Perjalanan Kang Bambang Melga Menuju Cisambeng Palasah Majalengka, ke Pesantren Raudlatul Mubtadi’in
Kamis siang, 23/03/2023 penulis mendapat informasi dari kang Dindin pengurus LTN NU Jabar, bahwa di daerah Majalengka ada tokoh besar pergerakan Nahdlatul Ulama, yang telah berkiprah mewarnai daerahnya, dan bahkan menjadi sosok yang keberadaannya mengharumkan wilayah Kabupaten Majalengka. Sosok-sosok yang telah menghidupkan Islam di daerahnya, memberi ciri akan keberadaan dirinya, hingga kita semua dapat menyaksikan hasil dari apa yang beliau-beliau tinggalkan untuk umat, yang seakan bicara pada kita orang yang hidup di masa sekarang, “Ini hasil pekerjaanku, ayo mana kiprahmu untuk bisa kau tinggalkan, agar dunia mencatat kiprah kita !”
Subhanallah !
Luarbiasa ternyata daerah Majalengka, disana telah hadir tokoh-tokoh utama dalam menyeru umat, sehingga nafas keislaman, sangat kuat mewarnai perjalanan umat Islam di sana, karena dari keberadaan dua orang tokoh ini yang paling menonjol, dan banyak ulama lainnya yang tak terdeteksi, akhirnya, melahirkan para ulama-ulama masa kini, yang semakin menguatkan ciri khas pergerakan dari umat Islam, yang keberadaannya menjadi rahmat bagi wilayah Kabupaten Majalengka sekarang.
Tokoh pertama ulama Majalengka yang coba penulis selusuri jejak kiprahnya kemarin adalah, KH. Abdul Chalim dari Leuwimunding, yang terkenal sebagai salah seorang muassis Nahdlatul Ulama (NU). Beliau adalah Katib Tsani PBNU kepengurusan 1926 dan dikenal dengan kelincahannya berbahasa China, Belanda, Arab, dan Melayu sehingga memudahkan berkomunikasi dengan orang asing. Kiprahnya luar biasa, mulai mengantarkan surat-surat penting kepada para Kiai se-Jawa dan Madura, aktif sebagai anggota Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar, sampai membuat karya tulis.
Dilansir dari NU Online, menurut salah satu sumber, Kiai Abdul Halim memiliki beberapa karya tulis, namun raib ketika ada agresi militer Belanda dan yang tersisa hanya tiga yakni Kitab Petunjuk Bagi Sekalian Manusia, Ekonomi dan Koperasi dalam Islam, dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikan Ulama. Untuk karya tulis yang terakhir, merupakan sebuah karya bunga rampai, sedangkan kiai Abdul Halim menjadi ketua timnya.
Beliau mewariskan keberadaan MDTA-MTs Shabilul Chalim, dan Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah 02 yang berdiri berikutnya, namun sayang, saat penulis ingin bertemu dengan kepala sekolah Amanatul Ummah untuk berbincang seputar perjuangan dan kiprah KH. Abdul Chalim, sayangnya beliau tak bisa penulis temui, karena sedang tak ada di tempat. Penulis akhirnya melanjutkan perjalanan ke tokoh agama selanjutnya di wilayah Palasah Majalengka, tepatnya di daerah Cisambeng, untuk menggali informasi yang bisa penulis buat.
Majalengka, sebuah kota kecil, kota transit, tempat lalu lalang nya kendaraan yang bepergian antar daerah, baik yang akan menuju Bandung, maupun sebaliknya yang akan menuju Cirebon.
Nun di daerah Cisambeng ini, penulis menemukan hasil karya dari seorang alim ulama pinunjul, yakni, KH. Mama Muhammad Qusyaeri seorang pengerak Islam, yang leluhurnya merupakan pejuang-pejuang syiar Islam dan dakwah, penyeru agama di daerah setempat, dan dari sana banyak melahirkan ulama-ulama yang tersebar di wilayah tak hanya Majalengka saja, tapi di daerah lainnya di wilayah Cirebon, yang meliputi Cirebon kota dan kabupatennya, Majalengka, Kuningan, dan Indramayu, termasuk dari keturunnya Kiai Tasih, yang melahirkan Mama KH. Muhammad Qusyaeri ini.
Alhamdulillah sekali penulis mendapatkan seorang narasumber langsung dari penulis buku Mama KH. Muhammad Qusyaeri, yaitu Ustadz Royan Fahrurozi S.Pd, yang ketika penulis datang berkunjung ke sana, Beliau dengan sangat baik memberi banyak informasi, termasuk dalam penulisan di artikel ini.
