The news is by your side.

Relevansi Undang-Undang Batas Usia Nikah di Indonesia

Relevansi Undang-Undang Batas Usia Nikah di Indonesia | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat

Achmad Bissri Fanani – Nikah merupakan salah satu kesunahan Rasulullah saw. Berdasarkan sejarah pensyariatannya, nikah adalah bentuk pendobrakan terhadap kejahiliyaan masyarakat kaum Quraisy pada masa itu. Mereka memegang teguh adat istiadat perkawinan yang sangat mendiskriminasi kaum wanita. Menurut mereka wanita hanyalah sampah. Bahkan mereka rela mengubur hidup-hidup anak sendiri, jika berjenis kelamin perempuan. [ Ali Taha, Ar-Rayyan, Tarikh Tasyri’ Al-Islami (Beirutt: Dar Az-Zihni: 2010) hal. 12-15 ]

Dengan hadirnya syariat nikah, Islam mengusung terbentuknya ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai rumah tangga yang harmonis. Dan tentunya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Allah SWT berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum ayat 21)

Selain itu, nikah menjadi solusi agar terhindar dari zina. Seiring berkembangnya umur tepatnya setelah baligh, seseorang akan merasakan kebangkitan hasrat seksualnya. Sedangkan di sisi lain zina dilarang. [ Asyatha, Abu Bakar, Hasyiyah ‘Ianatu Thalibin, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah: 2018) juz 3, hal. 431 ]

Dari keterangan di atas, nikah memiliki impak positif bagi manusia, khususnya umat muslim. Namun bukan berarti nikah tidak memiliki potensi menimbulkan problematika. Misal, eksistensi pernikahan di bawah umur. Itu akan berdampak negatif bagi rakyat Indonesia.

Memang dalam ajaran Islam tidak ada batas umur tertentu mengenai pernikahan. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhu Islami wa Adilatuhu mengatakan:

ولم يشترط جمهور الفقهاء لانعقاد الزواج: البلوغ والعقل، وقالوا بصحة زواج الصغير والمجنون. الصغر: أما الصغر فقال الجمهور منهم أئمة المذاهب الأربعة، بل ادعى ابن المنذر الإجماع على جواز تزويج الصغيرة من كفء

“Mayoritas Ulama tidak mensyaratkan baligh dan aqil untuk berlakunya akad nikah. Mereka berpendapat keabsahan perkawinan anak di bawah umur dan orang dengan gangguan jiwa. Kondisi anak di bawah umur, menurut jumhur ulama termasuk ulama empat mazhab, bahkan Ibnul Mundzir mengklaim ijmak atau konsensus ulama perihal kebolehan perkawinan anak di bawah umur yang sekufu.”

Bahkan diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad saw. menikahi Sayyidah Aisyah di saat ia berusia 6 tahun, dan itu pun belum baligh. Tapi, jika hal tersebut dipaksakan legal di Indonesia akan menjadi masalah. Maka tak heran pemerintah membatasi pihak yang boleh menikah dengan usia 19 tahun. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, aturan terbaru tentang pernikahan. [https://kemenag.go.id/opini/mengurai-problematika-hukum perkawinan-di bawah-umur-di- indonesia-ora7t4 ]

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sudiro Asno mengatakan “Bagaimana Indonesia bisa maju kalau sumber daya manusianya yang masih berusia muda sudah pada menikah. Saya tidak menentang dan anti perkawinan, tetapi semestinya harus sudah layak secara pendidikan, ekonomi, psikologi, maupun layak secara sosiologis, di samping faktor tingginya persoalan kawin cerai yang terjadi ”[https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/25914/t/19+Tahun+Jadi+Batas+Usia+Minimal+Lakukan+ Pernikahan ]

Dari ucapan tersebut dapat dipahami bahwasanya dampak negatif nikah di bawah umur sebagai berikut:

