The news is by your side.

Internalisasi Karakter Cinta di Lembaga Pendidikan

Pendidikan Cinta di Lembaga Pendidikan

Pendidikan cinta di lembaga pendidikan harusnya melibatkan ketiga potensi manusia secara harmoni yaitu indera, akal, dan hati. Ketiga alat epistemology tersebut memiliki fungsi dan peran berbeda dan saling melengkapi. Akal harus dilatih agar kritis dan logis, hati dilatih agar lembut dan penuh cinta, sedangkan raga harus dilatih lewat pembiasaan. Bagaimana dengan kurikulum kita di tanah air?

Kurikulum 2013 merupakan penyesuaian dari kurikulum KTSP sebelumnya. Yang membedakan dari kurikulum sebelumnya lebih terletak pada tujuan pembelajaran/ Standar kompetensi lulusan yaitu penguatan spiritualitas dan jenjang indicator pencapaian yang lebih terukur dan komprehensip.

Pembelajaran olah raga dan kesenian merupakan mata pelajaran wajib yang tujuannya tidak lagi pada penguatan teori atau mengikuti kejuaraan. Mata pelajaran olah raga lebih pada membangun kesehatan fisik sedangkan mata pelajaran seni untuk membangun kepekaan dan kelembutan hingga tumbuh sikap welas asih dan emphatic.

Di lain pihak pembelajaran agama yang dulu lebih menekankan aspek teori, kognitif dan fiqh kini harusnya lebih komprehensip yaitu mengharmonikan Iman, Islam, dan Ihsan.

Pendidikan agama tidak hanya aspek fiqih, tapi aqidah, akhlaq juga tasawuf secara harmoni. Pendidikan agama tentang ihsan melalui tasawuf harus menjadi perhatian lembaga pendidikan. Pendidikan akidah dapat mendorong siswa rasional dan kritis sedangkan pendidikan fiqih dapat mendorong siswa mengetahui batasan hokum halal, haram, wajib, sunah dan mubah hingga bersikap hati-hati. Sedangkan pendidikan akhlaq dan tasawuf dapat mendorong siswa menjadi empati, penuh cinta, bijak, lembut hatinya, dan toleran.

Harmonisasi alat epistemology panca indera, akal dan hati dalam beragama juga memiliki fungsi dan peran penting sehingga agama tidak dijadikan alat untuk kepentingan selain jalan Allah SWT.

Hingga tidak ada lagi jualan ayat dan agama dalam politik, ekonomi dan lain-lain. Suatu fakta bahwa ada doctor dan ilmuan eksak menjadi pendukung hoax, teroris dan penebar kebencian. Mereka meyakini dan melakukan bahwa dalam dunia akademik harus mengikuti prosedur ilmiah seperti rasional, verifikasi dan lain-lain, tapi dalam beragama mereka tunduk buta pada fatwa dan pendapat ustdaznya.

Mereka telah bertindak seolah-olah agama itu tidak sesuai dengan akal sehat dan tidak sesuai nilai-nilai kebenaran universal, serta agama tidak ilmiah. Inilah bahayanya cinta tanpa pengetahuan.

Internalisasi cinta di lembaga pendidikan yaitu dengan mengharmonikan pembelajaran secara harmoni antara indera, raga, akal, dan hati. Medianya dapat melalui seni dan budaya, olah raga, dan pembelajaran rasional lainnya seperti matematika, logika, dan filsafat.

Melalui pelajaran agama dengan mengharmonikan materi fiqih, aqidah, akhlaq dan tasawuf. Menciptakan lingkungan belajar agar menjadi lingkungan dan budaya cinta pengetahuan dan pencari kebenaran adalah dengan mengkondisikan seluruh stake holder pendidikan seperti guru untuk mengembangkan dirinya dengan membaca, berpikir dan belajar secara mandiri. Knowledge management dengan berbagai modelnya dapat dikembangkan di lembaga pendidikan.

Penulis : Dr. H. Srie Muldrianto MPd, dosen dan praktisi pendidikan. Aktif sebagai ketua PC MATAN Nahdlotul Ulama, Purwakarta dan Ketua devisi Pendidikan di HIPAKAD (Himpunan Putra Putri Keluarga TNI AD) Purwakarta

Leave A Reply

Your email address will not be published.