The news is by your side.

Salahkah Mahkamah Konstitusi ?

Salahkah Mahkamah Konstitusi ? | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat
Salahkah Mahkamah Konstitusi ? | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa Barat

Oleh Ustadz Izet Abu Dzar

Setelah pergulatan pilpres yang cukup memeras tenaga dan pikiran, masyarakat kemudian dihadapkan kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan pasangan bapak Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin. Sementara itu, sebagian pendukung bapak Prabowo banyak yang belum menerima atas putusan MK dengan alasan proses pilpres terdapat kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif. Intinya, tak mau mengakui kekalahan karena tuduhan kecurangan.

Padahal apabila kita mengikuti dengan seksama proses sidang di MK yang ditayangkan dengan live, MK sebagai penyelesai sengketa pilpres sudah berjalan dalam rel syari’at.
Dalam proses persidangan, MK telah menggunakan kaidah ushul fiqh :

البَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي, وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ

“Bukti wajib didatangkan oleh orang yang menuduh, dan sumpah itu wajib bagi yang mengingkari tuduhan itu”

Kaidah tersebut berasal dari hadits nabi :

لو يُعْطَى الناسُ بدعواهُم لادّعَى قومٌ دماءَ قومٍ وأموالهُم ، ولكنّ البيّنَة على المُدّعِي ، واليمينُ على من أنكرَ

“Seandainya tuntutan diterima begitu saja dari semua orang, maka akan banyak orang-orang yang menuntut hak dan darah orang lain. Akan tetapi bagi penuntut dia harus mendatangkan bukti sedangkan orang yang menolak tuntutan itu, maka dia cukup mendatangkan sumpah untuk menguatkan haknya.” ( HR. Baihaqi )

Pada sidang MK yang lalu, pihak bapak Prabowo tidak bisa membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur , sistematis dan massif, lebih jauh lagi malah meminta MK untuk membuktikan. Maka sangat wajar MK menolak tuntutan dari pihak bapak Prabowo.

Menyikapi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa pilpres sebagai umat Islam kita wajib taat dan mengikuti. Sesuai dengan kaidah ushul fiqh :

حكم الحاكم إلزام يرفع الخلاف 

“Hukmul-Haakim Ilzaamun Yarfa’u Al-Khilaf” 

(Keputusan hakim adalah suatu yang harus ditaati sebagai pemutus perbedaan)

Terlebih dari kacamata ketatanegaraan Republik Indonesia putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya tidak bisa digugat dan naik banding.

Mungkin menerima kekalahan sangatlah pahit, namun demi persatuan dan kesatuan bangsa ini. Marilah kita lupakan masalah pilpres karena harga persatuan dan kesatuan kita sangat mahal dibanding masalah pilpres.

Leave A Reply

Your email address will not be published.