  1. Merusak masa depan Bangsa
    Seseorang yang menikah di bawah umur sebagaimana dalam undang-undang, akan berpengaruh pada masa depan bangsa. Pada usia yang masih muda, kemungkinan besar belum bisa berpikir dewasa. Akibatnya ketika menikah, mereka akan kesulitan membagi waktu untuk mengurus rumah tangga dan pendidikannya. Itu akan berpengaruh besar terhadap kemunduran bangsa. Apalagi jika ternyata kecenderungan mereka menghiraukan pendidikan.
  2. Kehidupan perekonomian mereka yang akan memburuk
    Di Indonesia jarang sekali remaja umur di bawah 19 tahun sudah sukses dan menjadi miliarder. Kecuali anak dari miliarder juga. Oleh sebab itu, menikah dengan bekal yang belum cukup, akan membuat perekonomian mereka susah. Terlebih lagi, orang tua juga tidak akan selalu membantu.
  3. Tingginya potensi perceraian
    Umur 19 tahun ke bawah, manusia mengalami kondisi psikologis yang masih labil. Oleh karena itu, dirasa kurang cukup siap untuk menghadapi permasalahan rumah tangga. Maka potensi perceraian besar terjadi pada pernikahan di umur tersebut.

Dengan pertimbangan itu, pemerintah kiranya sudah tepat mengeluarkan kebijakan membatasi umur dalam pernikahan. Meskipun dalam Islam sendiri sebenarnya tidak ada batas umur yang pasti dalam pernikahan. Mengapa demikian?
Imam Jalaludin As-Syuyuti dalam kita Asbah Wa Nadhoir menyebutkan kaidah fikih yang berbunyi :

دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ أَوْلىَ مِنْ جَلْبِ الْمَصَالحِ

“Menghindari kerusakan lebih baik daripada menarik kemaslahatan”
Hal itu sesuai hadis Nabi Muhammad saw. :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ» قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ (رواه البخاري و مسلم)

“Dari Abu Sa’id al-Khudri ra., Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian menjauhi duduk-duduk di pinggir jalan. Para Sahabat berkata: “Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap”. Rasulullah SAW berkata: “Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan”. Sahabat bertanya: “Apakah hak jalan itu?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa meninggalkan duduk di pinggir jalan umum diutamakan lantaran menimbulkan mafsadat (problematika) berupa; mencegah lalu lintas orang yang lalu lalang. Meskipun dengan duduk di pinggir jalan terdapat sebuah manfaat seperti diskusi ilmu dan semacamnya. [Al-‘Usaimin, Sarh Al-Mumta’ Ala Zadil Mustasfa’ (Sameela) hal. 255 ]

Menikah memang memiliki kemaslahatan dan sesuai dengan maqasid syariah berupa hifdzun nasl (menjaga keturunan). Namun itu tidak menutup kemungkinan adanya dampak negatif dari nikah, sebagaimana uraian tadi. Yang kemudian menyebabkan haram dilakukan.

Haram bukan berati tidak sah. keduanya adalah hal yang berbeda. Dalam kitab Al-Waraqat karya Imam Al-Haramain dijelaskan, adakalanya hukum haram sekaligus tidak sah. Ini tatkala larangan langsung to the point ke suatu pekerjaan, seperti salat bagi orang haid. Maka hukumnya juga tidak sah.

Ada juga haram tapi tetap sah, lantaran larangan tersebut sebab hal lain yang tidak selalu berkaitan dengan suatu pekerjaan. Misalnya jual beli saat azan Jumat ke 2. Meskipun haram tapi tetap sah.

Sedangkan perihal nikah di bawah umur bagi masyarakat Indonesia hanya sekedar haram dan tetap sah. Menimbang hukum asal nikah adalah sunah dan keharamannya hanya karena faktor eksternal yang tidak selalu berkaitan dengan nikah. Salah satunya adalah melanggar aturan pemerintah yang notabene wajib kita taati.

Achmad Bissri Fanani
Mahasantri Ma’had Aly Annur 2

Penulis
Achmad Bissri Fanani
Leave A Reply

Your email address will not be published.