan terletak pada watak jati dirinya, melainkan dari suatu godaan dari luar (Syetan) yang mempengaruhi hawa nafsu.

Jadi poin-nya, Dakwah itu harus dilakukan dengan cara- cara yang arif- bijaksana, mengajarkan pada kebaikan, agar umat tersemangat dan terangkat nilai- nilai kebaikan yang sudah terkandung di dalam jati dirinya semenjak lahir.

Terakhir penulis mengutif satu pernyataan Prof.Said Agil Siradj bahwa:

“Dakwah itu mengajak, bukan mengejek
Dakwah itu merangkul, bukan memukul
Dan
Dakwah itu dengan ramah, bukan dengan marah- marah”.

Wallohu a’lam

Penulis: Asep Kadarusman
Aktifis muda NU Tasikmalaya
Alumnus UIN Sunan Gunung Djati Bandung, fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Leave A Reply

Your email address will not be published.