Sertifikasi lmam Mesjid, Diperlukan?
Mesjid sebagai pusat ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah harus dijamin kesucian dan dijaga marwahnya. Sementara imam mesjid adalah orang-orang yang mempunyai ilmu yang mumpuni dan memiliki ilmu dalam bidang al-Qur’an.
Imam mesjid ada yang khusus, ada juga yg bertanggung jawab atas kegiatan sholat berjemaah, ada kagi imam mesjid “tembakan” dan imam mesjid “jadi-jadian.” lmam mesjid yg terakhir ini biasanya pada yg mesjidnya tidak membentuk atau tidak menunjuk khusus imam sholat. Biasanya pula mesjid seperti itu, ketua DKM “merasa bisa” untuk selaku imam sholat, meski bacaan al-Qur’annya menggunakan metode “otodidakiyah.”
Pernah ada seorang ustadz (Prof.Dr.K.H.) pimpinan pesantren yg geram mendengar bacaan al-Qur’an dalam sholatnya memprihatinkan, padahal saat khutbah materinya bagus. Inilah yang menyebabkan dulu di mesjid-mesjid kampung, petugas khotib dan imam terpisah.
Imam sholat (Jumat) adalah penduduk setempat yg dibilang tua dan diangkat oleh KUA. Meski bacaannya tidak lepas dari juz 30, berbeda dgn mesjid di kota-kota yang selalu menggunakan potongan surat di luar juz 30. Dulu mesjid besar di kampung-kampung untuk menjadi imam mesjid tidak mudah, karena harus dapat rekomendasi KUA setempat.
Boleh jadi apa yang sedang berlangsung di Maroko pun tidak jauh berbeda pada masa kini. Negara yg menggunakan bahasa resmi Arab dengan penduduk 35 jutaan itu tidak sembarang orang menjadi imam mesjid.
Proses seleksi yg ketat, terutama persyaratan hafalan al-Qur’an dengan kesempurnaan tajwid dan perangkat yang menunjang ulum al-Qur’an. “Mereka dites bacaan al-Qur’annya dan bagi imam tersebut mendapatkan insentif untuk kebutuhan kehidupan sehari-harinya,” ungkap Dr. Mustofa Najim, Direktur Pengelola Madrasah Islamiyyah Univ. Qarawiyyin Maroko pada Dauroh lnternasional Penguatan Pendidikan al-Qur’an di Lingkungan Pesantren NU baru-baru ini. Acara yang berlangsung pada Jumat, 11 Oktober 2019 itu dibuka oleh Ketua Tanfidz PW NU Jabar, K.H.Hasan Nuri Hidayatullah.