Sudah Saatnya Pengelolaan Tempat Wisata Ziarah di Kabupaten Bandung Lebih Tersistematis Profesional Meniru Gresik dan Ampel
Bambang Melga Suprayogi M.Sn – Tulisan ini di khususkan untuk Bapak Bupati Kabupaten Bandung, Bapak H. Muhammad Dadang Supriatna, yang merupakan pemangku wilayah di kabupaten Bandung, yang notabene adalah Santri, dan sosok yang memiliki komitmen tinggi memajukan Syiar Islam di Kabupaten Bandung.
Hadirnya tulisan ini, setelah penulis pada tanggal 22 hingga 25/10/2023, diberangkatkan untuk berziarah dengan rombongan pengurus PCNU, atas prakarsa bapak Bupati, berziarah ke beberapa tempat baik di Cirebon Jawa Barat, Demak Jawa Tengah, Ampel Jawa Timur, hingga Madura ke makom Mbah Kholil Bangkalan.
Dan dari perjalan itulah penulis terinspirasi, harus adanya pembenahan di sektor wisata ziarah di Kabupaten Bandung, khususnya Kampung Adat Mahmud, yang jika di kelola secara profesional, dan apik, maka dari keberadaan Kampung Adat Mahmud ini, pemerintah daerah akan bisa mendapatkan keuntungan finansial lebih, bagi kas pendapatan daerahnya, maupun meningkatkan pendapatan bagi yayasan yang menangani situs kampung Adat Mahmud tersebut.
Dengan demikian tentunya, pengelolaan wisata ziarah ini, akan lebih tertib, profesional, hingga mampu memunculkan potensi ekonomi yang lebih besar lainnya lagi jika digali, pastinya akan sangat berdampak bagi masyarakat sekitar.
Wisata Ziarah unggulan yang terdapat di kabupaten Bandung bisa dibilang banyak berserakan, namun magnet wisata spiritual yang paling banyak di datangi adalah wisata kampung Adat Mahmud.
Ya kampung Adat Mahmud, adalah sebuah tempat wisata spiritual populer yang tiap minggunya didatangi hampir kurang lebih 100 bus besar, menurut keterangan H. Husni Muchtar, Rois MWCNU Kutawaringin, yang merupakan pengurus Yayasan Mahmud di sana, belum lagi kendaraan-kendaraan pribadi yang berukuran kecil tak terhitung jumlahnya, yang datang ke sana, dari mulai pagi, siang, sore, maupun malam harinya, sehingga geliat keramaian disana senantiasa hidup 24 jam, utamanya setiap malam Jumat, apalagi Kliwonan, di tambah kini, Sabtu dan hari Minggu pun pengunjung ramai berdatangan.
Mahmud terletak di mana ?
Kampung Adat Mahmud, saat ini semakin banyak dikunjungi para wisatawan domestik, penulis Minggu siang, 29/10/2023 saat datang ke sana, sempat bertanya pada salah seorang pengunjung yang datang, dan ternyata ia berasal dari kota Bogor, dengan rombongan sebanyak 3 armada bus yang datang sana, dengan tujuan akhir Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage Bandung.
Terbantu dengan keberadaan Tol Simpang Susun Nanjung, yang jika keluar dari sana, kita bisa langsung masuk ke arah kampung Adat Mahmud, hal ini telah memberi dampak positif bagi pertumbuhan dan berkembangnya wisata spiritual di wilayah Kampung Adat Mahmud ini.
Itu terbukti hanya dalam jangka waktu satu tahun, setelah exit tol Nanjung di buka, telah terjadi perubahan yang sangat signifikan baik pada jumlah pengunjung yang datang, maupun menjamurnya para pedagang cendramata, dan oleh-oleh Bandung yang di jual di sana.
Firman salah seorang pemilik kedai kopi mengungkapkan,” toko-toko cendramata dan oleh-oleh ini, ramainya baru dari satu tahun kemarin, karena sebelumnya tidak seperti ini.” Tuturnya saat diwawancarai.
Kampung Mahmud nya sendiri terletak di RW 04 Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung bagian selatan. Jaraknya kira-kira 6 km dari Soreang sebagai ibu kota kabupaten.
Ada apa di kampung Adat Mahmud itu ?
Ternyata kampung adat Mahmud, merupakan kampung yang sampai saat ini, terus menjaga kelestarian wilayahnya, dengan memperhatikan wasiat dari pendiri kampung tersebut, yakni Syekh Abdul Manaf Mahmud, salah seorang penyiar Islam di wilayah kabupaten Bandung, yang juga masih keturunan Syekh Syarif Hidayatullah Sunan gunung Djati di Cirebon. Dimana dari syekh Mahmud inilah, terlahir keturunan dari sana, yang banyak melahirkan para Ajengan, ulama terkenal, di seantero Kabupaten Bandung.
