The news is by your side.

Ibrah Habasyah: Hijrah ke Darul Kufur dan Darul Islam Selain di Madinah

Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar

Darul Islam dan darul kufur dalam terminologi kaum radikal terkait dua hal: Pertama, soal hukum yang diterapkan; Kedua, tentang perlindungan keamanan terhadap warga. Definisi Darul Islam menurut mereka adalah suatu negara yang didalamnya diterapkan hukum Islam dan keamanannya di tangan umat Islam. Keamanan di tangan umat Islam maksudnya negara tersebut berdaulatan 100% dari ancaman, ganggunan dan intervensi negara kafir baik secara militer, politik, ekonomi dan budaya. Dalam konteks sekarang suatu negara disebut darul Islam apabila menerapkan syariah Islam dan bebas dari intervensi asing seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Cina, Rusia, dsb.

Kaum radikal berbeda pendapat tentang kriteria keamanan di tangan umat Islam (takmin). ISIS dan HTI mensyaratkan tamkin taam wal mutlaq (sempurna dan mutlak) yakni darul Islam harus steril dari bukan saja fakta ancaman, gangguan dan intervensi asing, mereka juga mensyaratkan darul Islam terbebas dari potensi hal-hal tersebut. Sedangkan Al-Qaeda masih mentolerir adanya potensi ancaman, gangguan dan intervensi asing sebelum menjadi kenyataan. Kriteria tamkin taam wal mutlaq yang disyaratkan oleh ISIS dan HTI sangat sulit diwujudkan, bahkan tidak ada realitasnya. Di zaman Nabi saw di Madinah dan Khulafaur Rasyidin potensi ancaman, gangguan dan intervensi asing selalu ada. Nabi saw sendiri pernah menjadi korban konspirasi Yahudi dan kaum Quraisy.

Meskipun demikian saya meminjam untuk sementara definisi darul Islam menurut kaum radikal dalam rangka menguji konsistensi narasi mereka. Semua kelompok radikal menjadikan Sirah Nabawiyah sebagai road map perjuangan mereka. Sudah barang tentu juga sebagai alat legitimasi. Mereka membagi Sirah dalam dua periode besar, periode Mekkah dan Madinah. Di Mekkah, Nabi saw dan para sahabat hidup di darul kufur dimana hukum yang diterapkan adalah hukum jahiliyah dan keamanan mereka di bawah ancaman orang-orang kafir Quraisy.

Sampai pada tahap tertentu gangguan, ancaman dan penyiksaan fisik yang dilakukan kaum Quraisy dikhawatirkan membahayakan keimanan para sahabat, maksud menggoyahkan keimanan mereka. Sebab itu kemudian Rasulullah saw setelah mendapat isyarat dari Allah swt QS. Az-Zumar: 10, memerintah sebagian sahabat hijrah ke Habasyah. Beliau saw berkata: “Kalau kalian pergi ke negara Habasyah niscaya kalian di sana akan bertemu dengan seorang raja yang tidak pernah berbuat zalim dengan siapapun. Habasyah adalah negara penuh kebaikan, sehingga di sana Allah membuat untuk kalian kelapangan atas kenyataan yang kalian hadapi”. (M. Rawwas Qol’ahji 2017 : 75).

Pada bulan Rajab tahun kelima kenabian untuk pertama kalinya sejumlah sahabat hijrah ke Habasyah. Rombongan terdiri atas 12 lelaki dan 4 perempuan. Pemimpinnya Utsman bin Affan, yang didampingi oleh istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah. Beliau bersabda kepada keduanya, “mereka berdua adalah ahlul bait pertama yang hijrah di jalan Allah setelah Ibrahim dan Luth.” (Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, 2016: 118; Zadul Ma’ad 1/24). Hijrah kedua laki-laki 83 orang perempuan 18/19 orang (Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, 2016 : 120)

Negara Habasyah sebuah kerajaan Kristen Nestorian yang dipimpin seorang Najasyi dengan penasehat uskup-uskup. Negara Habasyah merupakan sekutu kekaisaran Romawi Katolik yang ada di Afrika tenggara. Jelas negara Habasyah termasuk darul kufur karena tidak menerapkan hukum Islam dan keamanan muhajirin di sana di tangan penguasa Kristen.

Mustahil Nabi saw tidak mengetahui realitas kekristenan negara Habasyah. Nabi saw tahu raja Najasyi seorang Nasrani. Terbukti 15 tahun kemudian pasca perjanjian Hudaibiyah Rasulullah saw menulis surat resmi kepada raja Najasyi.