Para leluhur Mama KH. M Qusyaeri ini adalah,Kiai Tasih (Mama Buyut Tasih), Mama Kiai Dawud, Mama Kiai Murta, Mama Kiai Toyib dan sang ayahandanya sendiri, yakni Mama Kiai Soleh atau yang akrab di sapa Mama Kiai Ayeh.
Bicara mengenai Mama KH. Muhammad Qusyaeri, yang diambil mantu oleh tokoh agama terkenal dari Pesantren tertua di Babakan Ciwaringin, KH. Amin Sepuh, yang melahirkan banyak ulama dan pesantren-pesantren di Babakan Ciwaringin, tentunya Mama KH. Muhammad Qusyaeri muda saat nyantrinya dulu, beliaunya merupakan sosok menonjol, sosok terpilih, baik dalam kecakapan ilmu, Ahlaq, kepribadian, dan keawasan hatinya, sehingga Mama KH. Amin Sepuh sampai tertarik, dan menikahkan anaknya, hingga KH. Muhammad Qusyaeri di ambil mantu olehnya, adapun putri KH Amin Sepuh ini bernama, Mimi HJ. Fiqriah Amin, yang akhirnya jadi pendamping hidup KH. Muhammad Qusyaeri.
Setelah menikah, Mimi HJ. Fiqriah ini di ajak untuk ke desa Cisambeng Palasah, tempat di mana leluhur KH. Muhammad Qusyaeri ini telah sejak lama berjuang menegakan syiar dakwahnya di sana, dan para leluhurnya pun memiliki andil yang besar dalam mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah Belanda, lebih dari satu abad lalu yaitu dari tahun 1882 hingga 1919, dan terus masih ikut berjuang sampai jaman kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan, perjuangan para leluhurnya.
Dan KH. Muhammad Qusyaeri ini mulai melaksanakan syiar dakwahnya dari sana, hingga ia pun mulai
mendirikan pola kepesantrenan, melanjutkan perjuangan para leluhurnya, yang merupakan KIai-kiai pejuang.
Menempati lahan kurang lebih 1000 m, setelahnya mendapat izin dari KH Amin sepuh, pada tahun 1960, Mama KH. Muhammad Qusyaeri, melanjutkan perjuangan pendahulunya dengan mendirikan Pesantren Raudlatul Mubtadi’in, di Cisambeng Palasah Majalengka. Keberadaan Pesantren ini, untuk membantu melakukan syiar dakwah di daerah Palasah, dan sekitarnya.
Rekam Jejak Nyantri Mama KH Muhammad Qusyaeri, ia mondok pertama di pondok pesantren Mama Kiai
Dulloh dari Koja, ia adalah salah satu sahabatnya dari mama Kiai Soleh, ayahandanya, disana ia menimba ilmu beberapa tahun, kemudian di lanjut lagi di Pondok Pesantren yang ada di Leuwi liang , yang merupakan salah satu sahabat Mama Kiai Soleh juga, lalu di teruskan lagi ke Pondok Pesantren As-salafiyah Dawuan yang diasuh oleh Mama Kyai Dimyati, setelah selesai menimba ilmu dari Mama Kiai Dimyati, Mama Kiai Qusyaeri masih tetap melanjukan untuk mondok, di Pondok Pesantren Trajaya yang saat itu diasuh oleh Mama Kiai Fatah seorang ulama yang sangat tersohor pada waktu itu.
Sampai akhirnya ia, Mama KH. Muhammad Qusyaeri melanjutkan mondok ke salah satu Pondok Pesantren yang ada di Cirebon yakni Balerante dan Babakan Ciwaringin, salah satunya adalah Pesantren Babakan Ciwaringin di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin yang diasuh oleh Al Maghfurllah Syikhona Mama KH. Amin sepuh yang menjadi salah satu Pondok Pesantren tertua yang ada di Cirebon.
Kebiasaan Mama KH Muhammad Qusyaeri
Kebiasaan Mama Kiai Muhammad yang selalu istiqomah dalam melakukan kegiatan silaturahmi memang sangat rutin sekali dilaksanakan, sehingga Mama Kiai Muhammad selalu lebih dulu untuk mendatangi rumah-rumah alumni, kerabat dan masyarakat. Dalam mealkukan silaturahmi Mama Kiai Muhammad selalu di damping oleh salah satu santrinya atau khodim hanya dengan menggunakan kendaraan umum atau terkadang juga hanya berjalan kaki, baru setelah sampai di perempatan Jatiwangi Mama Kiai Muhammad biasanya langsung saja memanggil becak yang sudah menjadi langganan sebagai kendaraan beliau untuk berkeliling silaturahmi.