Silsilah Syekh Abdul Manaf (Mahmud)
Syekh Abdul Manaf sendiri memiliki silsilah sampai ke Syarif Hidayatullah (Cirebon), Maulana Abdurahman, Pangeran Atas Angin, Dipati Ukur Sani (kedua), Dipati Ukur Salis (ketiga), Eyang Nayasari (Cimanganten, Garut), Eyang Naya Dirga (Sentak Dulang) di Sukamiskin, Kampung Cisebel, Eyang Dalem H. Abdul Manaf.
Selain adanya makam Syekh Abdul Manaf Mahmud, ada juga di sana makam para pendamping lainnya, diantaranya, Makam eyang Dalem Ibrohim, eyang Santoan Qobul, eyang Adipati Kertamanah namun belum banyak diketahui publik.
Menjaga wasiat Amanat Leluhur.
Dimana Wasiatnya yang kini terus dipertahankan para muridnya yang juga penduduk kampung tersebut adalah, terkait bangunan arsitekturnya, yang tidak boleh permanen, sehingga bangunan rumah penduduk adat di sana, sampai saat ini, di buat persis seperti bangunan rumah panggung masyarakat Sunda tempo dulu.
Selain amanat wasiat tersebut, juga ada larangan perkara memainkan alat musik seperti Gong, yang tabu di bunyikan di sana, dan larangan lainnya, tidak boleh memelihara soang atau angsa.
Keunikan wasiat yang dipertahankan sampai kini itulah, yang membuat penduduk kampung Mahmud mampu memiliki ciri khas kuat, yang akhirnya bisa menunjukan jati dirinya, dimana adanya tanggung jawab mengemban wasiat Karuhun pendiri Kampung Mahmud, pada akhirnya, mendatangkan keberkahan bagi penduduk kampung itu sendiri.
Utamanya dengan dikenalnya kampung Mahmud ini sebagai kampung adat, situs budaya, di tambah adanya Makam Pendiri Kampung yang merupakan ulama penyiar Islam di wilayah kabupaten Bandung yang sangat dihormati keberadaannya, karena jasanya, telah menjadikan Islam tersebar luas, hingga ia pun di anggap sebagai pakubumi nya wilayah kabupaten Bandung.
Generasi keberapakah Syekh Abdul Manaf Mahmud itu ?
Jika Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah salah seorang ulama besar, salah satu Wali Songo, yang hidup di abad 14/15 (1479-1568).
Ketika Syekh Abdul Manaf adalah keturunan Sunan Gunung Djati generasi ketujuh, maka di perkirakan ia hidup di pertengahan abad 17 hingga 18.
Segenerasi dengan Pendiri Buntet Pesantren di Cirebon, dan Pesantren Banda Kerep di Cirebon, yang juga sama mengajarkan para santri dan penduduknya menjauhi modernisasi.
Dengan menjauhi musik modern, dilarang adanya pengeras suara, tak boleh ada motor ataupun mobil masuk ke wilayah itu, pengunjung dari luar Benda Kerep pun jika akan masuk ke sana, mereka akan melintasi sungai, tampa ada jembatan penghubungnya, sehingga mau tidak mau harus turun ke sungai, dan merasakan sensasi diterpa arus sungai sebatas lutut, untuk bisa masuk berkunjung ke sana.
Nah dari sepintas ulasan di atas, maka bagaimana kita harus melangkah melakukan pembenahan untuk lebih baik dalam hal pengelolaan Kampung Adat Mahmud secara profesional, sehingga para pengunjung yang berwisata Ziarah ke sana, pada akhirnya akan memiliki kesan mendalam, yang tak mudah di lupakan.
Hal awal yang bisa di upayakan ;
Point pertama ada pada kebijakan pemerintah daerah yang harus mengeluarkan SK penunjukan pada instansi, atau Dinas terkait, yang bertanggung jawab untuk mengawal pembenahan wilayah kampung Mahmud menjadi lebih baik.
Dari sana, lalu bisa membuat pemetaan area secara komprehensif, mulai dari penyiapan lahan untuk transit, dan parkirnya kendaraan kendaraan besar, yang membutuhkan tanah kurang lebih, satu sampai dengan dua hektar, sebagai tempat parkirnya mobil-mobil bus para penziarah, tentunya hal ini tak lepas dari peran berbagai pihak dari instansi pemerintahan daerah di kabupaten Bandung.
