Renungan dari Menara Kembar : Tawadlu
Tawadlu punya arti lebih luas, bukan sekedar rendah hati, tapi adanya pengakuan hati yang tulus terhadap kelebihan orang lain. Dirinya sendiri diposisikan sebagai orang yang tidak tahu apa-apa; banyak dosa, tidak bersih; miskin ilmu dan pengalaman. Yang tinggi ilmunya, mulia akhlaknya, saleh, dan jujur bukan saya atau kami, tapi dia dan mereka. (DR. Zamakhsyari Dhofier: Tradisi Pesantren).
Al-Qur’an surat al-Kahfi: 110, menuturkan bahwa Rasul Saw yang mulia, menyejajarkan dirinya dengan kita,: “…sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu….”. Dari sisi kemanusiaannya, Rasul Saw memang sama dengan manusia pada umumnya, butuh makan, minum, tidur, beristri, beranak; bisa tertawa juga bisa menangis. Walaupun demikian, posisi, martabat dan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul Allah, pasti sangat berbeda jauh dengan kita.
Kalimat “aku hanya manusia seperti kamu,” sesungguhnya bukti tingginya akhlak Rasul. Beliau adalah teladan yang rendah hati. Kunci pembeda pada penggalan ayat selanjutnya, “…yang telah menerima wahyu…”. Siapa yang menerima wahyu kalau bukan orang-orang suci dan pilihan Allah? Ke-geer-an (baca: tak tahu diri) kalau menyamakan Rasul dengan dirinya dalam segala hal.
Buku lain :