Biasanya beliau berkeliling sampai ke daerah Kertajati, Jatitujuh, bantrangsana dan daerah-daerah lainnya. Bahkan ada sebuah kebiasaan, yang mana kebiasaan yang selalu beliau lakukan, selain bersilaturahmi, beliau sering melakukan sedekah yang selalu dilakukan ketika berangkat dan berjalan menuju Masjid Desa Cisambeng untuk melaksanakan jum’atan, Diantaranya Mama Kiai Muhammad selalu membawa uang recehan untuk dibagikan kepada anak-anak kecil yang sudah berkerumun di pinggir jalan sampai bale desa.
KH. Muhammad Khusairi memiliki dua orang anak, perempuan semua, dengan nama anak pertamanya ibu Hj, Minatulmaula, dan yang kedua Hj Samratul Aini. Hj Minatulmaula menikah dengan KH Ahmad Fauzi, dan Hj Samratul Aini menikah dengan KH Edi Suaedi, sepeninggal mama KH Muhammad tahun 2002, kepemimpinan pondok itu di lanjut oleh KH Ahmad Fauzi, kemudian tahun 2014 KH Ahmad Fauzi meninggal, dan meninggalkan 4 orang anak, KH. Abdulah Amin anak yang pertama, kedua, Dr. H Agus Rofi’i M.Pd, yang ketiga perempuan Liha Malihatul Ulfah, dan yang terakhir bungsu, Ustad Ibnu Hajar.
Untuk sekarang pengasuh pondok pesantren Raudlatul Mubtadi’in di pegang dan di lanjutkan oleh KH. Abdulah Amin S.Kom. untuk sekarang pesantren Raudlatul Mubtadi’in dipegang oleh generasi ke tiga.
Dari KH. Muhammad Qusyaeri, meninggalkan ajaran, dan amalan yang di wasiatkan kepada para santrinya, diantaranya ;
- untuk mencegah (menhindarkan) dari bahaya dunia dan akhirat,
- untuk menghindari kebingungan dan belenggu dan kesedihan serta
- untuk mendatangkan (menarik) RIZKI mau’ud (rizki yang telah yang telah dijanjikan
Allah SWT bagi hamba-hamba sholeh) min haitsu layahtasib ( rizki yang tidak
disangka-sangka)
dengan cara :
ISTIQOMAH (Bersikap teguh pendirian/Konsisten)
MUDAWWAMAH (Melakukan terus menerus/continue)
MUHAFADZOH (Menjaga, merawat, memperbaiki dari waktu ke waktu)
Diantara beberapa hal dibawah ini yang sering KH. Muhammad Qusyaeri
lakukan diantaranya :
- Bersyukur dengan memuji kepada Allah SWT atas segala Nikmatnya yang
telah di berikan (Alhamdulillah). - Seumur hidup memiliki wudlhu (Selalu dalam keadaan suci baik pada waktu
siang atau malam, kapanpun dan dimanapun). - Sholat Fardhu (lima waktu) selalu berjamaah.
- Memperbanyak membaca istighfar (Mohon ampun dan membaca sholawat
kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW). - Belajar dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat.
- Shodaqoh setiap hari walaupun sebesar biji kurma.
- Memuliakan dan menghormati tamu.
- Selalu mengerjakan sholat sunnah qobliyah, ba’diyah setelah sholat fardhu,
sholat duha dan sholat tahajud. - Mengkhususkan berkunjung atau bersilaturahmi kepada orang lain baik yang
masih hidup atau sudah mati (Ziarah). - Selalu membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3x ketika memasuki rumah atau
kamar.
Dari beberapa amalan diatas merupakan amalan Mama Kiai Muhammad Qusyaeri yang banyak beliaunya amalkan dalam melaksanakan kehidupannya sehari-hari.
Semoga kita semua baik santri, alumni dan seluruh masyarakat bisa mengikuti jejak beliau dan bisa mengamalkan amalan beliau dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga terasa kebarokahan nya, manfaatnya, dan mampu menghidupkan semangat kita dalam menggali ilmu, seperti halnya teladan dari Mama KH. Muhammad Qusyaeri ini…Aamiin.
Pewarta Bambang Melga Suprayogi M.Sn
Catatan tambahan :
Bagi pembaca yang berminat menelusuri lebih lanjut biografi Mama KH Muhammad Qusyaeri bukunya bisa di pesan ke kang Royan, no WA +62 852-2360-1270