Surat Nabi saw kepada Raja Najasyi
Setelah perjanjian Hudaibiyah (6 H), Nabi saw mengirim surat-surat dakwah kepada raja-raja yang berisi ajakan masuk Islam. Raja Najasyi yang dikirimi surat bernama Ashhamah bin Abjar. Surat dibawa oleh Amr bin Umayyah adh-Dhamri. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Ishaq teks surat tersebur. Diantaranya berbunyi sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim. Surat ini dari Muhammad Rasulullah kepada Najasyi Agung Habasyah. Semoga keselamatan menyertai orang-orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Saya bersaksi bahw tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tak beristri dan tak beranak. Dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Saya mengajak Anda mengikuti dakwah Islam dan sesungguhnya saya adalah utusan Allah. Maka masuk Islam-lah, niscaya Anda akan selamat.

‘Wahai Ahli Kitab, mari kita berpegang pada suatu kalimat (ketetapan) di antara kita dan kalian, bahwa jangan menyembah kecuali kepada Allah, dan janganlah menyekutukan-Nya dengan apa pun, dan janganlah sebagian dari kita menjadikan Tuhan bagi sebagian yang lainnya selain Allah. Dan jika kalian berpaling maka katakanlah dan bersaksilah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ (QS. Ali-‘Imran: 64)

Jika Anda menolak, maka dosa orang-orang Nasrani dari kaum Anda menjadi tanggungan Anda

Ketika Amr bin Umayyah adh-Dhamri menyampaikan surat kepada Najasyi, sang raja mengambilnya lalu menempelkannya di matanya. Ia turun dari kursi kebesarannya, bahkan seketika itu juga menyatakan keislaman di hadapan Ja’far Bin Abu Thalib. Sebagai balasan, Najasyi menulis surat yang berbunyi:

Bismillahirrahmanirrahim
Kepada Muhammad utusan Allah dari Najasyi Ashhamah. Semoga keselamatan, rahmat dan berkah dari Allah tercurah kepada Anda, Nabiyullah. Tiada Tuhan selain Allah.

Surat Anda telah sampai kepada saya, wahai Rasulullah, tentang penjelasan Anda soal Isa. Demi Tuhan langit dan bumi, Isa tidak lebih dari apa yang Anda sebutkan. Dia memang seperti yang Anda katakan. Kami mengetahui risalah yang Anda diutus kepada kami. Kami telah menampung sepupu Anda dan teman-temannya.

Saya bersaksi bahwa Anda utusan Allah yang benar dan membenarkan. Saya berikrar setia kepada Anda dan saya berikrar kepada sepupu Anda. Saya masuk Islam di hadapannya untuk Allah Tuhan semesta alam.

Sebelumnya, Rasulullah meminta kepada Najasyi, Ja’far dan muhajirin Habasyah lainnya. Maka Najasyi memulangkan mereka dengan dua perahu bersama Amr bin Umayyah adh-Dhamri ke Madinah, sementara Nabi saw kala itu berada di Khaibar.

Najasyi mangkat pada bulan Rajab 9 H setelah perang Tabuk. Rasulullah berbela sungkawa atas wafatnya dan melakukan shalat ghaib untuknya. ( Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, 2016: 402-405; Zadul Ma’ad 3/61, Ibnu Hisyam 2/359).

Wal hasil dari episode hijrah ke Habasyah dan surat Nabi saw kepada raja Najasyi yang bernama Ashhamah dapat diambil ibrah bahwa darul kufur bisa menjamin keamanan dan keselamatan umat Islam atau darul kufur yang berfungsi sebagai darussalam dan darul amni menjadi darul hijrah yang penguasanya dipuji Nabi saw walaupun kafir. Yang dipuji Nabi saw adalah keadilannya bukan kekafirannya. Ini realitas yang ada di Habasyah selama 15 tahun sejak rombongan hijrah yang pertama pada bulan Rajab 5 tahun kenabian sampai masuk Islamnya raja Najasyi yang bernama Ashhamah pada tahun 7 H.

Ibrah lainnya setelah raja Najasyi masuk Islam sampai wafatnya tahun 9 H, Habasyah menjadi Darul Islam selain Darul Islam yang ada di Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad saw. Ada dua negara Islam saat itu, dan Nabi saw mendiamkannya. Nabi saw tidak menuntut negara Habasyah melakukan integrasi dengan negara Madinah. Jadi pada saat itu satu Nabi, satu umat, dua negara. Realitas ini membantah pemahaman kaum radikal bahwa satu umat wajib satu negara.

Indonesia lebih dari Habasyah. Indonesia Darul Islam sejak lahir. Tidak pernah menjadi darul kufur layaknya Habasyah.

Bandung, 15 Januari 2019.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.