The news is by your side.

Kisah Hujan, Ramadan, dan Kang Kaji Dasuki di Masjid Galungung No.9

Wahyu Iryana, penulis, sejarawan dan kader muda NU – Ramadan di Kota Bandung selalu punya keistimewaan sendiri. Tapi kalau mau mencari tempat di mana suasana Ramadan terasa lebih khidmat, lebih guyub, dan tentu saja lebih banyak cerita, datanglah ke Masjid PWNU Jawa Barat di Jalan Galunggung No. 9.

Di masjid ini, Ramadan bukan sekadar ibadah. Ia adalah kisah yang diceritakan ulang setiap tahun—dengan aroma kopi, suara tadarus, dan tentu saja, hujan.

Masjid ini punya sosok yang jadi ruhnya: Kang Kaji Dasuki, ketua DKM yang supel dan santai. Ia bukan tipe ketua DKM yang serius dan berwibawa berlebihan. Sebaliknya, ia lebih sering terlihat duduk di beranda masjid, menyeduh kopi, dan menyapa siapa saja yang datang. “Masjid itu bukan cuma tempat ibadah, tapi juga tempat orang berteduh,” katanya suatu kali, sambil tersenyum di balik kepulan uap kopi.

Dan kalau Ramadan datang, ada satu hal yang selalu setia menemani masjid ini: hujan.

 

Hujan yang Membawa Cerita

Entah kenapa, hujan di Galunggung No. 9 selalu punya timing yang pas. Kadang ia turun menjelang berbuka, membuat suasana semakin syahdu. Kadang ia datang selepas tarawih, membuat orang-orang memilih bertahan lebih lama di masjid, menikmati obrolan ringan sambil menunggu reda.

Suatu malam, selepas tarawih, hujan turun deras. Beberapa jemaah yang hendak pulang terpaksa kembali masuk ke masjid. “Tunggu saja, kalau sudah rezeki, nanti ada yang kasih tumpangan,” kata Kang Dasuki. Benar saja, tak lama kemudian, seorang santri datang dengan sepeda motor, menawarkan antar pulang.

Tapi hujan di Ramadan bukan sekadar air yang jatuh dari langit. Ia adalah penyambung silaturahmi, pengulur obrolan, dan kadang-kadang, alasan untuk mengingat masa lalu.

“Saya ingat, dulu waktu kecil, saya sering kehujanan kalau pulang tarawih,” kata seorang jemaah sambil tertawa. “Bapak saya selalu bilang, kalau kehujanan habis tarawih, dosa kita ikut luntur.”

Kang Kaji Dasuki yang mendengar itu hanya tersenyum. “Ya, asal jangan lupa pakai jas hujan. Biar lunturnya dosa, bukan imun.”

 

Masjid, Hujan, dan Ramadan

Di tempat lain, orang mungkin buru-buru pulang setelah tarawih. Tapi di Galunggung No. 9, orang-orang memilih bertahan, berbincang, menghafal Al-Qur’an, atau sekadar menikmati suara rintik hujan di atap masjid.

Dan setiap kali hujan turun di bulan Ramadan, Kang Dasuki akan duduk di beranda, menyeruput kopinya, dan berkata, “Hujan ini berkah. Bisa jadi, doa-doa kita ikut turun bersamanya.”

Penulis coba membuat Syair Hujan Ramadan di Masjid PWNU Jawa Barat*

hujan datang di bulan ramadan
menyelinap di sela-sela atap
membasahi lantai masjid
dan doa-doa yang melayang di udara

Kang Dasuki meniup kopi
di beranda yang berbau tanah basah
seorang santri bersandar di pilar
menghafal ayat-ayat dalam gerimis

hujan ini tak tergesa-gesa
ia ingin tinggal lebih lama
menyaksikan seberapa banyak hati
yang masih setia menunggu reda.

 

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.