Dimana di dalamnya setelah transit, para penziarah yang datang dari jauh bisa beristirahat sejenak, tersedia toilet dalam jumlah memadai, tempat berwudhu, mushola, tempat duduk-duduk, serta pusat informasi, ditambah adanya keberadaan kedai-kedai kopi, maupun tempat jualan berbagai macam souvernir yang di lokasikan di sana, sehingga di seputar kampung Mahmudnya sendiri, bisa bersih dari penjual, karena di relokasi mendekati langsung konsumennya di terminal tadi, relokasi para penjual akan lebih efektif untuk menarik konsumen…lihat Demak untuk referensi hal ini, atau di Ampel.
Terminal transit bagi kendaraan Bus pengunjung Mahmud pun harus berjarak, dan jarak menuju ke tempat Wisata Ziarah Mahmudnya, paling tidak 1 KM dari sana, sehingga pengunjung yang datang dengan bus, bisa berjalan kaki menuju ke Mahmudnya, dan dengan itu, ia bisa menikmati keadaan sekelilingnya, merasakan wilayah seputar Kampung Mahmud tersebut.
Atau juga bisa memanfaatkan kendaraan yang di sediakan pihak yayasan Mahmud, seperti halnya di Gresik saat ziarah ke makam sunan Maulana Malik Ibrahim, dimana bus para penziarah harus transit di terminal yang sudah dikondisikan.
Kemudian penumpangnya otomatis di layani oleh mobil-mobil bus elf, yang akan membawa rombongan penziarah sampai ke makam Sunan Maulana Malik Ibrahim, dan hal yang sama, sekiranya bisa di adobsi oleh pengelola Mahmud ini, atau pemerintah daerah.
Dengan demikian, potensi pemasukan dari situ, bisa untuk membiayai dan menjaga kebersihan situs Mahmud, pengembangan kampung Mahmud, dan bisa juga untuk mendanai pengadaan haul Akbar dari Syeh Abdul Manaf Mahmud di setiap tahunnya.
Spot-spot Instagramable lainnya sebagai ikon penanda kampung Adat Mahmud pun perlu dibuat, agar bisa untuk lebih membrending Kampung Adat Mahmud, supaya lebih memiliki potensi nilai jual lebih wilayah di sana.
Di tambah jika ada vidiotron, itu juga akan menjadi media penguat informasi daerah Kabupaten Bandung, yang bisa di saksikan pengunjung, juga nantinya mampu menyerap produk-produk perusahaan besar, untuk beriklan di dalamnya, dengan demikian, akan menarik pemasukan bagi daerah Mahmudnya sendiri.
Hal apa yang mesti ada di Kampung Mahmud ?
Pertama sekali ada Maps, peta wisata keseluruhan Kampung Mahmud yang luasnya sekitar 4 hektar, dimana menunjukan potensi ziarah yang bisa di datangi saat kesana, dan memudahkan penginformasian pada para pengunjung ziarah, dengan ditempatkan diposisi vital yang terlihat massa.
Kemudian sign system yang bisa jadi pemandu arah bagi pengunjung secara visual.
Foto-foto Wilayah Kampung Adat Mahmud dari waktu ke waktu, foto tokoh-tokoh atau ketua adat kampung Mahmud, bisa meniru kabupaten Sumedang, di mana foto tokoh-tokoh Sumedang di perlihatkan di taman kota Sumedang depan Masjid Agungnya.
Pembenahan area sekitar Makam, karena susuai amatan secara visual saat penulis melihat kesana, luasnya tetap memerlukan penambahan, ini di karenakan sangat antusiasnya para penziarah memenuhi area makam tempat mereka mendo’akan syekh Abdul Manaf Mahmud.
Tentunya banyak hal lainnya yang bisa diterapkan, ditambahkan, dan menjadi pelengkap untuk menyempurnakan keberadaan wisata ziarah spiritual di kampung adat Mahmud ini, andai ada seperti saung Udjo yang menampilkan pentas-pentas seni Islami, teater, seni silat, tarian Islam, maka akan menjadi daya tarik lebih juga nantinya.
Terlepas dari semua itu, semoga artikel tulisan ini, menjadi pemantik untuk mengugah Bapak Bupati kita, H. Dadang Supriatna, agar bisa melihat lebih dalam lagi potensi kuat bagi sumber pemasukan Kas Daerah Kabupaten Bandung, juga membangun kesinergian dengan yayasan pengelola kampung Adat Mahmud ini sehingga, penanganan kampung Adat Mahmud, bisa lebih profesional lagi.
Alhamdulillah, semoga bermanfaat tulisan ini, yang terinspirasi dari hasil perjalanan 3 hari berziarah penulis keberbagai tempat ziarah para wali di pulau Jawa dan Madura.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn
Ketua LTN NU Kabupaten Bandung/ Dosen FIK Telkom University