Perlunya Gosok Gigi dan Banyak Minum Air Selama (Bulan) Puasa
Menggosok gigi dengan alat siwak atau sikat gigi yang dibasahi dengan air selama puasa tetap perlu dilakukan meskipun ada sebuah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa bau mulut orang berpuasa di mata Allah suhbanhu wataála adalah seperti bau minyak kasturi. Hadits tersebut tidak dimaksudkan untuk melarang orang berpuasa melakukan gosok gigi. Hal yang dimaksudkan adalah agar orang berpuasa tidak berkecil hati jika bau mulutnya tidak sedap.
Perlunya gosok gigi sebagaimana dimaksudkan di atas adalah untuk merawat kesehatan dengan menjaga kebersihan mulut dari sisa-sisa makanan yang menempel di sel-sela gigi sewaktu buka dan sahur. Sisa makanan itu berpotensi membatalkan puasa apabila tertelan ke dalam mulut secara sengaja. Hukum menggosok gigi untuk tujuan ini memang tidak wajib, namun dianjurkan sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari dalam kitabnya berjudul Fathul Mu’in Bisyarhi Qurrotil Ain Bimuhimmatiddin (Dar Ibnu Hazm, Cyprus, Cet. I, tahun 2004, hal. 267) sebagai berikut:
لو بقي طعام بين أسنانه فجرى به ريقه بطبعه لا بقصده لم يفطر ان عجز عن تمييزه ومجه وان ترك التخلل ليلا مع علمه ببقائه وبجريانه به نهارا لأنه إنما يخاطب بهما ان قدر عليهما حال الصوم لكن يتأكد التخلل بعد التسحر أما اذا لم يعجز أو ابتلعه قصدا فانه مفطر جزما.
Artinya, “Jika ada sisa makanan di antara gigi-gigi orang berpuasa, maka sisa-sisa itu secara alami akan tertelan bersama air liurnya tanpa disengaja. Hal ini tidak menjadikan puasanya batal jika ia tak bisa memilahkan sisa makanan yang harus dibuang. Dan jika di waktu malam ia membiarkan sisa makanan itu di sela giginya sementara ia tahu di waktu siang akan terbawa aliran liurnya, maka puasanya tetap sah. Namun, di saat berpuasa seseorang dituntut untuk memilahkan sisa makanan dan mengeluarkannya dari mulut. Sangat dianjurkan orang-orang berpuasa melakukan bersih-bersih terhadap sisa-sisa makanan di sela-sela giginya setelah sahur. Mereka yang mampu menemukan sisa makanan lalu secara sengaja menelannya, puasanya batal.”
Selain perlunya menggosok gigi setelah makan sahur, juga dianjurkan minum banyak air selama puasa, yakni antara saat berbuka dan sahur. Banyak minum air bermanfaat menurunkan kadar bau mulut yang tak sedap yang disebakan oleh berkurangnya produksi air liur dalam mulut dan dalam saluran pencernaan. Mulut menjadi kering karena kekurangan asupan air yang dalam dunia kedokteran hal ini disebut dehidrasi. Dehidrasi dapat menurunkan derajat kesehatan dengan menurunnya stamina tubuh.
Pola 3-3-2
Pola 3-3-2 maksudnya adalah kita disarankan minum air hingga 3 gelas saat sahur. Hal ini bisa dilakukan dengan meminum air sebanyak 1,5 gelas setelah bangun tidur, dan 1,5 gelas setelah makan sahur. Atau 1 gelas setelah bangun tidur, 1 gelas setelah makan sahur dan 1 gelas pada saat memasuki waktu imsak.
Lima gelas air lainnya dapat diminum pada saat berbuka sebanyak 3 gelas dan 2 gelas pada saat akan tidur dengan perincian: 1 gelas setelah azan Maghrib, 1 gelas setelah makan berat di waktu buka dan 1 gelas sebelum shalat Isyak/tarawih. Sisa jatah 2 gelas air diminum sebelum tidur dengan perincian: 1 gelas diminum ketika mulai terasa mengantuk, dan 1 gelas lagi diminum saat akan beranjak ke tempat tidur.
Sebagaimana disebutkan dalam situs di atas, pola tersebut tidak bersifat kaku. Artinya bisa saja polanya disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Hal yang sangat ditekankan adalah perlunya tetap minum sebanyak 8 gelas air atau setara dengan 2 liter setiap hari. Misalnya polanya menjadi 2-4-2 dengan perincian: 1 gelas setelah bangun tidur dan 1 gelas setelah sahur. Kemudian 4 gelas lagi dengan perincian: 1 gelas setelah mendengar adzan Maghrib, 1 gelas setelah berbuka, dan 1 gelas setelah shalat Maghrib.. Terakhir 2 gelas dengan perician: 1 gelas setelah shalat tarawih dan 1 gelas sebelum tidur.
Demikianlah petunjuk terkait upaya menjaga kebersihan mulut dan konsumsi air selama puasa yang didasarkan pada perspektif fiqih dan kesehatan. Para ahli fiqih tentu saja adalah para ulama di bidang hukum agama. Demikian juga para dokter adalah para ulama di bidang kesehatan. Mempertemukan kedua disiplin ilmu tersebut untuk bersinergi memberikan manfaat dan maslahat yang lebih luas.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universias Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.